Hibriditas Kebudayaan




Aprinus Salam

Kebudayaan itu tidak ada yang orisinal. Kebudayaan merupakan praktik adopsi dari berbagai hal, baik disadari maupun tidak. Kebudayaan bersifat hibrid. Paling tidak terdapat empat hal budaya yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat, yakni budaya lokal, budaya agama, budaya nasional, dan budaya massa/populer. Keempat hal tersebut dipraktikkan secara serempak.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan kebudayaan adalah satu sistem pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan yang mempengaruhi prilaku, cara hidup, dan aktualisasi diri masyarakat. Dengan demikian, setiap sistem budaya meliputi cara-caranya sendiri yang membedakan satu dengan yang lain. Contoh yang paling sederhana misalnya sistem pengetahuan tentang diri dan alam, sistem berbahasa, sistem sandang dan pangan, sistem papan, dan sebagainya.

Tulisan bersambung:
  1. Kebudayaan Sebagai Perspektif
  2. Kebudayaan Tidak Perlu Dipikirkan
  3. Memelihara Budaya Empatik
  4. Kebudayaan Sebagai Tersangka
  5. Kebudayaan Itu Tergantung
  6. Hibriditas Kebudayaan
  7. Matinya Mesin Pemikiran
Ada beberapa cara dalam melihat praktik hibriditas kebudayaan. Pertama, berdasarkaN ruang/lokasi praktik berbudaya, kedua, orang yang berperan atau agen-agen budaya yang terlibat di dalamnya, dan ketiga, historisitas.

Ruang Berbudaya

Praktik berbudaya antara desa dan kota, atau antara daerah pegunungan dan daerah pantai pasti berbeda. Kondisi lingkungan dan alam menentukan cara-cara orang melakukan praktik kehidupan sehari-hari. Di sini hanya akan dibicarakan perbandingan ruang desa dan kota.

Dalam praktiknya, memang teknologi massa yang bisa menjangkau ke semua ruang, ikut membentuk cara-cara hidup masyarakat. Akan tetapi, kontrol nilai  dan norma di desa sedikit lebih terpelihara daripada di kota. Hal ini menentukan strategi dan praktik sosial masyarakatnya. Di desa, seseorang masih mengalami rasa kikuk jika berbahasa Indonesia atau tidak ikut kerja bakti.

Kepekaan dan solidaritas sosial juga membedakan antara orang desa dan kota. Komunalitas sudah sangat longgar di perkotaan. Orang kota sedikit terpaksa menjadi lebih individual dan mengurus urusannya masing-masing. Dengan begitu, bisa jadi nilai-nilai budaya lokal masih lebih kental dipraktikkan di desa, bertumpang tindih dengan budaya beragama. Memang, hal itu tidak menjamin sama sekali bahwa orang desa tidak mempraktikkan bahasa Indonesia sambil mengonsumsi budaya populer.

Jarak ruang tertentu dengan ruang lain juga memberikan karakter terhadap hibiritas budaya. Desa dengan kedekatan tertentu dengan kota besar, sangat berbeda dengan desa yang terisolasi atau jauh dari kota. Hal-hal tersebut perlu menjadi perhitungan dalam mengkaji fenomena wajah budaya kita yang demikian majemuk dan sekaligus memberikan perbedaan-perbedaan.

Peranan Tokoh

Tokoh atau agen-agen masyarakat tidak dapat dipungkiri memainkan peranan penting dalam hibridisasi kebudayaan. Kita tahu bahwa dalam masyarakat kita tokoh, orang tua, ustad, guru, pemimpin masih menjadi panutan. Hal pentingnya adalah bahwa suara dan prilaku tokoh setempat masih memegang situasi dan kendali bagi praktik-praktik budaya masyarakat tertentu. Jika kebetulan tokoh dalam masyarakat tertentu posisi kiyainya sangat kuat, sangat mungkin masyarakat memperlihatkan wajah relijiusnya.
   
Biasanya banyak tokoh mencoba mengembalikan nilai-nilai budaya lokal, mungkin juga agama, karena hal itu akan memapankan posisinya. Kita tahu bahwa dalam nilai-nilai lokal atau agama senioritas memegang kendali penuh atas tumpuan penghormatan. Asumsinya, bahwa perubahan budaya yang terjadi cenderung merusak moral berbudaya sehingga kebudayaan harus dikembalikan ke nilai-nilai adiluhung. Nilai-nilai adiluhung itu tersimpan dalam budaya lokal atau agama.
   
Mungkin ada tokoh yang memainkan peranannya dalam pengembangan budaya nasional. Kesulitan pengembangan budaya nasional adalah bahwa nasionalitas terjepit di antara budaya lokal, agama, dan terpaan budaya populer. Kemungkinan lain, budaya nasional mengadopsi budaya lokal dan agama dan menjadi bagian dari budaya nasional, seperti selama ini terjadi. Bahasa Indonesia-lah yang mempertemukan kondisi dan situasi tersebut.
   
Namun, kita tahu bahwa sosok tokoh sekarang berprofesi lebih profesional. Dalam perkembangannya, banyak orang menjadi tokoh karena dia populer berkat sinetron, film, atau media massa pada uumnya. Kehadiran tokoh baru ini tampaknya memainkan peranan lebih signifikan sebagai sosok idola yang menjadi acuan identitas seseorang. Hibridisasi budaya ke arah budaya massa semakin memperlihatkan pengaruhnya.

Historisitas Budaya
   
Hal penting lain yang juga ikut menentukan hibriditas adalah konteks historis suatu masyarakat. Artinya, pengalaman antara satu masyarakat dan masyarakat lain itu berbeda. Ada masyarakat yang mengalami modernitas tinggi ada yang tidak, ada daerah yang mengalami peristiwa nasional secara langsung ada yang tidak, ada tokoh-tokoh yang mengalami pengalaman berbeda yang ikut menentukan prilaku mereka di tempatnya masing-masing.
   
Dengan demikian, adopsi dari berbagai kekuatan budaya secara serempak menjadi praktik dan gaya hidup sehari-hari. Sangat menyenangkan, misalnya, di sebuah tempat, ada seorang pemuda berpecis dan sarungan, sambil sms dan face book-an, sekaligus mendiskusikan liga internasional dan makan lodeh. Dan mereka berbicara dalam bahasa Indonesia yang compang-camping bercampur bahasa lokal mereka masing-masing.
   
Hal penting yang harus digarisbawahi adalah bahwa kita hidup sekarang dan ke depan. Kehidupan tidak bisa dipaksa sesuai dengan niat-niat keluhuran dan kemuliaan seperti dibayangkan dan diharapkan para orang tua yang mencoba berpegang teguh nilai-nilai budaya yang berbasis budaya dan kearifan lokal. Inilah Indonesia. * * *

Tulisan bersambung:
  1. Kebudayaan Sebagai Perspektif
  2. Kebudayaan Tidak Perlu Dipikirkan
  3. Memelihara Budaya Empatik
  4. Kebudayaan Sebagai Tersangka
  5. Kebudayaan Itu Tergantung
  6. Hibriditas Kebudayaan
  7. Matinya Mesin Pemikiran
POSTING PILIHAN

Related

Utama 1664907266969026908

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item