Pribumi dalam Antologi Cerpen Kampung Kito


Nayif Akmala Syifaa*

Pada dasarnya, sebuah cerita yang diciptakan oleh pengarang itu mempunyai suatu makna dan nilai tersendiri bagi si pembaca. Seseorang membaca suatu karya sastra baik itu membaca cerpen, novel, atau puisi terkadang mempumnyai makna atau tafsiran tersendiri terhadap karya sastra itu atau bisa di katakan multitafsir. Hal ini dikarenakan oleh si pengarang itu sendiri, pengarang biasanya menulis ceritanya itu berdasarkan perasaannya dan menggunakan diksi yang terkesan jarang di mata orang awam. Oleh karena itu kadang pembaca dibuat pening oleh cerita tersebut.

Di samping itu saya menemukan hal yang hampir sama dengan pernyataan di atas, saya menemukan beberapa cerpen atau cerita pendek yang terkesan memiliki satu tafsiran atau satu makna saja, baik dibaca oleh saya sendiri maupun dibaca oleh orang lain. Saya menemukan hal tersebut dalam kumpulan cerpen yang berjudul Kampung Kito yang ditulis oleh Riskia Imaniar, dkk. Pada buku antologi cerpen ini ada 13 cerita pendek yang menurut pandangan saya secara objektif itu memuat dengan hanya satu tema saja.

 Hal ini saya peroleh pada saat saya mulai membaca beberapa karya yang menggandung tafsiran atau makna yang sama pada antologi cerpen ini. Penulis dalam karya ini menunjukan isi cerpennya melalui tema tradisi dan budaya pribumi mereka melalui diksi yang bergaya biasa-biasa saja seakan-akan pada penulis menceritakan pengalaman pribadinya di tanah pribuminya. Memang terkadang cerita pendek yang saya temukan terkadang bertema dan membahas tentang realita sosial ekonomi religi politik dan lebih banyaknya tentang percintaan.

Membaca antologi cerpen ini terasa membaca cerita rakyat yang berkesinambungan serta memiliki kesan-kesan yang sangat tradisional dari segi inti ceritanya, tetapi alur yang di kemas pada cerita pendek tersebut terbilang cukup modern dan mudah di pahami, mungkin karena pengarang pada antologi cerpen ini masih terbilang masih muda jadi diksi yang di terapkan pada cerita pendek ini terbilang mudah tercerna bagi saya. Hal yang hebat menurut saya karena pengarang mamapu mengemas ceritanya seakaan-akan pembaca di bawa ke masa lampau tapi tetap modern karena diksi tersebut yang membuat cerita itu terkesan modern.

Kesan tradisi yang sangat kental pada cerita pendek tersebut membuat saya tahu akan banyaknya tradisi pada cerita tersebut, tetapi tidak lupa pengarang tersebut juga seperti mengadopsi atau memberi bumbu pada cerita tersebut agar cerita pendek ini terkesan klasik, hal ini di buktikan pada cerita pendek pada antologi cerpen ini yang berjudul Lubang Guntur dan Kapal Belanda. Berikut kutipannya

Pada zaman dahulu lubang itu begitu besar. Bahkan, truk sekalipun bisa masuk dan ada salah satu penduduk di desa sebagin yang pernah melihat seekor naga keluar dari lubang itu, jika naga itu keluar, dari lubang langit akan mendung dan hujan gerimis yang berpetir. Biasanya itu keluar untuk mencari makanan. Dan jika naga itu masuk lubang lagi biasanya juga akan cerah kembali (hlm. 2)

Dari penggalan awal tersebut sudah bisa terlihat bahwasannya cerita pendek tersebut bisa diadopsi dari cerita pada masa lampau yang dikemas dengan cerita  pendek modern yang merupakan tradisi tanah pribumi mereka itu sendiri.  Hal yang mirip mungkin saya temukan kembali pada cerpen yang berjudul Ngeremis, tema pada cerpen ini menurut saya hampir mirip dengan cerpen sebelumnya,namun ceritanya berbeda topiknya, pada cerpen ini sama-sama membicarakan tentang mitos tradisi di suatu daerah setempat, bisa dibuktikan dengan kutipan dibawah ini

“Jangan kesana nenekku  sudah memberi pesan untuk kita agar jangan main air gelap itu” ujar Nisa.
Lalu Sifa menjawab “ah itu hanya mitos orang zaman dahulu ayo kita kesana,” ujar Sifa.
“iya itu adalah mitos orang terhadulu.” Dea menimpalnya (hlm. 7)

Kutipan tersebut sebagai bukti kuat bahwa saya sebagai pembaca menyatakan bahwa pemikiran tokoh Sifa dan Dea itu merujuk kepada kepercayaan atau tradisi yang mengaitkan hal itu dengan mitos, memang cerpen ini sangat terkesan tradisional sekali apabila kita masuk ke feeling cerita tersebut

Selain itu yang membuat menarik dari cerpen ini menurut saya, cerpen ini bukan hanya membicarakan tentang sisi fiksinya saja atau tentang mitos belaka saja, namun pada antologi cerpen ini khususnya pada cerpen bertajuk Ngeremis ini juga membahas suatu tradisi yang bisa bersifat realita atau bersumber dari kejadian nyata, hal ini bisa di kutip dari kalimat.

Setelah itu kami memutuskan untuk menyelesaikan misi kami yang kedua yaitu ‘ngeremis”. Ngeremis merupakan kegiatan yang banyak dilakukan masyarakat tertentu, terutama masyarakat Desa permis dan rajik yang termasuk salah satu desa di kecamatan simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (hlm 9)

Pada kesimpulannya beberapa cerita pendek pada antologi cerpen ini adalah cerita yang bertemakan atau cerita yang merujuk kepada tradisi setempat, memahami makna dari cerpen ini sangat mudah menurut saya sebagai penikmat karena ceritanya bisa dicerna secara efektif dengan alur yang bisa di tebak, tetapi menurut saya cerita ini juga terkesan sangat monoton karena membicarakan hal yang hampir sama.

Setelah itu Bahasa yang digunakan pada antologi cerpen ini juga mudah di mengerti dan mudah di pahami, karena penggunaan bahasa daerah pada cerpen ini juga sedikit, ini menjadi hal yang keren bagi saya karena cerpen ini diciptakan dengan rasa kearifan lokal tanpa mengubah bahasa utama itu sendiri yaitu bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia pada cerpen ini masih sangat mendominasi sehingga cerpen ini cocok dibaca oleh semua orang yang ingin tahu kearifan lokal setempat yang pada hal ini yaitu kearifan lokal pada Provinsi Bangka Belitung.

Sejatinya kita tidak boleh melupakan suatu daerah pribumi yang melahirkan kita, pernyataan ini diimplementasikan pada buku antologi cerpen Tanah Kito.

*****
Nayif Akmala Syifaa adalah seorang laki-laki kelahiran Brebes, Jawa Tengah, pada 15 Juni 2001. Ia adalah Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, sekarang ia berdomisili di desa Karangpucung RT 2 RW 3, Tambak, Banyumas, Jawa Tengah. Sejak di bangku kuliah ia suka membuat bait-bait kata, saat ini pada bangku perkuliahan, ia sudah menciptakan beberapa karya sastra atau karangan yang diciptakan untuk dinikmati sendiri. Hp 085701789299. Email nayifakmala94@gmail.com, Instagram: akmalasy_, serta No Rek. 669501031169537.





POSTING PILIHAN

Related

Utama 4166251422149136870

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item