Urgensi Motivasi Dalam Pendidikan

Kelompok Kerja Kepala MI (KKMI) Kec. Umbul Sari, Jember, saat "belajar" literasi di Rumah Literasi Sumenep
Oleh : Nurul Istiqomah
Pendidikan pada saat ini sangatlah berbeda dengan masa lalu, karena pendidika sekarang sudah menggunakan alat-alat dan media modern sebagai alat penunjang pembelajaran. Di tambah lagi dengan banyaknya sekolah gratis. Hal itu semakin mempermudah pendidikan pada masa kini. Namun, pendidikan saat ini belum bisa di katakan cukup. Karena bebrapa faktor seperti, kurangnya semangat anak-anak masa kini untuk belajar, adanya perbedaan status sosial yang di pandang oleh lembaga pendidikan.

Faktor yang membuat anak tidak semangat karena status sosial, kurangnya sosialisasi dan perhatian dari orag tua, dan krisisnya ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan. Dalam hal ini pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih mengenai pendidikan masa sekarang. Namun masalah tersebut tidak sepenuhnya di bebankan pada pemerintah, karena masyarakat, guru dan keluarga juga memiliki peran penting dalam pendidikan. Dan yang paling utama adalah peran keluarga dalam memotivasi anak agar memiliki semangat yang besar untuk sekolah ataupun melanjutkan pendidikan. Sehingga bisa menjadikan pendidikan di masa depan lebih baik dan tidak ada masalah-masalah yang terulang seperti pendidikan masa sekarang.

Keluarga merupakan faktor yang paling penting dalam pendidikan anak, karena keluarga adalah orang terdekat bagi si anak. Perhatian dan motivasi dari orangtua dapat menumbuhkan semangat anak untuk sekolah dan mengembangkan pendidikan. Oleh karena itu, orang tua haruslah memiliki kelebihan dalam bidang pendidikan supaya anak bangga pada orang tuanya dan lebih termotivasi untuk mengembangkan peendidikan. Karena terkadang anak mencontoh keluarganya. Seandainya pendidikan orang tua hanya sebatas SD atau SMP, maka anak akan mencontoh yang demikian. Jika orang tua tidak mempunyai intelektual yang luas dan tidak mampu memotivasi dan mengarahkan anaknya agar bisa melampaui dan melebihi apa yang telah di caapai oleh orang tuanya. Maka bersiaplah, anak tersebut akan menjadi buruk atau bahkan lebih buruk dari orang tuanya karena kurangnya sosialisasi orang tua.

Pendidikan di masa sekarang ini sangatlah modern, kita akan tertinggal dan rugi jika kita buta akan pendidikan, karena hidup itu bagaikan lumpuh tanpa ilmu. Dan adanya tekhnologi yang membuat mereka malas untuk belajar. Karena sebagian besar dari mereka menyalah gunakan tekhnologi. Mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tetapi lebih terkait masalah psikologis, stress akibat tekanan keadaan yang makin kompleks dan berat, dibutuhkan guru yang mampu berperan sebagai konselor / psikolog (Kemdikbud, 1 Mei 2019). Jadi ketika kita akan memperbaiki mutu pendidikan maka kita harus memperbaiki kualitas guru terlebih dahulu.

Qusthalani menyebutkan lima kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pada era Revolusi Industri 4.0 ini yaitu:

  • educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill.
  • competence for technological commercialization, punya kompetensi untuk mendidik siswa memiliki sikap kewirausahaan (entrepreneurship) berbasis teknologi dan hasil karya inovasi siswa.
  • competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan berikut strateginya (Kemdikbud, 1 Mei 2019).

Dengan peran ini, diharapkan agar guru mampu menyiapkan anak didik untuk Critical Thinking (berpikir kritis dan analitis), Creative and Innovative (kreatif dan inovatif), Communicative (komunikatif), dan Collaborative (kolaboratif). Guru harus memiliki kompetensi yang kuat, memiliki softskil yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif. Peran guru sebagai teladan karakter, menebar passion dan inspiratif. Inilah peran yang tak akan dapat digantikan oleh teknologi.

Guru harus mampu membangun atmosphere yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik, yang meliputi: needs for competence, setiap peserta didik butuh merasa bisa, artinya interaksi dalam pembelajaran mampu membuat peserta didik merasa bisa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan penghargaan atas hasil belajar peserta didik. Dan proses pembelajaran harus mampu memupuk interaksi kolegialitas dan saling support. Sustainable learning, agar peserta didik mampu melewati era disrupsi, dan memasuki era baru yang disebut Abundant Era, yaitu serba melimpahnya informasi, media dan sumber belajar.

Dengan demikian peran guru, masyarakat dan keluarga sangatlah berpebgaruh bagi masa depan anak, karena teknologi tidak akan bisa menjadi fasilitator, motivator, inspirator, mentor, pengembang imajinasi, kreativitas, nilai-nilai karakter, serta team work, dan empati sosial tanpa adanya peran ketiganya.

Nurul Istiqomah,  mahasiswi IDIA_Prodi PBA Semester IV

POSTING PILIHAN

Related

Utama 6018235989669093246

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

item