Usia 82 Tahun, Annie Ernaux : Peraih Nobel Sastra 2022


 

Annie Duchesne Ernaux, penulis Perancis yang genap berusia 82 tahun pada 1 September 2022, menjadi penulis Perancis ke 16 yang menerima Hadiah Nobel Sastra yang sangat bergengsi. Peraih Hadiah Nobel Sastra yang pertama dulu juga berasal dari Perancis, Sully Prudhomme atau René François Armand Prudhomme, (16 Maret 1839 - 6 September 1907), pada tahun 1901.

Siapa Annie Ernaux? Boleh dibilang namanya nyaris tak terdengar dalam gegap gempita dunia sastra atau sastra dunia. Tulisan-tulisannya yang berupa novel dan memoar kebanyakan bersifat biografis. Dalam buku pertamanya yang terbit tahun 1974, sebuah novel otobiografi, ‘Cleaned Out’, ia memfiksikan pengalaman pribadinya sendiri yang melakukan aborsi illegal pada tahun 1964, atau di usia 24 tahun.

Tahun 2020, Seven Stories Press, menerbitkan A Girl’s Story yang merupakan terjemahan dari Mémoire de Fille yang terbit tahun 2016 dalam bahasa Perancis, di mana ia menuturkan pengalaman pertamanya dalam berhubungan seks. Disebutkan ia diperkosa seorang lelaki ketika ia bekerja menjadi pengasuh anak untuk mengisi liburan musim panasnya di Normandy pada tahun 1958.

 Dalam uraian memoirnya tersebut, kendati dikatakannya sebagai pemerkoasaan, Annie mengaku terhanyut dan merasa jatuh cinta pada pemerkosanya. Namun ia melukiskan bahwa hal yang dialaminya itu sebagai “bukan sungguh-sungguh seks” sehingga ketika ia bertemu dengan Philippe Briot Ernaux pada tahun 1963, ia bisa membuktikan dirinya masih perawan.

Setahun kemudian mereka resmi menikah, tapi tak lama. Keduanya bercerai pada tahun 1985. Mereka memiliki dua anak dari perkawinan tersebut, yakni David dan Eric. Itulah antara lain yang diungkapkan oleh Annie dalam memoarnya, Mémoire de fille atau A Girl’s Story. Meskipun sikapnya terkait pengalaman erotis tersebut tidak bisa dibenarkan oleh masyarakat secara umum, Annie tidak menyebut pengalaman pribadinya itu sebagai hal memalukan. Alih-alih sebagai aib, Annie menyebutnya sebagai titik tolak kebertangkatan menuju kedewasaan dan kemandirian.

Annie yang mendapat pendidikan formal di University of Rouen kemudian University of Bordeaux, untuk Modern Literature atau Kesusasteraan Modern, kemudian berkarir sebagai Guru bahasa Perancis. Sejak bercerai ia fokus mengajar. Dan setelah berhenti mengajar, ia fokus menulis. Sejumlah 39 buku telah terbit selama 38 tahun kariernya dalam dunia penulisan. Dua buku terakhirnya adalah Hôtel Casanova, terbitan Gallimard Folio tahun 2020 dan Le Jeune Homme, juga terbitan Gallimard, yang rilis pada 5 Mei 2022.

Tak sedikit pula penghargaan yang pernah ia dapatkan. Salah satunya adalah Renaudot Prize pada tahun 1984, untuk bukunya, La Place (A Man’s Place) yang menceritakan hubungannya dengan sang ayah serta pengalaman-pengalaman yang menyertainya dalam pertumbuhan menuju masa dewasa.

Semua buku-buku Annie Ernaux memang bercerita tentang kehidupan pribadi. Tentang masa remaja, tentang aborsi dan seks di luar nikah, tentang perkawinan, tentang affairnya yang membara bersama seorang lelaki dari Eropa Timur, tentang kematian ibunya, dan juga tentang penyakit Alzheimer yang dideritanya akhir-akhir ini.

Remain in the Darkness, yang memuat kisah dirinya berhadapan dengan Alzheimer mendapat anugerah dari The Washington Post sebagai Memoar Terbaik tahun 1999. Sementara A Man’s Place, oleh The New York Times dimasukkan ke dalam daftar buku-buku istimewa yang perlu dibaca. Tak kurang dari 13 penghargaan bermutu diperoleh Annie sebelum mencapai puncaknya, mendapatkan Hadiah Nobel Sastra pada tahun 2022.

Kendati Komite Nobel selalu merahasiakan nama para nominator penerima penghargaan Nobel untuk waktu 50 tahun dan baru membuka nama pemenang pada Hari – H, namun tak urung berbulan-bulan menjelang acara penganugerahan, selalu banyak pihak membuat prediksi atau menjagokan penulis-penulis yang mereka anggap pantas untuk menerima Hadiah Nobel.

Beberapa kalangan sering mengecam tentang kecenderungan Komite Nobel yang seolah menganakemaskan novel-novel atau penulis yang berasal dari negara-negara berbahasa Inggris di Eropa. Mungkin ada benarnya jika menilik realita perolehan Nobel (Sastra) terbanyak yang memang diperoleh negara-negara berbahasa Inggris atau jika pun bukan negara berbahasa Inggris secara resmi, adalah negara kawasan Eropa.

Perancis misalnya, memperoleh 16 kali sebagai penerima Nobel Sastra, Jerman 10 kali, AS 13 kali, Inggris juga 13 kali, dan Swedia 8 kali. Tahun ini beberapa pihak mengusung jagoan-jagoan yang sebagian besar bukan dari kawasan tersebut di atas, tapi lebih bervariasi. Lalu beredarlah sebelas nama yang paling banyak dibicarakan sebagai kandidat yang menurut mereka pantas menerima penghormatan sebagai yang terbaik untuk menerima Nobel Sastra 2022, yang sebagian besar bukan berasal dari negara berbahasa Inggris.

Mereka adalah Mircea Cartarescu, novelis dan esais Romania penulis 25 buku yang telah diterjemahkan ke dalam 23 bahasa dunia; Boubacar Boris Diop, novelis, penulis skenario dan jurnalis asal Senegal, dengan karya fenomenalnya, ‘Murambi, le livre des ossements’ (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul ‘Murambi: The Book of Bones atau Buku Tentang Tulang Belulang, yang menceritakan peristiwa genosida di Rwanda pada tahun 1994; Cesar Aira, penulis Argentina yang menulis ratusan cerita pendek dan sejumlah novel; Ismail Kadare, novelis, penyair, esais, dramawan dan penulis skenario asal Albania yang tulisan-tulisannya banyak mendapat pujian karena kecermatan serta keindahannya dalam meramu mitologi dan cerita rakyat dari sudut pandang pemikiran modern serta persepsi masyarakat lokal; Hwang Sok-Yong, salah satu novelis Korea Selatan paling terkenal yang banyak menerima penghargaan sastra, yang pernah dipenjara selama 7 tahun akibat melakukan perjalanan terlarang ke Korea Utara dalam rangka mempromosikan pertukaran di antara dua belahan Korea tersebut; Adonis, penyair Syria yang paling banyak digadang-gadang untuk menang mengingat peran serta pengaruhnya dalam revolusi sastra Arab; Ngugi Wa’ Thiong’o, penulis Kenya yang memutuskan untuk lebih banyak menulis dalam bahasa asli daerahnya, yakni Kikuyu atau Gikuyu dibanding bahasa Inggris.

Sebagai catatan, bahasa Inggris adalah salah satu bahasa yang paling banyak penuturnya di Kenya selain Swahili dan Kikuyu. Wizard of the Crow adalah novel karya Ngugi yang sangat epik dan dibaca secara luas, antara lain mengetengahkan tentang opresi politik; Garielle Lutz, penulis fiksi dan penyair asal AS; Jon Fosse, penulis asal Norwegia; Shahrnush Parsipur, novelis Iran yang sesungguhnya tak terlalu termasyhur namun juga tak bisa diabaikan.

Touba and the Meaning of Life, adalah karya Shahrnush yang banyak dipuji karena dianggap berhasil menggabungkan mistisisme sufi dengan politik dan sains; Lazlo Krasznahorkai , novelis dan penulis skenario asal Hongaria yang sering menulis karya dengan tema dystopian yang kebanyakan sulit dicerna, dan dikategorikan sebagai karya-karya post-modern. Lazlo banyak menerima penghargaan, di antaranya adalah Man Booker International dan National Book Award for Translated Literature. Masih banyak nama lain sesungguhnya, seperti Anne Carson (Kanada), Scholastique Mukasonga (Perancis – Rwanda), atau Salim Barakat (Suriah). Tentu saja Annie Ernaux juga menjadi salah satu nama dalam bursa pencalonan atau kandidat-kandidat ini.

Siapa saja boleh dinominasikan (yang pantas tentu saja) untuk menerima hadiah Nobel. Tapi dilarang menominasikan diri sendiri. Harus badan yang terbukti kredibel untuk bisa mengusung nominator.

Banyak pemenang Nobel Sastra yang dinominasikan berkali-kali sebelum dinobatkan menjadi pemenang. Sebut saja misalnya William Butler Yeats, yang dinominasikan sebanyak 7 kali sejak tahun 1902, dan akhirnya menang pada tahun 1923. Begitu juga dengan Rudyard Kipling dan Maurice Maeterlinck, yang masing-masing empat dan lima kali dinominasikan, dan akhirnya menjadi pemenang pada 1907 (Rudyard Kipling) dan 1911 (Maurice Maeterlinck).

 Namun demikian ada pula yang sudah berkali-kali dinominasikan tetapi tidak kunjung menang, seperti Henrik Ibsen, Leo Tolstoy dan Antonio Fogazzaro. Tapi yang lebih dramatis adalah apa yang terjadi dengan nama-nama super terkenal seperti Jules Verne, Mark Twain, Rainer Maria Rilke, Federico Garcia Lorca, Jorge Luis Borges, Robert Frost, Anton Chekov, Vladimir Nabokov, Arthur Miller, dan beberapa nama besar lainnya, yang bukan saja tidak pernah menerima Hadiah Nobel seumur hidupnya, bahkan sekadar dinominasikan pun tidak.

Padahal dalam wawancara dengan para pemenang Nobel Sastra, buku-buku merekalah yang banyak dibaca. Mereka adalah nama-nama sakti bagi para pemenang Nobel, yang karyanya menjadi acuan dan simbol gengsi.

Memang tidak semua kalangan sepaham dengan cara Komite Nobel melakukan metode penilaian. Tapi bagaimanapun, pengumuman pemenang Nobel adalah salah satu momen penting dunia yang paling ditunggu setiap tahun.

Menjadi penerima Hadiah Nobel Sastra, mungkin menjadi hadiah ulang tahun paling fenomenal bagi Annie Ernaux di sepanjang hidupnya. Bukan tersebab nilai secara finansialnya saja, akan tetapi jauh lebih penting adalah pengakuan serta prestige mendunia sebagai seorang sastrawan.

Dengan kemenangannya, Annie berhak atas medali yang terbuat dari emas 18 karat, uang senilai 10.000.000 Kronor atau setara 900.000 dolar Amerika, yang kalau dirupiahkan Rp. 13.761.630.000.

Ah..Indonesia kapan?

Diangkat dari sumber akun Fb Ewith Bahar

 


POSTING PILIHAN

Related

Utama 4520389567218705651

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item