Dawuh Sayyidina Ali Untuk Para Pemuda.

Para mahsiswa IAIN Madura, sebagai pemuda harapan masa depan

 Oleh: Maimun Main

لَيْسَ الْفَتىَ مَنْ يَقُوْلُ كَانَ أَِبيْ، وَلـٰكِنَّ الْفَتىَ مَنْ يَقُوْلُ هٰـأَنَاذَا

Pemuda itu bukanlah yang bangga dengan apa yang dimiliki oleh orang tuanya. Tapi justru ia bangga dengan apa yang dimiliki oleh dirinya. Bukan pemuda yang jumawa dengan prestasi orang tuanya. Tapi pemuda adalah yang menunjukkan pada dunia inilah prestasi saya. Bukan pemuda yang suka memamerkan status orang tuanya. Justru pemuda adalah yang bisa meraih sendiri prestise dirinya.

Kami bangga pada kalian yang berjuang demi masa depan kalian. Kalian patut dikatakan pemuda. Kalian belajar dengan sungguh-sungguh. Dengan itu kalian menyadari bahwa kalian bukan tipikal pemuda yang hanya ingin bermodalkan "prestise" orang tua kalian untuk diakui "siapa" diri kalian dimata orang lain.

Kalian pemuda yang sejati. Pemuda yang mau berbakti. Pemuda yang mengejar prestasi. Pemuda yang bakal mengabdi pada negeri. Pemuda yang layak di apresiasi. Pemuda yang bakal bersimpati dan berempati pada ibu Pertiwi. Pemuda harapan nabi.

Disaat para pemuda yang lain membusungkan dada karena status sosial orang tuanya yang terpandang. Kalian justru berbalik arah, berjuang di garda terdepan untuk mengangkat derajat orang tua kalian, guru dan lembaga pendidikan tercinta dengan prestasi yang membanggakan.

Mana lebih bergengsi jadi anaknya bupati dengan jadi bupati? Mana lebih terhormat jadi anaknya kiai dengan jadi kiai? Mana lebih membanggakan jadi keturunan konglomerat dengan jadi konglomerat? Mana lebih berwibawa jadi anaknya hakim dengan jadi hakim? Mana lebih "prestise" jadi anaknya artis dengan jadi artis? Mana lebih menakutkan jadi anaknya Begal dengan jadi Begal?

Kalau ada dua bakal calon menantu. Yang satu anaknya menteri dan yang satunya lagi seorang menteri. Maka jika hitung-hitungannya adalah jabatan, uang, materi dan gengsi tentu pilihannya adalah jatuh kepada menteri. Analogi yang lain. Kalian mau duduk di kementerian. Mau jadi pejabat di sana. Ada dua pilihan untuk melakukan "negosiasi" dan "koneksi". Satu melalui anak presiden, yang satunya lagi langsung kepada presiden. Menurut logika sederhana saja, yang bakal "goal" pasti yang langsung ke presiden.

Anak bupati belum tentu seperti ayahnya yaitu jadi bupati. Bisa saja ia hanya jadi "driver" / sopir keluarga. Mau diajak berbicara kebijakan dalam memajukan daerah Nol Besar. Mau di angkat jadi pejabat ogah, karena memang tdk memiliki kompetensi akademik sama sekali. Mau dijadikan staf khusus di pemerintahan apalagi. Layaknya ia jadi tukang sampah di rumah dinas ayahnya.

Anaknya kepala sekolah belum tentu diangkat sebagai kepala sekolah. Kenapa? Karena kealiman dirinya tidak seperempat kealiman orang tuanya. Di suruh ngajar siswa tidak bisa. Mau diangkat kepala sekolah tidak memiliki sense of managerial yang baik. Mau di jadikan TU minim ilmu ke-administrasian. Di suruh buat surat delegasi justru buat surat izin sakit. Akhirnya kalau tetap lembaga di pasrahkan ke "putra mahkota" yang seperti itu bisa hancur tu lembaga dalam satu hari. Perjuangan aba dan umminya bisa luluh lantak dalam hitungan menit. Hasil "petapaan" muassis akan ludes tanpa bekas jika kepemimpinan terpaksa di berikan kepada tipikal "putra kerajaan" yang malas ngaji dan mengkaji.

Maka untuk memutus mata rantai "parasit" ke-Aku-an melalui jalur "kenasaban" kalian harus bisa mengatakan "ha ana dza" inilah aku. Ini prestasi ku. Ini dedikasiku pada ayah dan ibu. Ini sumbangsihku untuk ibu Pertiwi. Ini hasil perjuanganku untuk kalian guru-guruku. Ini empatiku teman-teman seperjuanganku.

Anak pemilik "pamor" belum tentu ber-pamor. Nasab sama belum tentu nasib juga sama. Maka kalian dengan prestasi itu sudah cukup syarat untuk mengangkat pamor kedua orang tua lalin, guru-guru kalian, Madrasah tercinta kalian, bahkan teman karib kalian juga akan ikut harum namanya di belantara Nusantara.

Tularkan energi "ha ana dza" itu pada teman-teman kelas kalian, pada adik-adik kalian bahkan para senior kalian akan jua belajar pada apa yang telah kalian torehkan. Kalian bakal menjadi "oase" ditengah fenomena dekadensi moral para remaja saat ini. Kalian akan menjadi "uswah" yang patut tuk ditiru ditengah kepungan media sosial yang "malnutrisi". Kalian akan jadi "tauladan" untuk mencapai garis finis "Nubuwah" yaitu generasi Qur'ani.

Siti Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah. Apa jawab istri tercinta Rasulullah. Jawabnya:

كان خلقه القران

Akhlak Rasulullah itu adalah alQuran. Kini kalian sudah memasuki pintu itu. Kalian menjadi pecinta alQuran. Menjadi ahli alQuran melalui usaha menghafalnya. Semoga kalian bisa hafal sampai 30 juz. Aamiin ya rabbal alamin...!!

Jangan pernah patah semangat. Pompa spirit belajar dan menghafal kalian. Sebab ilmu itu tidak bisa di capai dengan cara nasab. Tapi harus dengan cara muthalaah. Jika kalian sudah berilmu maka janji Allah telah menunggu kalian. Allah Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Iman dan ilmu yang akan mengangkat derajat seseorang. Bukan iman dan harta. Bukan iman dan wanita atau pria. Bukan iman dan tahta. Tapi iman dan ilmu yang bisa mendapatkan derajat yang tinggi. Dengan ilmu, wanita atau pria, harta dan tahta akan didapat dengan mudah.

Pesan syekh imam Azzarnuji dlm karya monumental beliau, Ta'limul mutaallim, diantara syarat menuntut ilmu adalah "thuluzzaman". Panjang waktunya. Butuh proses. Tidak instan. Tidak langsung jadi. Butuh usaha yang lama. Oleh karena itu kalian jangan pernah ada kata mau mundur ditengah jalan. Teruslah berproses dan berproses. Ibarat ulat. Ulat yang tidak siap bertapa, maka ia akan tetap dihina dan satupun manusia menyukainya. Tapi ketika ia sudah punya tekad yang bulat untuk "uzlah" dr keramaian lalu bertapa. Akhirnya di puncak "maha karya"nya ia disukai oleh banyak orang. Banyak orang ngefans kepadanya. Bahkan rumah yang dimasuki oleh kupu-kupu sebagai isyarat keberuntungan. Siapakah ia dulu? Ia ulat yang dihina dan diinjak-injak. Kini ia tersanjung dan tersayang.

Uzlah ulat dengan bertapa, sedangkan uzlah kalian dengan menghafal. Tinggalkan keramaian dunia maya yang lagi ngetrend saat ini. Jangan dengarkan celotehan orang lain, karena mungkin kalian masih gaptek (gagap teknologi), ketinggalan zaman, akan digilas oleh digitalisasi, akan terisolir oleh lingkungan "medsodiyah" dan stigmatisasi yang lain. Karena itu semua hanya "entertainment" yang justru bisa membawa kemudharatan bagi penggunanya jika tanpa ilmu.

Kalian tahu Gus Dur? Beliau sosok yang luar biasa. Tak ada yang meragukan kealiman dan kewaliannya. Bahkan beliau diklaim "melampaui" zamannya. Kalian jadilah generasi yang bisa melampaui zaman kalian. Ibarat gerbong kereta api, Gus Dur itu sudah tipe super sonix. Maka terkadang pemikiran dan ijtihad-ijtihad beliau masih belum bisa di fahami secara holistik dan benar. Sebab sang mufassir masih dibawah kualitas beliau.

Yang paling kami khawatirkan adalah budaya patriarki kita. Kalian bertiga seorang wanita. Yang terkadang di cemooh dan disepelekan di lingkungan sekitar. Kalam patriarkis yang populer di masyrakat kita adalah: mun ni'bini' teka'ah pènter pakkun buruh ka dapor." Secerdas apapun seorang wanita ia pasti berlabuh ke dunia "master chef". Dunia menanak nasi. Dunia memasak bayam. Dunia menggoreng ikan. Dunia mengulek rujak. Dunia pete, jengkol, bubur dll.

Sumbat telinga kalian dr kalam destruktif akademik itu. Teruslah maju dan kepalkan tangan kedepan, bahwa kalian akan menjadi genarasi Qurani. Generasi Siti Khadijah dan Genarasi Siti Aisyah milenial.

شبان اليوم رجال الغد

Kini kalian masih lugu, tapi esok kalian akan jadi ratu. Hari ini kalian masih harus mengaji, tapi esok kalian akan menjadi ahli. Saat ini kalian masih fase bermimpi, tapi esok kalian yang akan jadi pemimpin. Hari ini kalian masih duduk di bangku sekolah, tapi esok kalian yang akan duduk di kursi kekuasaan.

Sekarang kalian masih fase "qala". Fase masih menghafal dan mencatat pendapat para ulama, hadist dan ijtihad para mujtahid. Tapi pada masa berikutnya kalian akan sampai pada fase "qultu". Di fase ini kalian telah sampai level berpendapat menurut pemahaman kalian. Kalian akan jadi rujukan masyakat sekitar. Kalian akan di akui sebagai alquran yang berjalan. Kalian akan dimintai pendapat mengenai persoalan yang "musykil" di masyarakat. Kata orang Madura: munca'an kiai Fulan hukum perkara ini adalah haram. Kata "ca'an" disini bukti konkrit bahwa kalian sudah difase "qultu".

Semoga virus "Ha ana dza" kalian bisa menular ke teman-teman kalian. Sampaikan pada teman-teman kalian bahwa "kana abi" adalah virus corona yang harus dibasmi. Virus "kana abi" vaksinnya hanya dengan cara study hard. Belajar yang rajin. Cintai ilmu pada level cinta "love is blind". Cinta itu buta. Ketika kalian sudah jatuh cinta sama ilmu. Maka tak ada yang lebih spesial dr pada ilmu. Ilmu akan menjadi prioritas. Karena yang di cinta akan selalu di nomor satu-kan. Lawan jenis yang datang dengan segudang kata-kata berbusa akan ditendang sebelum bibirnya mentasbihkan kalam romantiknya. Karena hati sudah kadung mencintai ilmu. Jadi tak ada celah untuk ditempati laki-laki kecuali kelak sudah sampai pada waktunya.

Kalian memantik ghiroh baru dan mampu menggugah semangat teman-teman kalian untuk sama dengan seperti kalian. Hal ini akan mengubah lanskap wajah pendidikan Madura secara garis besar dan wabil khusus lembaga tercinta kita. Ar-Arrahmah.



POSTING PILIHAN

Related

Utama 712202527913597888

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item