Rulis; Cinta Pertama Melahirkan Nama...

Oleh Tika Suhartatik Tika Suhartatik Pertama mengenal Rulis seperti saya baru mengenal cinta (ahay...) kanapa tidak, ketika saya me...

Oleh Tika Suhartatik
Tika Suhartatik

Pertama mengenal Rulis seperti saya baru mengenal cinta (ahay...) kanapa tidak, ketika saya mendapat undangan pertemuan di sebuah warung bakso dan mie ayam hijau, perasaan malu, berdebar, dan gelisah berkecamuk dalam hati. Bukan karena saya baru pertama bertemu dengan orang-orang penting. Namun saya berpikir pertemuan ini merupakan sesuatu yang berharga bagi saya. Saya seakan menjadi orang yang berharga karena diminta bergabung pada sebuah komunitas yang beranggotakan orang-orang berkompeten di bidangnya masing-masing.

Sebut saja Syaf Anton selaku pembina Rulis, seorang  budayawan yang selama ini saya kagumi meski hanya lewat nama saja. Kemudian Mbak Lilik Soebari yang kemudian dikukuhkan sebagai ketua Rulis, seorang kepala sekolah dan wartawan senior sebelum saya ikut berkecimpung juga dalam dunia jurnalistik. Saya hanya mengenal beliau berdua dari sepak terjangnya melalui beberapa karyanya yang berbobot tentang kebudayaan dan tradisi Madura, meski mereka bukan asli putra Madura. Namun hasil tulisan- tulisan mereka banyak menjadi acuan dan referensi orang-orang yang ingin mengetahui tentang Madura.

Perjalanan saya bergabung di Rulis penuh dengan gairah yang menggebu. Saya seperti mendapatkan kekasih yang begitu perhatian dan setia dalam mencurahkan isi hati saya.Apalagi saat kabar menggembirakan datang dari Mas Syaf Anton yang menawari saya untuk bergabung dalam antologi puisi. Akhirnya buku antologi 10 Penyair Perempuan Madura, perempuan Laut terbit tahun 2017 menjadi buku antologi pertama saya bersama teman-teman penulis perempuan. Hal ini mejadi kebanggan tersendiri bagi saya danmenjadi tambahan penyemangat danberkomitmen untuk terus menyatukan diri bersama Rulis. Melalui Rulis banyak mimpi-mimpi dapat terbangun. Selain dapat menampilkan beberapa karya, saya juga mendapatkan banyak ilmu tak terduga dari teman- teman Rulis yang terbuka dan “tidak pelit” berbagi ilmu, bahkan yang lebih membanggakan saya juga bisa berbagi ilmu yang tak seberapa saya miliki.

Selama ini saya bergelut dengan dunia perguruan tinggi yang dikelilingi oleh mahasiswa dan dosen dengan pemikiran yang lebih banyak pada hubungan formal dan terstruktur. Meski pengenalan teori dan aplikasi juga tetap bisa terlaksana, namun kebersaman yang saya lalui hanya sebuah jalur lurus yang tak bisa berbelok dari aturan yang berlaku. Berbeda ketika saya bergabung di Rulis, kedinasan mulai terlepas pelan-pelan. Kami berkumpul dengan suasana santai dan kekeluargaan yang kadang diselingi gurauan dan obrolan yang lepas tetap berbatas, namun kadang memunculkan ide- ide kreatif dan rencana yang kami susun dapat terlaksana dengan baik. Misi Rulis adalah berbagi tanpa pamrih. Kami saling berbagi ilmu, namun tak pernah ada bayaran yang kami terima. Justru kami semua kompak dan tulus saling menyisihkan sedikit rejeki yang kami punya untuk kegiatan Rulis.

Aktivitas saya sebagai dosen dan bekerja di administrasi prodi, terkadang membuat saya malas dan capek untuk sedikit meluangkan waktu sekadar mencoret-coret ide atau kerangka tulisan . Namun sejak bergabung dengan Rulis dan mendapatan motivasi dari ketua dan melihat semangat semangat teman- teman dalam menulis dan menghasilkan karya, membuat saya malu dan berusaha menulis meski sesuai kemampuan saya.

Bergabung dengan Rulis membuat saya juga kembali belajar memunculkan dan melepaskan imajinasi-imajinasi liar yang tak terbelenggu dengan aturan-aturan formal dalam kepenulisan. Pada akhirnya meski dengan tertatih-tatih saya berhasil membuat karya tulis sastra berupa pentigraf (cerpen tiga paragraf) dan mengikutsertakan pada kegiatan penulisan kitab pentigraf II yang diselenggarakan oleh seorang sastrawan, Bapak Tengsoe Tjahjono yang kebetulan beliau juga dosen saya semasa kuliah S1.

Saat pertamakali tulisan pentigraf itu saya bagi di grup Rulis, banyak saran dan masukan yang saya dapatkan dari teman-teman. Bahkan ada juga celetukan semangat dari teman Rulis yang mengatakan “saya bisa” karena masih memiliki semangat dalam membuat karya sastra. Padahal sebenarnya saya lebih  banyak fokus di karya non sastra/ ilmiah sesuai tuntutan karya seorang dosen. Hal Ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang harus membuktikan bahwa saya bisa membuat semua karya, baik karya ilmiah maupun non ilmiah. Hal ini terbukti dengan lolosnya tulisan pentigraf saya meski hanya satu tulisan dari enam tuisan yang dikirim. Dengan lolosnya satu tulisan itu membuat saya semakin menggebu untuk menulis, menulis dan menulis.

Motivasi menulis selalu datang lewat“omelan dan sindiran” Mas Syaf dan Mbak Lilik, yang selalu “memaksa” kami menulis.Pada awalnya saya begitu terbebani dengan adanya “paksaan” tersebut. Namun ketika diselami dan dijalani, saya seperti terlepas dari beban yang menghujam. Jujur saja, saat bergelut dalam kesibukan profesi kemudian datang  “paksaan” menulis dari Mas Syaf dan Mbak Lilik, kadang terbersit rasa mangkel dan uring-uringan (maaf yaa, mas dan Mabk..pisss). Orang lagi sibuk kok malah disuruh nulis ini itu, begitu pikir saya saat itu. Eeh, tanpa sengaja saya mendapat teguran keras dari seorang teman penulis dan juga dosen, Bapak Khoiri namanya melalui karyanya yang berjudul SOS (Siapa Ora Sibuk) Menulis dalam Kesibukan.

Buku itu saya dapatkan ketika tanpa sengaja bertemu beliau di tempat kerjanya, saat saya mengikuti pelatihan kelas editor. Buku itu menjadi pukulan berat yang sempat menghantam pikiran saya. Saya harus menulis, harus! Begitu akhirya menjadi keputusan saya. Yaah..saya harus menjadi guru (digugu dan ditiru) dalam arti sebenarnya. Tidak hanya pandai menyampaikan teori, namun juga harus membuktikan bahwa saya sudah menerapkan teori-teori itu dengan baik melalui karya- karya yang saya lahirkan.

Kebersamaan bersama teman-teman Rulis juga menambah pengetahuan saya. Gurauan diselingi cipratan-cipratan ilmu dari teman-teman membuat saya betah seperti memiliki keluarga yang baru. Meski anggota Rulis mayoritas adalah guru SD,  saya merasa seperti kembali pada masa kecil saya. Semua teman-teman begitu ngemong setiap saya mencoba bermanja dengan segala permasalahan dunia tulis- menulis yang ada.

Akhirnya dengan adanya amunisi yang diberikan melalui paksaan dan target Rulis, saya mampu menyelipkan waktu untuk menulis, bahkan juga mulai terbiasa menuangkan semua yang dipikirkan langsungdi atas tulisan. Tak perduli ide itu muncul di jalan, sedang tidur, atau memasak, saya menyegerakan menulisnya lewat oretan-oretan kecil pada lembaran-lembaran buku yang sudah saya sediakan di tas, dompet dan didalam rumah tempat biasa melamun dan berpikir.

Meskipun kegiatan Rulis sudah cukup banyak yang saya ikuti, namun kadang saya tak sempat untuk meluangkan waktu untuk menuliskan pengalaman- pengalaman yang sudah saya alami dari kegiatan itu. Nah, dengan adanya “paksaan” dan “pamer” tulisan teman-teman Rulis iniah yang kemudian seakan-akan menjadi pemantau saya. Jika mulai malas menulis, maka muncullah “gertakan” dari para sesepuh Rulis atau juga aksi pamer tulisan dari beberapa teman yang aktif menulis di grup dan media sosial. Sehingga kemudian saya pun turut serta bercuap-cuap lewat tulisan. Mungkin pada awalnya saya cukup kesulitan untuk memulai, namun ketika sudah mencurahkan semua yang saya pikirkan, tak disangka tulisan yang dihasilkan melebihi target saya.

Ada beberapa agenda kami yang saat ini menjadi tanggung jawab masing- masing angggota Rulis, yakni membuat biografi tokoh Madura serta tantangan membuat buku. Saya semakin menggebu dengan “beban” itu. Selain itu menjadi pendorong saya untuk memiliki nama di ruang publik, bisa berbagi pengalaman pada orang-orang, juga akan menjadi prestasi saya di dalam karir sebagai dosen. Simbiosis mutualisme, begitulah yang saya dapatkan dari Rulis. Selain ilmu, wawasan, dan pengalaman yang luas,  teman, persaudaraan, dan jaringan saya dapatkan dari komunitas lilahita’ala ini.

Melalui Rulis, aku  bisa!!

Tika Suhartatik, adalah dosen STKIP PGRI Sumenep dan aktivis RULIS



POSTING PILIHAN

Related

Gupen 1764020712396077174

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item