Merekontruksi Paradigma Santri sebagai Insan Pelopor dan Penggerak di Tengah Cengkeraman Digitalisasi

Oleh: Hanafi

Santri adalah sekelompok orang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan “Ulama”. Santri adalah siswa atau mahasiswa yang dididik dan menjadi pengikut dan pelanjut perjuangan ulama yang setia. Di tengah tantangan global dewasa ini santri hadir sebagai implementasi terhadap umat dan bangsa sebagaimana ajaran Islam yang rahmatan lill ‘alamin, yaitu Islam yang wasatiyah dan Islam yang Ahlusunnah wal Jamaah.

Hal ini dilakukan sebagaimana mewujudkan esensi dan eksitensi santri sebagai insan pelopor yang bernafaskan Islam. Pesantren yang ada di Indonesia secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu salafiyah atau tradisional dan halafiyah atau modern. Kedua-duanya memiliki perbedaan dan persamaan masing-masing. Ke dua duanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.

Namun pensantren salafiyah atau tradisional dan halafiyah atau modern memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Jika pesantren salafiyah adalah sebutan bagi pondok pesantren yang hanya mengkaji kitab-kitab kuning. Pesantren salafiyah identik dengan pesantren tradisional (klasik) yang berbeda dengan pesantren halafiyah atau modern dalam segi metode dan infastrukturnya.

Sementara pesantren khalafiyah atau modern merupakan pengembangan dari pesantren salafiyah dimana di dalamnya dikorelasikan dengan kemajuan zaman seperti sekarang ini. Artinya, jelas kedua-duanya pesantren salafiyah dan khalafiyah memiliki perbedaan yang mendasar, jika pesantren salafiyah hanya berfokus terhadap pengembangakan kajian kitab-kitab kuning sementara pesantren khalafiyah mengkombinasikan antara kajian-kajian kitab kuning dan ilmu sains pada umumnya.

Sementara persamaan dari keduanya adalah sama sama mengakaji kitab kuning atau ilmu agama. Tentunya santri memang sangat diharapkan mampu menjadi tinta emas bagi kemajuan bangsa dan agama. Apabila menelisik sejarah santri ke belakang sebelum kemerdekaan, peran santri sudah menjadi lukisan sejarah yang tidak dapat dipisahkan untuk bangsa Indonesia.

Terlebih di zaman memasuki ke abad 21 dimana arus globalisasi memberikan dampak signifikan terhadap perubahan sendi dari berbagai lini. Untuk itulah santri dituntut mampu beradaptasi dengan pola perkembangan yang semakin pesat. Dan istilah pesantren khalfiyah atau modern sangat berirama dengan adaptasi zaman abad 21 dimana santri tidak hanya mampu menguasai dalam ranah ilmu agama  melainkan mampu menjadi aktor-aktor kemajuan Islam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hal ini akan mampu diperoleh apabila menguasai segala perubahan perkembangan zaman di dalamnya yang dapat dikorelasikan antara ilmu agama dan iptek untuk kemajuan bangsa dan agama islam.

Merefleksi terhadap kejayaan-kejayaan pada masa emas-emas islam pada abad-abad yang lalu (750 M- 1258 M) adalah ketika para filsuf, ilmuan, dan insinyur dari dunia islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan tekhnologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.

Diantara pencapaian para ilmuan pada periode ini antara lain perkembangan trigonometri ke dalam bentuk moderennya, kemajuan pada bidang optik, kemajuan di bidang astronomi, yang tokoh-tokoh didalamnya seperti Al-Biruni, Ibnu Al-Haitham, Al-Farghani, dan masih banyak lagi menjadi inpirasi buat santri pada generasi di abad 21. Termasuk peran santri pra kemerdekaan Indonesia tidak akan terlepas dalam buku sejarah Indonesia.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Pangeran Dipenogoro yang notabenya berasal dari kaum santri, berani memandu perang melawan imperialis Belanda. Tentunya paradigma santri yang berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Hadist menjadi landasan moral untuk bergerak dalam bentuk implementasi keummatan dan kebangsaan.

Dalam menjawab arus perkembangan zaman di tengah cengkeraman digital saat ini yang jelas paradigma santri dalam penguasaan ilmu agama dan iptek menjadi power penting yang harus dimiliki dalam menjawab tantangan zaman di dalamnya. Karena pengaruh akibat perkembangan zaman yang menghasilkan produk seperti tekhnologi, kebudayaan, hingga bergesernya sendi-sendi kehidupan dalam segala aspek menuntut santri untuk matang secara intelektual, keterampilan dan karakter untuk menyongsong di kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

Makanya tidak menjadi berlebihan apabila ada rekontruksi dalam mereflek sejauh mana peran santri hari ini untuk menghasilkan paradigma konsep dalam berfikir dan implementasi. Kehidupan dari berbagai aspek dengan dinamika berbagai problem di dalamnya tentu sangat membutuhkan kontribusi santri yang pro aktif sebagai insan pelopor perkembangan zaman.

Kemampuan segudang ilmu baik agama dan iptek akan menjadi nilai power untuk menjawab persoalan hidup. Berbicara karakter yang kental dengan didikan hidup dalam pengabdian yang tulus dan ikhlas, tentunya santri tidak diragukan lagi.

Kehidupan santri yang juga kental dengan pola hidup istiqomah dalam mencari ilmu hingga menjalankan Sunnah-Sunnah Nabi sudah menjadi konstruk kebiasaan di pesantren sehingga karakter yang kuat pasti dimiliki oleh santri. Hal tersebutlah yang menjadi pondasi kuat dalam memiliki peran yang sangat penting dalam membangun insan yang tidak hanya maju dalam ilmu iptek namun mampu membangun masyarakat yang memiliki nilai budi pekerti yang terintegritasi dalam akhlak yang mulia sesuai syariat Islam.

Model pendidikan santri sudah beralih atas tranformasi yang mengkombinasikan ilmu agama dengan digital. Tinggal bagaimana kemudian merevitalisasi hingga merekontruksi dengan melakukan pembenahan-pembenahan di dalamnya. Paradigma santri yang sistemik turut atas Al-Qur’an dan Hadist di era globalisasi harus menjadi nafas perjuangan. Penguasaan iptek tanpa dilandasi dengan ilmu agama maka tentu akan menjadi potensi yang menyimpang dan rawan disalahgunkan oleh manusia.

Maka perlu penguasaan iptek diimbangi dengan dasar ilmu agama yang bersumber terhadap Al-Qur’an dan Hadist sebagai landasan implementasi. Laju kompetisi yang sangat cepat dan kompetisi yang ketat menjadi tantangan sendiri bagi santri dan pesantren.

Menjadi santri bukan berarti menjauhkan diri dari perkembangan zaman. Justru santri harus produktif dalam mengahdapi tantangan zaman. Karena santri sebagai insan pelopor sangat diharapkan kontribusi yang nyata oleh masyarakat. Peran santri dimulai dalam menciptakan produktifitas spiritual terhadap dirinya sangat dibutuhkan untuk menghasilkan energi positif.

Produktifitas spiritual adalah berhubungan dengan dimensi vertikal seperti menjaga ketaatan dalam ibadah shalat, zakat, puasa, dan lainnya. Karena hal ini akan memberikan implikasi terhadap rasa sosial santri secara kolektif.  Selain itu, penguasaan ilmu agama yang dipadukan dengan ilmu umum seperti sains dan iptek menjadi suatu keniscayaan yang harus dimiliki oleh santri.

Santri sebagai insan pelopor perlu membaca realitas dinamika perubahan akibat digitalisasi yang memberikan efek yang besar dalam mempengaruhi moral masyarakat menjadi hal penting bagi santri untuk tetap berdakwah yang berkemajuan dengan nilai-nilai Islam.

Terlebih pula selain dampak dari digital, Isu-isu aktual yang hari ini muncul terutama narasi yang dihubungkan dengan keagamaan garis-garis tentu, katakanlah ekstremisme, radikal, dan lain-lain sangat dibutuhkan kepekaan oleh santri sebagai pencerah yang moderat untuk agama dan bangsa, karena santri berperan ke segala dimensi kehidupan.

Hanafi, mahasiswa IAIN Madura, Jurusan : Tadris IPS
 



POSTING PILIHAN

Related

Utama 5840425380422444971

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item