Puisi-Puisi Kemerdekaan Charil Anwar

Dalam sejarah Indonesia, nama Chairil Anwar telah diakui sebagai sosok penulis puisi andal yang memulai karier di bidang sastra pada 1942. Karya sastra pertama yang ditulisnya bertajuk Nisan, yang terinspirasi dari wafatnya sang nenek. Setelah itu, pada 1943, Chairil Anwar mulai mengirimkan karya-karya puisinya ke majalah Pandji Pustaka untuk dipublikasikan.

Namun, terkadang puisinya mendapat penolakan karena dianggap terlalu individualistis, salah satunya yang berjudul Aku. Padahal, pesan yang ingin Chairil Anwar sampaikan melalui puisi Aku adalah kegigihan dan semangat perjuangan untuk meraih kebebasan diri. Selain itu, salah satu tema yang biasa diangkat dalam puisi ciptaan Chairil Anwar adalah tentang perjuangan. Selain itu, peran Chairil Anwar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah dengan menjadi pelopor Angkatan 45.

Pada 1943, Jepang membentuk Pusat Kebudayaan atau Keimin Bunka Shidoso, yang membuat Chairil Anwar curiga. Chairil Anwar merasa tidak senang dengan usaha Jepang itu, yang dianggap memanfaatkan semangat kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Chairil Anwar, yang memiliki pandangan sendiri tentang seni di Indonesia, tidak mau menjadi corong propaganda Jepang dan berencana melakukan revolusi dalam bidang sastra.

Ia mengkritik Angkatan Pujangga Baru dari sisi semangat ataupun bentuk sajak, dan menciptakan puisi-puisi yang revolusioner dari sisi bentuk maupun isinya. Bentuk irama pada sajak karya Chairil Anwar menggambarkan pemberontakan yang terjadi dalam jiwa. Melalui sajak-sajaknya, Chairil Anwar membuat revolusi dengan memberi udara segar bagi kesusateraan Indonesia yang tidak memiliki kebebasan berpikir karena berada di bawah kekuasaan Jepang.

Pembaruan yang dilakukan Chairil Anwar pun berhasil mendobrak aturan-aturan kaku yang menghalangi kebebasan pribadi. Oleh karena itu, Chairil Anwar disebut sebagai pelopor Angkatan 45, yang perubahan dan pembaruannya mendapat tanggapan baik dari penyair-penyair muda seangkatannya.

Pendukung Chairil Anwar antara lain, Asrul Sani, Rivai Apin, M Akbar Djuhana, Moh Ali, P Sengodjo, S Rukiah, Waluyati, dan masih banyak lainnya. Dengan demikian, lahirlah angkatan baru dalam kesusasteraan Indonesia. Sebagai penyair terkemuka di Indonesia, tanggal wafat Chairil Anwar, yakni pada 28 April, kemudian diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. (sumber: Kompas.com

Berikut puisi-puisi kemerdekaan yang ditulis Chail Anwar


Yang Terampas dan Yang Putus
 
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949


Prajurit Jaga Malam

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948



Persetujuan Dengan Bung Karno

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

1948




Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Puisi Chairil Anwar

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Februari 1943



Karawang Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi



Diponegoro
 
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.



Prajurit Jaga Malam

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !


POSTING PILIHAN

Related

Utama 3867079116829122715

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item