Senja itu Pasti Kembali




Cerpen: Siti Nurfaizah
 
Menikmati desiran ombak biru, hulu hilir angin sepoi-sepoi melintas, kurasakan nikmat agung Tuhan yang begitu indah.

Tanpa sengaja ku termenung sejenak, menikmati indahnya Kebesaran Tuhan yang Agung, dan tiba-tiba terbesit dalam hatiku “Akankah senja itu menghilang?” desir hatiku pada Sang Semesta, sedikit hati ini memberontak  “tidak. senja itu tidak akan pernah pergi apalagi menghilang” desir hatiku kembali terucap, dengan mimik wajah yang sedikit menciut.
 
Saat ku termenung ku mendongakkan wajah kearah timur dan ternyata senja itu ada, ia tak pergi, ia menepati janjinya pada Sang Semesta, sesaat itu hatikupun mulai tersenyum kembali.
 
Disaat itu, ku kembali menikmati hempasan ombak yang membasahi pasir hitam disekelilingku, ku termenung kembali diatas potongan kayu, seraya berkata  “Tuhan terima kasih, Engkau hadirkan kembali senjaku dan semoga ini yang terbaik dari-Mu” gumam bibirku sambil menengadahkan tangan. Setelah ku berdoa’a,  kulihat bayangan hitam di depanku. Dalam diamku bertanya-tanya tentang bayangan hitam itu “Siapakah dia?” Gumam hatiku dengan penuh rasa curiga, aku pun terdiam tak berani menoleh sedikitpun. Bayangan itu semakin mendekat, mendekat dan mendekat, hatiku terus bertanya-tanya “Siapakah Dia?” desir hatiku pada bayangan hitam itu.
 
Semakin mendekat bayangan itu mulai nampak, ia sosok laki-laki bertubuh tinggi, kekar, ia memakai baju koko hitam dan sarung hijau terpasang rapi diperutnya, ia duduk diatas pasir, seraya berkata “Senja itu takkan pernah hilang, ia akan selalu ada menghiasi dunia” ucapnya padaku.

“Eh........ mengapa ia tahu, jika senja itu takkan pernah menghilang?” Gumam hatiku, dengan rasa heran.

 Aku mulai penasaran dengan wajah pemuda itu, dengan penuh rasa tekad ku memberanikan diri untuk melihatnya. Pemuda itu tersenyum kepada sang senja, aku mulai tercengang “ada apa dengan pemuda ini? ia tersenyum sendiri dengan senja itu” gumam hatiku tentangnya.

“Hemmmmmm...... sungguh aneh orang itu” desus bibirku padanya.

Tanpa ku ketahui ia melangkah ke depan dengan mebawa tongkat kecil, entah ulah aneh apalagi yang ingin lakukan.

Ternyat, ia mengukir tulisan di atas pasir yang menghampar luas dihadapannya.

Akupun berdiri melihatnya dari kejauhan, fikirku  “apa yang ia ukir diatas pasir itu” ucapku pelan. Aku mulai penasaran.

Hemmmm.......

Beberapa saat kemudian ia membalikkan tubuhnya dan memanggilku “heyyyy.... wanita kerdil, kemarilah jangan pernah menyendiri itu tak baik, bukankah engkau kesini ingin bertemu dengan senja itu? bukan untuk merenung yang tak jelas kan? ” ujarnya sambil menunjukkan tangannya yang mengarah pada senja itu. “ kurang ajar sekali kau, memanggilku kerdil mentang-mentang kau tinggi” ujarku kepadanya dengan hati kesal, “  kau sok tau, terserah akulah mau gini gitu itu hidupku apa hubungannya dengan kamu” ujarku kembali dengan nada sangat kesal, walaupun dengan berat hati, pada akhirnya kulangkahkan kaki menghampiri pemuda aneh itu. 

Aku pun semakin dekat dengannya, dan ternyata, ia mengukir nama “SENJA” diatas pasir hitam itu. “ia mengukir nama Senja, siapakah Senja yang ia maksud” desir hatiku dengan penuh rasa aneh. “hemmmmm biarlah ku tak mau urus pemuda aneh itu, kurang kerjaan banget” ucapku dengan pelan.

“Aku bukan sok tahu, tapi aku sekedar bertanya padamu” jawabnya dengan kata halus dan lembut.

 “Oh tanya?” ucapku padanya, “yaaaa..... aku ingin bertemu dengan senja itu, karena kufikir senja itu takkan pernah ada dalam hidupku” jawabku sambil berjalan mendekatinya, “ tak mungkin senja itu pergi dan menghilang, karena dia adalah awal dari sebuah hari, bukan akhir dari sebuah kisah cinta majnun dan laila” ucapnya sambil menoleh dan tersenyum padaku. Akupun sedikit menyrumingahkan wajahku padanya.

.............................
  
Dalam diam ku termenung memahami maksud pemuda itu, Hemmmmm...... akupun mulai paham bahwa senja itu akan selalu ada, karena dia telah berjanji pada Sang Semesta bahwa ia tak akan pernah pergi dan menghilang sama seperti sinar mentari yang akan selalu ada untuk dunia. Aku pun mulai paham.
 
Hempasan ombak menghambar daratan dan membasahi pasir-pasir hitam disekelilingnya, tiba-tiba ada seorang wanita memanggilku dari kejauhan, dialah wanita tangguhku “Nak segeralah pulang, ayah mencarimu” ujarnya padaku sambil melambaikan tangan, “iya ibu aku akan segera pulang” ucapku dengan santun. Wanita itu pun mulai menghilang dari pandanganku.

 Sesaat setelah itu, aku pamit pada pemuda itu “aku pamit pulang dulu yaa, ayah  mencariku” ujarku padanya dengan bibir sedikit mringis padanya, ia pun membalasnya dengan senyuman manis “iyaaa” ucapnya padaku 

“Oh iya.... jangan pernah memikirkan bahwa senja itu akan pergi ataupun menghilang” kata pemuda itu padaku. Aku pun menoleh padanya dengan menganggukkan kepalaku, aku mengiyakan ucapnya.
 
Aku berbalik arah dan melangkah kaki untuk segera pulang, karena ayah telah mencariku, karena aku lupa berpamitan padanya.

Kata lupa itulah salah satu karakterku yang sangat sulit untuk diubah. Hemmmm...... dasar anak pelupa. Akupun mulai mempercepat langkah kakiku agar ayah tak mengkhawatirkanku.
 
******

Siti Nurfaizah, tempat tinggal Desa Kedungrejo, Kec. Rowokangkung, Lumajang, kini aktif sebegai mahasiswa dan belajar di Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan, Semester III Intensif Prodi Trabiyah (Pendidikan Bahasa Arab)
                 

POSTING PILIHAN

Related

Utama 8991958516908667054

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item