Merdeka Belajar Adalah Belajar Bahagia


Oleh: Siti Sholeha Th*

Kondisi perkembangan pendidikan Indonesia yang masih berada di level garis bawah dibandingkan dengan bangsa lain. Ambisi serta harapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim lewat susunan konsep Merdeka Belajar, belum menampakkan struktur dan hasil kinerja yang spesifik perlu dibenahi bersama. Tumpang tindih problematika dan rotasi kondisi pendidikan Indonnesia, antara bagaimana siswa bisa belajar dengan begitu lepas penuh hasrat keingintahuan dan intensitas fokus perhatian pendidik membentuk peserta didik.

Peta pikiran yang tertanam dari pondasi menentukan keberlanjutan tindakan yang akan dilakukan setelahnya, pergerakan zaman yang dinamis dengan kondisi peserta didik di setiap temponya, tidak bisa terus diperlakukan dengan stagnasi metode dari masa ke masa. Keadaan ini menyebabkan lambatnya pergerakan laju peserta didik Indonesia dengan negara maju lainnya. penting mengikuti alur pikiran peserta didik dengan meningkatkan intensitas perhatian pendidik terhadap pola nalar peserta didik serta memperhatikan statistik dinamika kualitas mereka.

Menilik bagaimana Bagan Kualitas Pendidikan Internasional, laju aplikasi program para pendidik dan tendensi para siswa. Dari tahun ke tahun, tingkat prestasi akademik peserta didik semakin menurun, dalam survei kemampuan pelajar oleh Programme for International Student Assessment (PISA) yang masih jauh dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Dari data tersebut, pada aspek membaca tahun 2015 Indonesia mendapatkan skor sebanyak 397, menurun pada tahun 2018 skor Indonesiar menjadi 371 dengan penurunan  -26, kemudian skor matematika tahun 2015 adalah 386, bergeser pada tahun 2018 menjadi 379 dengan tingkat penurunan -7, dan skor sains 403 menurun pula pada tahun 2018 menjadi 396 dengan tingkat penurunan -7.

Perbandingan angka tersebut dari lima tahun terakhir hingga tahun 2018 menunjukkan masalah, sistem yang dilaksanakan tidak lagi lebih efektif dari tahun 2015, terjadi peralihan drastis aktifitas di sektor pembaca, apa yang sebenarnya membuat kemerosotan kualitas pendidikan di Indonesia? Apa yang sangat mempengaruhi psikologi peserta didik untuk bergerak belajar? Bagaimana kedekatan dan perlakuan pendidik terhadap peserta didik? Dan problem lainnya yang masih perlu dievaluasi.

Dibutuhkan menyatukan pikiran pendidik di seluruh Indonesia untuk menyelesaikan persoalan yang semakin meradang ini. Dari penurunan yang cukup memprihatinkan, tindakan apa yang sudah dilakukan oleh tiap-tiap pendidik dan semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan, untuk mengembalikan sikap belajar bahagia dari tahun ke tahun?

Stagnasi sistem pembelajaran pendidik yang masih menjadi budaya, habbits, hingga menjadi karakter yang diterapkan, khususnya sekolah yang masih bertekad menyamai standarisasi nasional, seperti orientasi standar uji kompetisi materi. Belenggu yang masih tertahan dalam kepala masing-masing pendidik terjerat pada materi dan ujian, hingga kualitas nilai ujian masih dianggap menentukan kualitas diri peserta didik.

Bila berkaca pada sistem pembelajaran siswa negara lain, Firlandia contohnya, yang memiliki kecenderungan untuk mengutamakan perasaan bahagia peserta didik disekolah, menjauhkan dari bentuk diskriminasi dan perasaan tertekan terhadap guru, hingga semua lembaga sekolah dipegang oleh pemerintah, agar pelayanan, sarana dan prasarana dapat dipenuhi untuk mempermudah setiap siswa untuk bisa bersekolah.

Indonesia sendiri, guru di Indonesia masih sangat membutuhkan evaluasi, pengayaan ulang diri dan peningkatan kompetensi guru demi memperebaiki sistem pembelajaran yang lebih efektif, serta tidak sekedar menilai siswa pada orientasi materi, bahkan merubah metode konservatif menjadi lebih inovatif menjauhi stagnasi proses belajar mengajar.

Demi menghasilkan murid-murid yang cerdas, diperlukan sumber pengajar yang berkualitas unggul. Mengajarkan dan melakukan pembaharuan di setiap pertemuan, melatih peserta didik lebih berani untuk mencoba dan tidak takut akan kesalahan, juga menghilangkan mindset akan menerima konsekuensi yang jauh lebih buruk. Peran pendidik sangat penting untuk merubah sikap peserta didik untuk tidak sekedar fokus pada kegagalan, melainkan mengajarkan untuk mampu membidik kesuksesan yang bernilai.

Jika pendidik tidak lagi menjadi narasumber pembelajaran, maka kesempatan pendidik untuk melatih pergerakan siswa lebih maju terbuka luas. Pendidik hanya perlu mencontohkan, kemudian mengarahkan alur belajar dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan, pergerakan dan perubahan akan dirasakan secara mandiri oleh peserta didik.

Karena guru merupakan motor dalam mencetak generasi baru, demikian, terdapat perbaikan diri dan tidak bosan untuk terus belajar mengikuti pergerakan pola pikir peserta didik dari tahun ke tahun. Konteks dan tujuan penerapan pembelajaran dan aturan sekalipun perlu dipertimbangkan matang-matang, sebab analisa gamblang tanpa melihat konteks lain akan merusak tujuan pendidikan itu sendiri, baik pada kognisi dan afeksi.

Proses yang menyerang psikologi peseta didik menentukan langkah selanjutnya bagaimana hasrat mereka untuk belajar, apakah cenderung meningkat atau sebaliknya. Bila kecenderungan meningkat, tentu, secara otomatis peserta didik akan berusaha mencari sumber yang lebih berkualitas di lapangan, mengolah dan memcoba di luar kelas, serta menentukan orientasi. Sebaliknya, bila peserta didik terlihat menjauhi koordinasi hasrat belajar, secara sederhana, peserta didik akan lemah dalam melihat potensi dalam diri. Alih-alih menentukan orientasi jangka panjang, mereka cenderung minder terhadap capability yang dimiliki.

Tidak perlu mempersoalkan kapan waktu yang tepat untuk melakukan perbaikan, dari hal yang sangat mendasar, dengan melihat ke arah mana kompas laju diri sebagai pendidik dan mengapa memilih menjadi seorang pendidik. Bila visi dan misi dapat dibenahi, maka negara tidak perlu melatih dan memperbaiki 100 ribu pendidik dalam setahun, kuantitas bisa turun secara sadar dari yang tercatat dalam Data Badan Statistik Nasional, yakni sekitar 4 juta orang guru demi optimalisasi kualitas pendidikan Indonesia.

Dalam kesadaran pribadi, pendidik yang terbuka dengan perubahan akan meluapkan ide-ide kreatif baik dalam kelas maupun luar kelas, dan secara continue pendidik tersebut mengeksplorasi dengan akademis yang dimilikinya. Pendidik seperti ini tidak akan terpaku dengan stagnasi metode untuk membuat peserta didik harus belajar, atau hanya berkutat pada pemikiran yang cenderung kaku terhadap peraturan sekolah, melainkan fleksibel dalam mencari dan memecahkan masalah kontemporer di dunia pendidikan.

Terlepas dari konteks internal, masalah eksternal sangat mempengaruhi jumlah angka guru Indonesia, nilai honor dan anggaran dari negara yang terus naik setiap tahun menjadi masalah baru dan belum menjadi solusi terbaik menurunnya mutu pendidikan Indonesia.

Wakil ketua MPR, Muzani menyatakan bahwa lapangan belum memberikan angin segar terhadap perkembangan pendidikan Indonesia. Dari kenaikan anggaran setiap tahunnya, yakni pada 2018 sebanyak Rp. 444 triliun dari total APBN dan 2019 naik sebesar Rp. 492 triliun ternyata tidak membawa arah pendidikan semakin baik.

Ia juga menjelaskan bahwa semakin besar anggaran pendidikan, ternyata membuat permasalahan semakin kompleks, masih banyak keluhan pendidikan di beberapa area, bahkan pemerintah pula sudah membuat kebijakan sertifikasi tenaga didik guru. Sayangnya, bukannya membuat kualitas pendidikan mejadi lebih baik, justru membuat guru semakin sibuk dengan proses administrasi agar dapat tambahan honor dan sertifikasi guru.

Bila terus disibukkan dengan honor dan sertifikasi, alokasi arah tujuan pendidikan berubah haluan, hingga menjadi pertimbangan mengapa jutaan masyarakat Indonesia memilih untuk terlibat dalam dunia pendidikan, dan lebih memilih menjadi seorang guru, sementara peningkatan taraf pendidikan belum juga terjamin ke tingkat yang lebih baik.

Continuitas atmosfir keilmuan diharap mampu terus berlanjut tanpa adanya campuran ketidaktulusan pada diri seorang pendidik. Hal ini tentu perlu peran semua pihak untuk mendukung proses pembelajaran di negeri ini tetap stabil. Sebab daya yang dimiliki seorang pendidik tidak akan tersusun secara utuh tanpa adanya komponen utuh lain.

Komponen-komponen ini akan terbangun energi baru menjadi sistem pembelajaran yang mampu melejitkan kualitas dalam kolaborasi intelektual dan moral bangsa timur, secara bertahap level taraf Indonesia bisa meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan bangsa.

Dari segala proses yang sedang dialami, bangsa Indonesia yang sedang terjerat peliknya masalah pendidikan dan kesejahteraan. Tiap-tiap pendidik perlu menghidupkan kembali roh seorang pedidik, berdasarkan hakikat dan tujuan diadakannya pendidikan, tujuan pelaksaannya peraturan, termasuk tujuan akhir dampak positif psikologi sanksi yang diberikan pada peserta didik, tidak sekedar berpikir mengenai tujuan diadakan namun juga perlu pertimbangan matang terhadap proses serta metode yang efektif, efisien dan komprehensif.


* Mahasiswi Institut Dirosat  Islamiyah  Al-Amien Prenduan,Fakultas Dakwah/Jurusan   KPI Semester VI
POSTING PILIHAN

Related

Utama 7676566094464614957

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item