Melihat Ke Bawah

Oleh: Hidayat Raharja Melihat ke bawah penanda kehati-hatian, waspada agar tidak tersandung, sehingga bisa sampai tujuan. Kali ini Kelompok ...



Oleh: Hidayat Raharja

Melihat ke bawah penanda kehati-hatian, waspada agar tidak tersandung, sehingga bisa sampai tujuan. Kali ini Kelompok Perupa Sampang mengadakan pameran seni rupa titik balik #4 berjudul di gedung Dekranasda-Sampang tanggal 25 Desember sampai 2 Januari 2023. “ Melihat ke Bawah”

Dua puluh satu orang perupa memamerkan karyanya dengan beragam tema, dan yang cukup menarik semua karya diletakkan di lantai ( di bawah), sehingga para penonton melihat ke bawah.

Hampir semua karya yang dipamerkan berukuran kecil dengan berbagai media; kertas, kanvas, kotak kue, papan, gerabah, sepatu bekas dan lainnya. Sebuah ekspresi yang menandakan keragaman media sekaligus sebuah kekuatan dalam memaknai diri dalam berkarya. Beberapa media yang digunakan sangat menarik, menandakan kreativitas mereka dalam melakukan eksplorasi dalam berekspresi.

Media yang lazim digunakan antara lain kanvas dan kertas, namun di antara mereka menggunakan kotak kue berbahan karton coklat sebagai media menggambar sebuah upaya menaklukkan bahan dan keterbatasan. Kotak kue dari karton coklat dimanfaatkan oleh Zaidan Ramzi. Sebuah proses recycle dari limbah kertas yang sering kita abaikan. Kotak yang setelah diambil isinya digeletakkan begitu saja atau berakhir di tempat sampah.

Namun masih perlu keberanian Ramzi untuk melakukan eksplorasi kotak kue tersebut baik secara bentuk atau bukaan dengan berbagai kemungkinan untuk mengikuti alur bentuk dan luas bahan sehingga tidak hanya memanfaatkan permukaan tutup kotak. Penjelajahan kreatif yang memungkinkan untuk memasuki wilayah-wilayah imajinasi sehingga memungkinkan hadirnya hal-hal baru bukan hanya sekadar kotak sebagai objek lukisan namun juga kotak itu sendiri secara paralel memberikan makna terhadap lukisan.

Sepatu bekas menyimpan banyak kenangan tentang tugas dan perjalanan. Namun dalam pameran ini ia telah beralih peran sebagai simbol wajah manusia dengan berbagai ekspresi. Sebuah ekspresi bukan hanya lucu tetapi juga satire terhadap kehidupan kita.

Sebuah instalasi karya Chairil Alwan dengan puluhan sepatu bekas yang menjadi ekspresi wajah ke-Aku-an. Wajah yang angkuh, nyinyir, tak peduli. Aku yang meniadakan yang lain. Aku yang bisa menjadi sebagai personal atau bisa saja keakuan bersama yang mementingkan kelompoknya. Apakah ini wajah kebangsaan kita? Namun secara personal kerap kali kita mengedepankan ego dan meniadakan kehadiran orang lain.

Sebuah kritik terhadap sistem sosioekologis dalam kehidupan kita. Kehidupan yang tak lagi mampu saling berinteraksi dan mengisi. Pribadi yang kehilangan empati, emosional, lupa diri, tidak memberi kesempatan orang lain untuk lewat, mendahului atau beriringan menuju tempat yang sama.

Sementara pada karya-karya Chairil Alwan dengan kebebasan ekspresinya menertawakan diri sendiri. Diri yang mampu mencerminkan persoalan-persoalan yang lebih umum. Aku yang tidak lagi resah dengan segala ketakutan yang ada, tapi yang bebas untuk mengekspresikan berbagai persoalan.

Chairil Alwan demikian matang mengolah bahan sehingga kehilangan fungsi asal media ditindih fungsi visual dengan berbagai ekspresi wajah yang dipertegas dengan tulisan di selembar karton; Raje karebba, angrasa hebat, iya’ engko’, congoco, ebius, ngokos, tong-bitongan, ta’ nyambung, dhug badhugan, asoro egem, kalowar aslina, sèpêssêan, paggun tak bisa, daddi raja hutan, tokang ngepay. Ekspresi mulut sepatu menjadi ekspresi mulut manusia dengan berbagai karakteristik egosentrisnya. Ia bisa jadi adalah aku atau kamu yang telah meng-Aku.

Sementara Indah F dengan gambar- gambar wajah yang sobek, seperti membuka topeng di wajahnya. Wajah yang berlapis wajah, seperti membongkar kepalsuan dalam diri. Wajah dengan tangan terikat dan mata tertutup. Seperti ketakutan-ketakutan yang membelenggu diri.

Karya Husnul, melukiskan ekspresi wajah dengan berbagai karakter belum mampu berbicara tentang persoalan secara luas. Karena hanya sampai pada persoalan personal Watak keseharian berbagai ekspresi wajah.

Kaligrafi karya-karya Fauzi memiliki peluang untuk bereksplorasi dengan melihat karya-karya besar pelukis Indonesia seperti Sadali. Salah satu pelukis kaligrafi Indonesia lainnya adalah Syaiful Adnan yang mampu melakukan eksplorasi terhadap huruf sehingga dari ketekunannya menemukan bentuk kaligrafi yang khas dan sering disebut Kaligrafi Arab Syaifuli.

Ikan-ikan sekumpulan karya Moh. Hasan Basri dalam ukuran kecil sangat menarik aneka keadaan ikan dari yang hidup sampai wujud ikan yang sudah dibakar dan goreng. Tekstur yang cukup detail dan barangkali akan lebih menarik dan menantang. Seandainya kehidupan ikan dalam laut dengan segala problematiknya, eksploitasi, tersingkirkannya dari lingkungan akibat hilangnya bakau, atau berdirinya kilang pengeboran lepas pantai yang menimbulkan persoalan-persoalan ekologis dan biologis.

Karya tak kalah menarik dan cukup matang dari karya-karya Hendri R Sidik. Ornamen garis yang saling melengkung dan bersambung, kadang terlihat sebagai visualisasi mesin yang bergerak kencang. Garis dinamis yang bergerak tanpa ujung seperti kerja tubuh yang tak pernah jeda sampai kematian tiba.

Ia telah kehilangan wujud tetapi tidak kehilangan maksud dari garis yang bergerak tanpa ujung, sebuah tarikan yang tidak terputus seperti helaan nafas yang terus berembus untuk melangsungkan kehidupan. Garis yang lentur untuk mengabadikan situasi batin, sehingga bagi yang melihat visual yang ditampilkan Hendri bagaikan deru mesin yang terus berputar.

Sementara karya S. Hardy dengan instalasi memanfaatkan bangkai tubuh gitar, ranting, keris, gerabah, papan, torso potongan tubuh, selang plastik, kawat, senar, kabel, sendok garpu bengkok. Seakan bercerita tentang ke berantakan, tentang pola konsumsi kita yang tidak lagi fungsional dan lebih ke eksploitasi yang mengabaikan keseimbangan. Tentang alam yang telah mengalami ketakselarasan dengan hidup manusia. Hardy mengajak kita kembali untuk mengembalikan keselarasan alam “Restorasi Alam” untuk bisa saling mengambil peran sehingga keseimbangan tercapai kembali.

Pajangan yang penuh makna filosofis. Melihat ke bawah menandakan ke hati-hatian, fokus sehingga bisa segera sampai tujuan. Melihat ke bawah, menengok saudara- saudara kita yang masih belum beruntung secara kreatif dan produktivitas. Sekaligus menegaskan untuk fokus pada tujuan (tidak tolah-toleh)

Filosofi melihat ke bawah, bagi masyarakat Madura merupakan sebuah pesan yang mengandung makna kerendahhatian. Sikap menghargai orang lain, dan menempatkan diri setara orang lain dan tidak merendahkan. Hal ini hampir terlihat di berbagai sektor kehidupan masyarakat Madura untuk tidak menyombongkan diri, tidak mentang-mentang dan menganggap orang lain lebih rendah dari diri kita. Nilai-nilai yang patut direvitalisasi di saat dampak perkembangan sosial media telah menggerus makna dalam kehidupan bersama.

Karya seni bukan hanya sekadar menampilkan estetika, tetapi juga dapat berisi muatan nilai yang bisa kita serap sebagai pengetahuan yang menggerakkan sikap. Nilai filosofis, yang memberikan makna terhadap hidup dan kehidupan manusia. Maka setiap goresan dan tarikan garis, sesungguhnya sebuah tarikan nilai yang menyimpan pengalaman kultural dan sosial yang terwujud dalam bentuk dan warna.

Karya- karya yang cukup menarik dengan berbagai keunikannya. Sebuah realitas tentang keberadaan potensi perupa di Sampang. Sebuah kemungkinan berkembangnya dunia kreativitas (ekonomi kreatif) di Sampang.

Dari puluhan karya seni lukis dan instalasi yang disajikan dalam ruang pamer, merupakan sebuah ekspresi yang tidak bisa dilepas dari personal perupa, pengetahuan dan lingkungan budaya yang menyertai. Dari beberapa karya sangat menarik perhatian karena selain personalitas perupa juga pesan yang disampaikan.

Melihat ke bawah memaknai keberadaan pada perupa sebagai potensi yang bisa diangkat sebagai kekuatan kultural untuk menjadikan Sampang sebagai kekuatan budaya yang memungkinkan perkembangan kebudayaan maju dan beradab. Mereka bukan subordinasi yang didekati ketika dibutuhkan. Namun mereka adalah potensi yang bisa menggerakkan roda peradaban secara dinamis.

Mereka memiliki pandangan visioner tentang peradaban Sampang ke depan, sekaligus bisa berfungsi sebagai penyeimbang dalam perkembangan kebudayaan secara menyeluruh.

_____

Tulisan ini telah tayang di JPRM,  8 JANUARI 2023

 

 

POSTING PILIHAN

Related

Utama 3451192699510412897

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item