Sajak-sajak A. Warits Rovi.

Cinta Sepasang Tukang Kebun setiap yang kita lewati akan membekas di tepi dada mungkin akan menjadi lumut yang membuat keheningan singg...

Cinta Sepasang Tukang Kebun

setiap yang kita lewati akan membekas di tepi dada
mungkin akan menjadi lumut
yang membuat keheningan singgah sebagai spora
lalu kita jadi tukang kebun dengan bibit-bibit cinta
yang membersihkan kerak-kerak masa lalu
seraya menanam kembali sisa rindu
dan tumbuh bunga alamanda di pot baru
biarkan lumut masa lalu lenyap dengan namanya
sendiri dan orang-orang hanya menceritakannya
di suatu pagi tak lebih berarti dari secangkir kopi

juga spora keheningan akan berlutut pada takdir
kematian dengan nama yang tak sehuruf pun
melekat di batu nisan

sedang alamanda kita terus berkarib dengan
hujan sesekali pada kilap punggungnya
bertengger seekor kupu-kupu
tanda aminku pada keteduhan jiwamu
sekali berdua pernah menanam dalam pot yang satu

Gapura, 2013

Terakhir Dari Kepergianmu

terakhir dari kepergianmu
adalah kunang-kunang yang tak sabar menunggu subuh

terbang ke dadaku yang basah
dengan tujuh luka di punggungnya

kunang-kunang dan dadaku menanggung kelebat bayangmu
menakir waktu ke dalam rupa rembulan yang semu

dan rembulan semu itu
adalah kutukan yang tak pernah diminati subuh

maka inilah nyanyian malam yang panjang
yang menjadi puisi keabadian

sepanjang kesunyian, senasib luka kunang-kunang
menerima waktu dengan riak-riak keheningan

Dik-Kodik, 2013

Ikrar Daun

pincut aku dengan mawar hujan
jikalau getarku lamban
saat itulah otakku mengenang
pucit buah yang luruh
di hening subuh
sebagai pamit seorang anak kepada sang ibu.

aku juga punya air mata
untuk kisah-kisah luka
seperti ranggas kembang akasia
terlumat lidah kemarau kara.

belai pundakku dengan sesisip angin
tungkai leher bakal mengejang
menggapai telinga kembang
karena angin adalah ritual perkawinan
di mana putik dan benang sari
boleh saling menginap membawa hati
bersenggama di bawah bibir matahari.

aku juga sebagai orang tua
atas seribu buah yang mendekap cuaca
seperti saat petir, para ibu mendekap anaknya.

maka bila kapakmu menebang
hingga sekarat pohonku meregang
aku yang terakhir meminta kematian
karena cinta masih kutuntaskan
sampai ranting dan buah takluk pada lapuk
dan aku kering saling peluk

:seorang ibu yang melukis anaknya sedekat pelupuk.

Gapura, 11.03.15

Lelaki Sabit

Ayah kau asah kisah-kisah
dengan lidah yang basah.

tulang dadamu lengkung seluas palung
tempatku pulang menemukan kampung.

dan matamu kilau alis berjurai
menemaniku memandang bulan.

kau asahan lengkung yang berkilau
sabit yang tenang di genggam tangan.

:kuarit rimbaku dengan dirimu.

Dik-kodik, 2013

Serban Putih di Benteng Fort Rotterdam

: Pangeran Diponegoro

bulan termangu dengan luka biru
bayang dilepas menjadi bangkai
membingkai tanah makassar
dalam sekotak sepi malam hari.

kunang-kunang mengincupkan sayap
di rusuk jeruji yang lindap
kemerdekaan dipenjara
lantaran asah mata runcing
membidik perang di tanah lapang
melawan keangkuhan
jenderal markus de kock.

pangeran, dekam dalam kelam penjara
bulan lain terbit di dadanya
mengirim cahaya ke sudut bendera dwi warna.

serban putih terhampar jadi semesta
pangeran membuat pulau dari wirid dan fatihah
hizib dan azimat yang dikalungkan pada tanah bunda.

sunyi negeri ia maknai dengan diri yang sendiri
saat harga diri bangsa adalah wujud lain dari nyawa
diruwat dari petaka, jadi sanjung di pucuk bunga.

kurun waktu 22 tahun pangeran menatah tulang
liat dan putihnya senantiasa sajak dalam penjara
dibaca malaikat dan bidadari dari taman-taman surga.

hingga di tahun 1855 pangeran bergegas ke arah surga
maut dalam belai lembut telah memahat namanya
kepada jalan, kepada tugu dan kepada jantung anak cucu.

Sumenep, 03.15

Di Kebun Masrupa

lambai sekungkung janur
tak menyelesaikan risau dan parau
selain cuma miring
menyediakan senyap punggung
sebagai jalan bagi tupai-tupai
memburu takdir ke lubang nyiur.

si tukang kebun melihatnya dari bawah
tupai mengoyak dan mencakar
nyiur terkapar, langit terbongkar
nyiur-nyiur luruh mengguruh
ke petak hati tukang kebun yang luluh.

tupai-tupai predator kenyang berpamitan
giginya kuning digosok sayang di tulang lidi
janur merelakan punggungnya sekali lagi
tupai berjalan ke arah kembali.

janur melambai tak menyelesaikan risau
tukang kebun pekik dalam parau
sepasang matannya membidik janur
:rupanya pada lambai gemulai
ada sebuah pengingkaran.

Dik-kodik, 13.03.15

Layang-Layang

 musim panas selembut bentang dadaku
menyimak sunyi batu-batu
dan di atasnya, layang-layangmu
memanggil ibu kepada langit biru
du ah kacong!
bila layang-layangmu tersangkut duri rukam
sobeknya kurasakan di dada
kau yang paling mengerti cara menambalnya
hingga ia kau naikkan lagi ke udara
menutup sisa-sisa luka
du ah kacong!
menjelang senja, turunkan ia ke batas dada
aku ingin merasakan
ketenteraman matamu saat memegang layang-layang
barangkali seperti itu kelak segala yang mengawang
akan turun saat waktu lengang
dan mesti pandai menyimpannya dengan hati-hati
sebab esok hari
masih ada permainan lagi
Bungduwak, 2013

Bukit Turi

di pelataran bukit ini
kenangan lelap dan bangkit kembali
menjadi hijau daun-daun turi
rupanya musim-musim juga ada di matamu
menyimpan rahasia biografi sungai
yang pernah menghanyutkan kenangan kita kala sepi
bila musim hujan,
sungai itulah yang mengirim air ke kaki pohon-pohon turi
hingga daun-daunnya berseri
membangkitkan kita dari masa lalu yang perih
dan bila kemarau tiba,
sungai itu tak punya air selain cuma punya kata-kata
yang dikirim ke pohon turi itu
dengan bantuan angin yang memeram ngilu
vita, pada setiap daun turi yang hendak gugur itu
di bawahnya selalu ada aku
sebagai tanah yang siap dikunjungi ingatanmu

Dik-Kodik, 02-09-13


***

A. Warits Rovi. Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal  antara lain: Horison, Republika, Suara Merdeka, Seputar Indonesia, Indo Pos, Majalah FEMINA, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Tribun Jabar, Sinar Harapan, Padang Ekspres, Riau Pos, Banjarmasin Post, Lampung Post, Haluan Padang, Minggu Pagi, Suara NTB, Koran Merapi, Radar Surabaya, Medan Bisnis, Basabasi.co, Majalah Sagang, Majalah Bong-ang,  Radar Banyuwangi, Radar Madura Jawa Pos Group, Buletin Jejak dan beberapa media on line. Kumpulan puisinya dapat dinikmati di antologi komunal; Bersepeda Ke Bulan (Antologi Puisi Pilihan harian Indo Pos, 2014),  Ayat-Ayat Selat Sakat (Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos, 2014). Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011). Epitaf Arau (Padang, 2012). Dialog Taneyan Lanjang (2012). Narasi Batang Rindu (2009), Tausiyah Sepenggal Rindu (2006), Sinopsis Pertemuan (2012), Terpenjara Di Negeri Sendiri (2013). Juara II Lomba Cipta Puisi tingkat nasional FAM 2015. Puisisnya yang berjudul ”Perempuan Pemetik Tembakau” Masuk 5 besar lomba menulis puisi ”Perempuan” yayasan LAMPU. Karya-karyanya dapat diintip di blognya: Langit Montorra. Kini aktif di Komunitas SEMENJAK dan membina  penulisan sastra di Sanggar 7 Kejora serta mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda). Mengabdi di MTs Al-Huda II Gapura. Naskah drama yang ia tulis dan telah dipentaskan antara lain Hijrah ke Lubang Jarum, Siul Patung Besi dan Kacong. Berdomisili di Jl. Raya Batang-Batang PP. Al-Huda Gapura Timur Gapura Sumenep Madura 69472. email: waritsrovi@gmail.com / wr_rovi@yahoo.co.id. Phone 081934928777. Twitter: @waritsrovi.


(diangkat dari beberapa sumber)
POSTING PILIHAN

Related

Puisi Pilihan 7108035883474722130

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item