Kembalikan Marwah Sastra di Tengah Masyarakat
![]() |
Raedu Basha saat memaparkan pemikirannya |
Bincang kreatif bersama Raedu Basha dengan mengambil topik “Sastra dan Dunia Kepenulisan” yang dilaksanakan oleh Komunitas Presentasi dan Apresiasi – Komparasi – Rumah Literasi Sumenep (Rulis) berlangsung semangat dalam membangun wacana baru dalam kehidupan sastra dan dunia kepenulisan di Sumenep.
Sumenep, yang selama ini menjadi barometer kehidupan sastra di tanah air, selama hampir satu tahun hampir tidak aktivitas lantaran pendemi Covid 19. Namun pada Sabtu pagi, (17/10/20) di Pendopo Atas Taman Pajagalan Sumenep, sastra dan dunia kepenulisan serasa dihangatkan kembali.
Badrus Shaleh yang mempunyai nama pena Raedu Basha sastrawan kelahiran Sumenep ini sempat menjadi pemantik pembincangan sastra yang kemudian banyak mendapat respon dari peserta.
Raedu yang baru saja mendapatkan Anugerah Sutasoma 2020, dari Balai Bahasa Jawa Timur banyak berkisah sekitar proses kreatifnya serta menjelaskan bangunan sastra yang telah terbentuk di tengah masyarakat.
“Sekarang ini sulit membedakan antara karya sastra dengan non sastra, sebab dalam kajian ilmiah, sastra justru masuk ilmiah, sebagaimana telah dilakukan pada sastra-satra di pesantren sejak awal dulu,” kata penulis yang telah menerbitkan buku riset kebudayaan Sastrawan Santri: Studi Etnografis Sastra
Dari beberapa persoalan yang ia bahas, tampaknya saat ini bagiamana usaha mesyarakat mengembalikan marwah sastra dekat kembali dengan masyarakat. “Mengembalikan pesona sastra agar sastra tidak berjarak dengan manusia, karena sastra sendiri lebih banyak berbicara tentang kemanusiaan,” ungkapnya.
Bincang kreatif yang diikuti lebih 50 peserta dari berbagai kalangan ini, setidaknya telah menjadi sedikit jawaban dari sekian banyak pertanyaan tentang sastra dalamkehidupan kemanusiaan.
Dalam kesempatan yang sama, Yulianti sebagai penanggung jawab gerakan Komparasi menjelaskan, dialog ini akan terus berlanjut pada waktu beikutnya dengan pembicara yang beda. (rulis)