Lingkungan Berpengaruh Psiko-sosial bagi Perkembangan Anak


Maimun Main

Dalam sebuah teori disebutkan bahwa perkembangan anak selain karena di pengaruhi oleh faktor genetik, juga ikut menyumbang adalah faktor lingkungan yang tidak lepas dari pengaruh faktor psiko-sosial.

Seandainya, kami hidup dilingkungan yg notabene bule akankah destinasi Mangrove tetap akan kami kunjungi? Jika misalnya diantara kami ada yg blasteran masihkah destinasi ini bakal menjadi pilihan destinasi yg menarik untuk dinikmati?

Bagaimana jika misalnya interaksi kami bukan dg masyarakat yg notabene petani tetapi dg konglomerat, masihkah ada daya tariknya destinasi Mangrove di benak kami? Andai kami bukan santri, mungkinkah kami akan memiliki penilaian yg sama dg hari ini bahwa Mangrove merupakan tempat destinasi yg recommended?

Bagaimana jika kami tinggal dan besar di kawasan yg penduduknya tidak mau dg shalawat Barzanji, Tahlilan dan Qunut akankah destingtif NU itu bakal ikut mempengaruhi selera kami berpelesiran? Mungkinkah Mangrove masih terbilang destinasi yg menarik jika kami di didik oleh guru yg memiliki paham liberalisme?

Seberapa pengaruh paham Komunisme terhadap up grade selera penganutnya dlm konteks berpelesiran? Adakah korelasi yg pasti bahwa kapitalisme juga ikut menyumbangkan bagi penganutnya dlm aspek mencari obyek wisata? Bagaimana dg selera orang Atheis di dalam berwisata, adakah perbedaan yg mencolok dg yg Theisme?

Pertanyaan sadis lainnya, Mana lebih up date selera orang politeisme dg monoteisme dlm konteks berpelesiran? Benarkah bahwa dikotomi pendidikan (output pendidikan umum dan agama) bakal memiliki selera yg berbeda dlm hal memilih tempat wisata?

Bagaimana dg selera destinasi orang dg kategori religius? Akankah selera destinasinya juga ikut destinasi yg bernash? Dan adakah tempat wisata yg mengakomodir spirit "realigi"?

Atau jangan2 aspek etnis juga ikut mendominasi pilihan dan selera orang dlm berpelesiran. Dan jika hal itu benar, maka pihak pengelola tempat wisata sebelum membangun usaha wahananya pasti ada asas rasisnya. Meskipun hal itu tdk mungkin di blow up ke publik. Ngeri juga Ngadengarnya!

Bagaimana dengan selera baca seseorang, apakah juga ikut mendeterminasi dalam selera destinasi sang empunya? Karena setiap genre literatur memiliki khas tersendiri dan memiliki fans masing-masing. Apakah selera orang yg suka baca buku filsafat akan sama selera berpelesirannya dengan yang suka baca kitab fathul izar? Bagaimana dengan yg suka tasawwuf falsafi adakah kesamaannya dengan penyuka Fathul Bari?

Di pojok yang lain terdengar pertanyaan, bagaimana dengan pengikut mazhab Teori Common Link-nya G.H.A. Juynboll apakah akan bergandengan tangan dengan fans fanatik Teologi Negatif-nya Ibn 'Arabi di pintu masuk tempat wisata?

Adakah kesamaan angle foto bagi kaum kiri dengan kaum kanan ketika mau dibidik kamera di spot foto wisata? Bagaimana dg pemilik paradigma progresif dan konservatif, apakah akan sama selera keduanya dalam memilih tempat wisata?

Tapi yg jelas dr itu semua menurut hemat kami adalah seberapa tebal isi kantong kita. Semakin tebal isi kantong, maka selera destinasi juga akan semakin tinggi. Jadi selera pasti tidak akan berjudi dg isi kantong saku.

Ada hubungan simbiosis mutualis antara isi saku dg "nominal" destinasi. Jika lepas kontrol dr segmen ini, pasti bakal jd satpam di pintu masuk. Hi..!!

Ibarat kita mau membeli barang, anggap saja air mineral, kita harus tahu dulu harga HET-nya berapa. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan ketika sudah sampai di depan kasir.





POSTING PILIHAN

Related

Utama 1434070739304891032

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item