Bentuk dan Gaya Membaca Puisi


Suwignyo (2005) dalam Sopandi (2010: 34) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal. Adapun penjelasan dari bentuk dan gaya baca puisi adalah sebagai berikut.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading

Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Selain itu, intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakukan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.

Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara

a)  membaca dengan keras kata-kata tertentu, b) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.c)  Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi miring dan badan agak membungkuk, dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk.

Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona.

Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakuan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.

Seni Baca Puisi

Gani (2014: 37) menyatakan bahwa puisi merupakan salah satu bentuk karya kreatif yang penuh dengan makan dan nilai-nilai keindahan. Membaca atau membacakan puisi adalah suatu kegiatan menjiwai puisi untuk selanjutnya dibacakan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, agar pendengar juga dapat memahami isi puisi yang dibacakan. Membaca puisi tidak sekedar membaca puisi dengan begitu saja, seperti halnya membaca buku bacaan, cerpen, novel, atau majalah. Membaca puisi berarti mengerahkan segenap potensi dan kemampuan dalam memahami makna puisi dan mengekspresikannya dengann suara, ekspresi, dan gerakan yang sesuai dengan jiwa puisi tersebut. Pelafalan atau pengucapan, intonasi atau irama, mimik atau ekspresi, volume suara, kelancaran serta kecepatan, dan ketepatan gerakan dalam membaca merupakan beberapa indikator yang lekat dengan pembacaan puisi.

Membacakan puisi merupakan kegiatan membaca indah. Untuk itu pembaca harus memperhatikan empat hal utama: (1) lafal, (2) tekanan, (3) intonasi, dan (4) jeda (Kosasih, 2012: 120). Hal tersebut agar isi puisi itu dapat terekspresikan dengan jelas. Pendengar bisa memahami maksud penyairnya dengan baik. Berikut ini adalah penjelasan mengenai lafal, tekanan, intonasi, dan jeda.

1.    Lafal 
Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyrakat bahasa dalam mengucapkan bunyi bunyi bahasa, anatara lain [a], [c], [f], [h], [u]. Pelafalan seseorang dalam berbahasa sering kali berbeda dengan orang lain.

Berdasakan pelafalan itu pula, kita bisa mengetahui asal daerah seseorang karena memang beberapa kelompok masyarakat memiliki kelompok pelafalan yang khas. Meskipun demikian, terlepas darimana asal daerah, dalam melafalkan suatu bahasa haruslah jelas. Untuk melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan olah vokal, misalnya dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal dan konsonan secara cepat dan bervariasi.

2.    Tekanan

Tekanan (nada) adalah keras lunaknya pengucapan suatu kata. Tekanan berfungsi untuk memberi nada khusus pada kata-kata tertentu. Kata yang ingin ditonjolkan pesannya, perlu dibacakan dengan keras dibandingkan dengan kata lainnya. Tinggi rendahnya tekanan dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan bagian lainnya yang tidak penting. Untuk kata yang perlu mendapat penekanan dalam bait puisi, terlebih kita perlu memahami maksud baitnya secara keseluruhan.

3.    Intonasi

Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat. Perbedaan intonasi dapat menghasilkan jenis kalimat yang berbeda, yakni kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru. Penggunaan intonasi dalam puisi sangatlah penting agar pembacaannya tidak monoton sehingga pendengar pun lebih tertarik. Intonasi juga berguna dalam memperjelas atau membedakan maksud/pesan dari setiap lariknya. Untuk itu, sebelum membacakan puisi, kita perlu menandainyab misalnya dengan berupa garis yang menanjak atau menurun. Dengan cara demikian, mudahlah dalam membedakan intonasi dari setiap lariknya ketika puisi itu dibacakan.

Rudolf Puspa menyatakan bahwa apabila pada dialog/bait puisi yang diucapkan tidak menggunakan intonasi, maka akan terasa monoton, datar dan membosankan. Intonasi di sini adalah tekanan-tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi, terdapat tiga macam, yaitu :

a)    Tekanan Dinamik (keras-lemah)
Pengucapan dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap kata yang memerlukan penekanan. Misalnya saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini” Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.

-    SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
-    Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
-    Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)

b)    Tekanan nada (tinggi)
Mengucapkan kalimat/dialog/membaca puisi dengan memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya. Dengan kata lain, membaca/mengucapkan dialog dengan suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.

c)    Tekanan Tempo
Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda-beda. Lambat atau cepat silih berganti.

d)    Warna suara
Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya. Apalagi antara laki-laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya. Dengan demikian jelas bahwa untukmembawakan suatu dialog/puisi dengan baik, selain harus memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara. Sebagai latihan dapat dicoba merubah-rubah warna suara dengan menirukan warna suara.


 Tulisan bersambung
  1. Inilah Teknik Membaca Puisi
  2. Membaca Puisi sebagai ApresiasiPuisi
  3. Bentuk dan Gaya dalam MembacaPuisi
  4. Tahapan Membaca Puisi
  5. Membaca dengan Pendekatan Teater
  6. Olah Tubuh atau Latihan Tubuhuntuk Baca Puisi
  7. Peran Guru Dalam Pembelajaran Membaca Puisi
4.    Jeda
Jeda adalah hentian arus ujaran dalam pembacaan puisi yang ditentukan dalam peralihan larik. Jeda berpengaruh pada jelas tidaknya maksud suatu kata atau larik. Dalam penggunaannya jeda dikelompokkan ke dalam tiga jenis: (1) jeda pendek, (2) jeda sedang, (3) jeda panjang.
  • Jeda pendek, digunakan antarkata dalam suatu larik.
  • Jeda sedang, digunakan pada bagian-bagian larik yang bertanda koma atau antarfrase.
  • Jeda panjang, digunakan pada pergantian larik.
Jeda penting diperhatikan dalam pembacaan puisi agar maksudnya dapat terekspresikan dengan jelas. Oleh karena itu, sebelum membacakannya, kita perlu menandai puisi itu berdasarkan satuan-satuan maknanya. Penandaan itu biasanya menggunakan tanda garis miring. (bersambung)
POSTING PILIHAN

Related

Gupen 7066476957852192982

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

item