Sajak-sajak Ani Ramdlaniyah
http://www.rumahliterasisumenep.org/2020/09/sajak-sajak-ani-ramdlaniyah.html
Ani Ramdlaniyah, sehari-hari dipanggil Ani ini lahir di Sumenep,
28 Agustus 1977. Putri pasangan Abdul Karim dan Masyatin ini, kini sekarang berprofesi sebagai guru. Pendidikan yang telah ditempuhnya
setamat TMal Al-Amien, ia melanjutkan pendidikan di PBSI STKIP PGRI
Sumenep (S1) dan PBSI Universitas Muhammadiyah Sumenep (S2). Perempuan
ini sekarang berdomisili di jl. Asta Tinggi 17b, Kebonagung, Sumenep,
dengan alamat email: ramdlaniyaha@gmail.com.
*****
Segenggam Cinta Untuk Generasi Bangsa
Jika “virus” itu mewabah di seantero negeri,
Jika pandemi terus menggema menggerus pembelajaran kita,
Inilah sesungguhnya “pembelajaran”
Belajar menata semuanya, belajar menata dari awal
Kabar dari ujung timur ke ujung barat
Tentang “pembelajaran” yang dituntut harus dikembalikan
Rasa yang rasanya diungkap dari diri yang sebenarnya t’ punya rasa
Pada sebuah rasa “kemanusiaan”
Kasat mata di permukaan menyeruak viral
Bukan hanya di negeri yang kita banggakan
Di seluruh dunia bahkan sudah mengukuhkan
“ini” memang benar adanya
Secuil “getir” yang terasa hambar
Namun terpaksa harus ditelan
Kawan-kawan seperjuangan
Di negeri awan
Selendang Bermata
Ke sana langkah kaki mengayuh
Menahan lirih luka akibat pena
Mencari kompensasi riuh nan ramai
Karena luka tak lagi kunjung terabaikan
Benarkah rumput hijau itu
Menanti kerbau ataukuda terbang
Benarkah sungaiitu menunggu sang pengembara
Lelah dari perjalanan panjangnya
Padahal angin t’ pernah membawa berita itu
Badaipun t’ pernah berpihak padaku
Hanya pena ini, pena itu, saksi abadi
Ketulusan pada kalian wahai permataku
Kelak akan tercatat dalam sejarah
Kau sudah mampu berlepas dari selendang bayang-bayang
Sungguh ini t’ satupun mampu mengujimu
Karena kau telah mumpuni berjalan di atas itu
Setelah melewati dinding terjal nan tajam
Ibu tetap tersenyum padamu,
Karena di mana suksesmu,
Di situlah selendang “perjuangan”
Pernah ibu titipkan…
Kisah Huruf Tanpa Abjad
Ayo, nak…
Naik sekali lagi
Tunjukkan kau bisa
Pamerkan kemampuanmu
Ulangi sekali lagi
Agar dunia tahu
Kami bangga padamu
Ayo, nak…
Ambil kesempatanmu
Sikat segala peluang yang ada
Luruskan pandanganmu
Jangan kau hiraukan bisikan t’ bermutu itu
Ayo, nak…
Jangan buang waktumu
Jangan lagi kekalahan di masa lalu menghantuimu
Masa depanmu ada di genggamanmu
Generasi ini adalah bagianmu
Ayo, nak…
Bereskan semuanya, waktu melewati
Banyak bagian dalam hidupmu
Masihkah t’ kau terhenyak dengan lalu-lalang itu
Terpukau hanya dengan satu masa
Selanjutnya akan kau baca
Sekarang adalah milikmu
Ayo, nak…
Jangan pernah meniru orang lain,
Tapi jangan kau abai pada proses kesuksesannya
Itu adalah sebuah sinyal
Kemana kau berkutat, di situlah
Nilai selanjutnya kau tinggalkan
Ayo, nak…
Berjuang,
Bermimpi,
Beraksi,
Dan bumikan cita-citamu yang
Katamu setinggi langit
Gurumu mendoakanmu
Mentari T' Bertuan?
Siapa saja bebas menentangnya, memuji keelokannya
Bahkan menepis sinarnya yang sering mengganggu di pikirmu
Sesaat pada masa yang pada ujungnya
T’ peduli cerahnya menerpa digantikan pekatnya malam
Jika mau berikrar pada Sang Empunya, suka tidak suka
Ia hadir memberi harapan pada semua
Tua-muda, tinggi-rendah sama rata
Sama-sama membutuhkannya
Cahaya ilmu dinanti t' jemu kala “ada” yang menerpa
Tahulah di sana arti sebuah konsekwensi
T’ bisa ditukar dengan secuil kata “belajar”
Semua yang mengeluhkan kinerja “pekerja” pendidikan
Mulaikah ada kesadaran akan “tanggung jawab” bersama
Jika dari masa ke masa selalu “dia” yang dituding telah bersalah
Dari rendahnya kwalitas sampai rendahnya minat
Atau, jangan-jangan “dia” hanya jadi perahan belaka
Hingga harus begini dan begitu
Tugas ini tugas itu
Harus selesai tepat waktu
Berdalih karena ada tunjangan guru
Kawan...
Mentari bukan T’ bertuan tapi dia diciptakan untukmu
Guru pun demikian
Bak mentari yang t' kenal lelah meski sering dikeluhkan
Malam Sejuta Bintang
Menanti turunnya sejuta bintang adalah sebuah keniscayaan?
Tidak mungkin, itu di pikirmu
Mustahil, itu di dadamu
Tidak di hatiku
Lambang selalu hadir di setiap lekuk jalan
Warna menghiasi pelangi kehidupan
Mengiringi jalan setapak yang kau pilih
Seluruh jiwa meneriakkan “kebebasan”
Bebas berkreasi, bebas berinteraksi, bebas berafiliasi,
Bebas berekspresi, bebas melantunkan tema kehidupan,
Bebas menyuarakan apapun yang ingin kau perjuangkan
Bebas meneriakkan semua yang kau kira benar
Satu rembulan sinarnya menyingkirkan gemintang lalu masih pantaskah
Bernyanyi ditengah nada sumbang meski dielu-elukan sejuta bintang
Rembulan t' pernah redup di tengah hiruk pikuk awan meski sinarnya terhalang
Sampai ke permukaan yang masanya tidak abadi
Berteriak tentang itupun t' lagi berguna
Karena rembulan hadir mempesona walau sejuta
Makna dan rasa, yang diseka dalam jiwa bergumam
Kami t' bermutu tanpa hadirmu,
Guru...
Kami t' mampu jika hanya baca melulu,
Guru...
Kami t' bisa jika hanya menunggu dan menunggu,
Guru...
POSTING PILIHAN
alhmdllh bagus.
BalasHapus