Bermutukah Diskusi-Diskusi Itu Digelar?

Para budayawan Madura sedang berdiskusi budaya di sebuah hotel Surabaya


Umar Fauzi Ballah

Apakah sebuah forum diskusi diadakan hanya sebatas melengkapi angka-angka telah berapa kali diselenggarakan? Sejauh mana hal itu, seperti halnya buku, sedap dinikmati dan menggenapi aneka wacana? Apakah forum diskusi itu dibuat dengan format akademis, agak akademis, ataukah ngalor-ngidul, tapi gagah judul-judulnya? Pertanyaan ini muncul tatkala dengan tiba-tiba beberapa kali saya membaca teks pengantar dari sebuah diskusi.

Suatu hari, ketika sambil menunggu bus, seorang kawan yang tanpa sengaja bersua bertanya pada saya tentang teori tertentu, apakah sudah pas dipakai membedah teks suci. Saya mendengarkan dengan seksama. Ketika sudah dirasa cukup dia berkisah, saya bertanya adakah orang-orang di forum itu yang menjadi "panelis" untuk mengonfirmasi yang kamu kemukakan? Tidak ada, katanya. Wah, saya kaget.

"Jadi, bagaimana respon mereka mendengarkan paparanmu? Tidak adakah yang mengoreksi?"

"Tidak ada."

(Wah) "Kalau memang begitu pemahamanmu, menurut pemahaman saya, kurang tepat. Saya heran juga jika di antara peserta itu tidak ada yang mengonfirmasi semua pendapatmu. Padahal, menurut saya, ada yang tidak tepat. Saya sebetulnya tidak paham betul konsep itu, tapi saya bisa melihat (jika memang seperti itu) bahwa pemahamanmu masih keliru. Bagaimana dengan yang mendengarkan? Apa mereka tidak membantah?"

Membaca teks tanpa sengaja dan pengalaman bertemu muka dengan seseorang itu membuat saya bertanya-tanya. Sebetulnya, bagaimana diskusi itu digelar? Bisa jadi, saya keliru sangka. Rasa-rasanya, ada orang hebatVdi sana. Pernah pula satu forum dengan saya. Hampir semua paparannya memukau. Memukau dalam batas logik yang bisa saya terima.

Baiklah saya akan berimajinasi. Diskusi dilakukan biar sehat pikiran. Setiap orang punya andil berbicara dan menjadi pembicara. Bahwa diskusi adalah kegiatan bertukar pikiran, sebagaimana olah raga, agar pikiran tidak kaku dan selalu sehat mungkin sah-sah saja. Saya yakin pasti banyak hal positif diambil. Namanya juga olah raga.

Sayangnya, otak bukan tubuh sebagaimana anggota badan lainnya. Ia adalah pusat olah data sehingga setiap orang dalam hidupnya bisa menentukan keputusan-keputusan bijak dan benar dalam keseharian.

Jadi, bagaimana saya harus melanjutkan peristiwa imajiner bahwa saya sedang berada dalam forum itu, sementara teks-teks yang sempat saya baca sudah membuat pikiran saya mengatakan, "kacau?"

5 Oktober 21

Dari akun FB Umar Fauzi Ballah


POSTING PILIHAN

Related

Utama 829428593920816728

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item