Apakah Hidup Anda Cukup Bermakna?


Satria Dharma

Setiap hari saya bangun dan bertanya pada diri saya apakah hidup saya cukup bermakna. Mengapa? Karena saya YAKIN bahwa Tuhan menghidupkan saya dengan tujuan yang juga saya yakini yaitu agar hidup saya punya makna. Kalau ternyata hidup saya, hari-hari yang saya lalui, tidak cukup bermakna maka itu jelas sebuah kesalahan dalam hidup saya. Tuhan tidaklah menciptakan saya tanpa tujuan atau sekedar iseng. “Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu hanya main-main (tanpa ada maksud), kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”(QS. Al-Mukminun ayat 115). Tujuan Allah menciptakan saya adalah agar saya memberi makna pada hidup saya. “Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat ayat 56). Memberi makna pada hidup saya adalah IBADAH sebagaimana yang diinginkan oleh Tuhan pada saya.

Jadi saya selalu bangun dengan sebuah kesadaran untuk memberi makna pada hidup saya. Cara memberi makna pada hidup saya adalah dengan menciptakan dan membangun manfaat, baik itu bagi diri saya mau pun bagi alam semesta. Jika saya melakukan sesuatu yang tidak memberi manfaat baik bagi diri saya mau pun bagi orang lain dan lingkungan maka itu berarti saya telah mengkhianati tujuan dari penciptaan saya ke bumi ini. “Saya diciptakan untuk memberi manfaat bagi diri saya dan alam semesta,” demikian saya selalu mensugesti diri saya agar saya selalu ingat dan sadar pada visi dan misi hidup saya.   

Tentu saja saya juga masih melakukan hal-hal bodoh, zalim, dan kufur nikmat. It’s in the gene.  Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa manusia itu zalim dan kufur nikmat. Makanya manusia itu sering melakukan hal-hal yang merugikan dirinya. Dalam hal semacam ini maka saya selalu berdialog dengan diri saya dan bertanya, “Mengapa kamu lakukan hal ini padahal kamu tahu bahwa itu tidak benar dan tidak sesuai dengan visi dan misi hidupmu?” Maka ego dan nafsu saya akan membantah hati kecil saya dan mengatakan, “Karena kita adalah manusia biasa yang tidak lepas dari nafsu dan keinginan. We’re not angel. Are you…?! Sometimes we’re also evil. Aren’t we…?!” Maka sibuklah diri saya saling bantah membantah.  

Kebanyakan kesadaran diri saya akan menang dan saya akan menyesali perbuatan buruk yang saya lakukan. Ego dan nafsu buruk akan bersembunyi. Sementara. Setelah itu mereka akan bangkit lagi dan menggoda saya untuk melakukan hal buruk lagi. Dan kesadaran diri saya akan muncul untuk memeranginya lagi. Begitu terus menerus. Setiap hari.  

Apakah ini berarti saya setiap hari melakukan hal-hal buruk dan tercela. Tidak juga. Pertempuran dalam jiwa saya tersebut hampir seluruhnya terjadi dalam pikiran saya saja. Jadi kebaikan dan keburukan itu setiap saat berperang dalam benak saya saja. Hal buruk akan menang dan terjadi HANYA JIKA kesempatan untuk melakukan itu terbuka lebar dan tidak ada yang menghalangi saya untuk melakukannya. Kadang ‘the evil in me’ mendapatkan kesempatan secara nyata untuk melaksanakan apa yang selama ini muncul di benak saya.  

Begitu juga dengan hal-hal baik yang muncul dalam pikiran saya. Sebagai contoh, jika saya akan mendapat rejeki berlebih (Alhamdulillah selalu berlebih) maka saya menetapkan dalam diri saya untuk berbagi. Dengan berbagi maka saya merasa diri saya bermakna bagi orang lain. Tapi apakah ‘the evil in me’ rela? Tentu tidak.  Dia akan terus menerus membuat saya berpikir ulang mengapa saya harus berbagi. Dia akan terus menerus memberi alternatif apa yang sebaiknya saya lakukan dengan kelebihan rejeki tersebut instead of sharing it with others. 

Dia akan terus menerus memberi saya saran untuk menyimpannya untuk digunakan di saat-saat saya dan keluarga saya sendiri memerlukannya. Hidup ini keras dan kejam, bro.  Kita tidak bisa selalu yakin bahwa rejeki berlebih akan selalu ada. Ada saat-saat ketika we’re in need dan kita butuh cadangan. Lalu ‘the angel in me’ akan berkata bahwa jangan pernah ragu pada kasih sayang Tuhan. Tuhan akan selalu memberikan rejeki berlebih seperti yang selama ini terjadi. Apa yang kamu kuatirkan, bro?   

Apa yang saya lakukan jika kedua pikiran ini bertarung dalam diri saya? Saya mendamaikan mereka. Keduanya saya dengarkan dan saya ikuti sesuai dengan nalar saya. Jadi saya tetap berbagi tapi saya juga mencadangkan untuk masa-masa tak terduga. Both are satisfied.  Dengan demikian saya tidak terlalu lelah mengikuti pertempuran mereka berdua.  

Sekian dulu. Ini dalam rangka berlatih untuk terus menulis sebagai salah satu upaya untuk menjadikan hidup saya bermakna.   

Surabaya, 13 Juli 2021

Sumber: akun FB Satria Dharma

POSTING PILIHAN

Related

Utama 7190144295493845386

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item