Bahagia



A Dardiri Zubairi

Ada banyak orang yang belum punya rumah sekedar untuk berteduh ketika musim panas maupun hujan. Ada banyak orang yang ketika baru bangun tidur sudah diteror pertanyaan, sekarang aku makan apa.

Dan kita bisa mencari contoh lain yang tak kalah dramatisnya, bagaimana kehidupan orang-orang terlantar di republik ini makin terpojok di tengah khotbah pertumbuhan ekonomi, gemerlap pembangunan infratsruktur atau serbuan iklan yang menggunungkan mimpi untuk memiliknya.

Mereka menginginkan hidup layak. Setidaknya kehidupan standar yang bisa dibahasakan 5 huruf saja, cukup. Nah, jika ada orang yang mengukur kebahagian dari capaian materi, ya tak sepenuhnya salah.

Justru yang jadi soal ketika orang yang sudah jauh di atas kata cukup, hidup berkelayakan, bahkan berkelebihan masih merasa kurang melulu dan dengan egoisnya masih mengukur kebahagian dari jebakan materi yang mengungkung kesadarannya.

Wirid sehari-harinya adalah, duit, duit, dan duit. Inilah jebakan kemiskinan subyektif, meminjam istilah kiai Masdar F. Mas'udi, satu istilah yang menjelaskan orang yang selalu merasa miskin dan merasa kurang melulu pada hal ia sudah jauh lepas dari kemiskinan obyektif. Bahkan hidup layak dengan simbol simbol yang bisa dibaca dimana sebenarnya posisi kelasnya.

Dalam jebakan kemiskinan subyektif ini kebahagian = materi. Kesadarannya ibarat mesin yang menggerakkan hitungan detik harus menjadi duit. Relasi dengan siapapan juga dibangun dengan duit. Jika berhubungan dengan orang di atasnya atau setidaknya sejajar, ia berpikir dapat keuntungan apa. Jika berhubungan dengan orang di bawahnya ia berpikir bisa memanfaatkan untuk keuntungan apa. Atau lebih ekstrem, aku tak membutuhkanmu, kau tak sebanding denganku.

Satu hal yang muncul kemudian adalah hilangnya kepekaan. Hilangnya rasa empati. Termasuk kepekaan terhadap diri sendiri. Tak ada lagi waktu untuk sekedar mendiamkan pikiran dan mengistirahatkan seluruh tubuh sambil refleksi, apakah kebahagiaan dan ketenangan hidup menghampiri? Kebahagian dan ketenangan memang harus bersifat obyektif dengan memiliki ketersediaan sesuatu yang bersifat material. Tapi itu tidak cukup. Ketenangan dan kebahagian erat juga kaitannya dengan kemampuan meredam gejolak atau nafsu yang selalu membuat kegaduhan di alam pikir dan bathin. Kegaduhan yang selalu menggoda untuk memaknai kebahagian hanya lapis luar, menumpuk materi. Tak lebih.

Hilangnya kepekaan berujung nestapa. Kegaduhan di alam pikir terus menyeretnya ke ujung tak bertepi. Situasi ini menjadikannya terasing. Dirinya terhimpit dalam citra dunia yang dibangun dengan gaduh itu. Akibatnya ia lupa pada dirinya. Pada sisi dalamnya yang menyediakan kekayaan spiritual yang penuh warna.

Bukan saja pada dirinya. Ia juga lupa bahwa di sekelilingnya telah tersedia cadangan kebahagian dan ketenangan, karunia Allah yang tak bertepi. Keluarga, istri, suami, anak-anak, saudara, guru, tetangga dan sahabat. Hanya kadang dibutuhkan kebeningan dan keheningan bathin untuk menghirup udara segar sekeliling kita itu, agar sekeliling itu bisa kita tangkap maknanya. Makna yang menjadi spirit kebahagian dan ketenangan hidup. Itu bisa kita raup jika kita bisa keluar dari jebakan melihat sekeliling sebagai seonggok benda.

Ketenangan dan kebahagian memang membutuhkan lingkungan yang baik. Lingkungan baik mulai yang terdekat hingga mungkin yang paling jauh. Lingkungan yang paling kecil hingga mungkin yang paling besar. Kita menunjuknya mulai dari keluarga hingga negara.

Mulai dari pikiran kita sendiri hingga ideologi yang mempengaruhi cara pikir kita. Itu semua pasti mempengaruhi kita. Tapi kita bukan batu. Kita subyek aktif. Dan kita terus berproses menuju ketenangan dan kebahagian hidup yang genuine, yang sejati. Bagi kita yang beragama berharap, kebahagian itu berlanjut hingga di hari pembalasan kelak.

ketenangan dan kebahagian yang hendak kita tuju bukan ketenangan dan kebahagian egois, hanya untuk kita sendiri. Kebahagian itu harus dishare dan jadi dasar menjalani relasi dengan orang lain. Meski terus terang saya juga bingung bagaimana bentuknya?

Salam


POSTING PILIHAN

Related

Utama 453105918554815442

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item