Ucapan dan Doa Untuk Tuan Haji Hudan Hidayat

 

Tuan Haji Hudan Hidayat

Oleh: Fendi Kachonk
.

Saya menuliskan ini, semoga bisa terlepas dari rasa yang berlebihan tetapi dalam kerangka rasa sukur atas segala nikmat. Nikmat ini saya maknai tidak cuma berlimpahnya rejeki, sehat, dimudahkan semua urusan tetapi pula dilimpahi dengan orang-orang yang selalu ada dan banyak membantu dalam hidup dan dalam proses ke-penulis-an.

Sepanjang perjalanan proses itu, saya tak sedikit mengenal dan akrab serta mengalami dinamika dalam proses belajar. Di antaranya saya sebut mereka adalah Tuan Haji Hudan Hidayat. Dalam pikiran saya yang awalnya adalah awam terhadap sastra. Dan bertemu Tuan Haji, Hudan Hidayat adalah keberuntungan yang juga luar biasa. Kepadanya saya belajar beberapa hal soal puisi dan lain-lain.

Tak kurang dari sekitar enam tahun perkenalan dan persahabatan dengannya terbangun. Tentu, berbagai kejadian saya masih sempat rangkum dalam ingatan dan terkadang saya mengarsipkannya dalam kotak kenangan yang pada akhirnya saya sebut sebagai bab dari perjalanan proses.


Bagi saya, ketika hendak menuliskan ini adalah perjuangan yang akhirnya saya harus tundukkan sendiri. Apabila saya tidak memilih mengatakannya, saya merasa menganggap saya sebagai orang yang tak bisa menghargai orang lain, tidak menghormati setiap apa yang telah digariskan dalam hidup.

Apakah cuma se-batas itukah pertemuan saya dengan Hudan Hidayat yang terkadang saya panggil sebagai Tuan Haji, kadang pula saya panggil sebagai Abah, kadang juga saya memanggilnya dengan sebutan sebagai ahli “tata kelola kata.”

Dan, pada tahun 2014 itu semangat saya sangat subur-suburnya untuk mendalami dan belajar ilmu puisi. Selalu penasaran, selalu ingin tahu bahkan terkadang terjebak pada jebakan bahwa menjadi penulis itu mesti ini dan itu. Meski pada akhirnya kini saya menemukan dan mencari definisi puisi yang paling cocok dan nyaman kepada diri sendiri.

Ah iya, berlimpahan warna dan berlimpahan cara dalam memperlakukan puisi membuat saya memiliki banyak warna untuk memotret puisi sebagai apa yang aku bisa, sebagai cara diri sendiri dalam melihat puisi yang paling nyaman.

Sebutan “ahli tata kelola kata,” ini berlaku khusus kepada diri sendiri terhadap Hudan Hidayat. Karena satu kejadian yang unik ketika sempat putus kontak selama satu tahun, pernah tak sempat berbagi kabar, pernah sungguh disibukkan dengan urusan sendiri. Saya yang sibuk dengan urusan pekerjaan, Hudan Hidayat sepertinya terlihat Naik Haji dan menjadi pengurus Masjid di tempatnya.

Ah, sepertinya perjalanan seseorang memang tak bisa disangka dan tak bisa ditebak. Dan, suatu hari yang tak pernah disengaja, saya mencoba menelponnya. Akhirnya selang omongan yang ngalor ngidul, kami berdua kembali ngerumpiin puisi dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan sastra.

Saya pun menceritakan soal keinginan menerbitkan buku kelima tetapi belum berani mengekskusinya ke dalam bentuk cetakan buku. Saya, beranggapan belum puas dalam masa mengedit dan belum yakin serta puas menggauli manuskrip puisi kelimaku ini. Tak ayal, Tuan Haji Hudan Hidayat pun saya bacakan satu puisi berjudul “ Kitab Muasal,” dan diskusi soal puisi pun kembali mengalir seperti air dan ia pun menuliskan panjang lebar soal temuan-temuanya pada puisi-puisiku di buku: Surat dari Timur dan Halaman yang lain dan uniknya pula, ia menuliskan panjang kali lebar juga pada puisi-puisi manuskrip puisi “Firasat Air.”

Begitulah, sampai pada akhirnya saya menuliskan sekelumit yang akhirnya ini juga pantas saya sukuri dalam hidup saya ketika masih ada yang mengapresiasi puisi yang saya tuliskan. Apa itu salah? Saya sudah tak penting menilai pernyataan orang lain. Saya berpikir hal sewajarnya ketika bila ada yang memberi dengan tanpa pamrih dibalas dengan juga dengan rasa terima kasih sebagai tanda penghormatan yang selazimnya manusia yang tahu cara menghormati dan menghargai seseorang.

Hudan Hidayat saya lihat dari beberapa postingan terus konsisten menuliskan buku manuskrip “Firasat Air” ke dalam bentuk esai-esai yang panjang dan penuh varian. Saya, terkadang merasa tak enak sendiri: “Baginya kalau sudah tertarik pada suatu puisi akan langsung menuliskannya,” batin berkata.

Rasanya ucapan dan doa sangat layak untuk saya sampaikan mengingat kesibukan hingga saya tak bisa menemaninya.Terkadang saat ia menelpon, saya tak sempat menjawabnya karena sedang ada tamu, sedang menyetir, terkadang sedang berdiskusi dengan bebarapa teman.

Sosok ini memang kadang pandai melucu, humoris dan terkadang tahu-tahu hilang sesuka hatinya, sosok yang kadang sulit ditebak. Tetapi semua itu telah menjadi bagian yang tak terpisah sebagai tubuh dari seorang bernama Hudan Hidayat. Ia akan terus bekerja untuk dirinya, untuk keyakinannya, untuk semua yang menurut ia pantas bela, benerkah ia membela kepentingannya sendiri? Tentu ini semua hanya perkiraan diri saya sendiri. Barangkali ia tidak membela apapun dalam dirinya, tapi membela keyakinannya dan sesuatu yang dianutnya sebagai jalan hamba menuju tuhannya.

Jalan hidup seseorang siapa bisa menghakimi, ia akan bergerak sebagaimana air, mengalir, kadang juga jatuh ke ceruk, tarantuk batu, kadang terus berkelana sesuai nasib dan takdirnya, terkadang itu adalah cara-cara agar tumbuhnya pengetahuan, pengalaman sehingga mungkin suatu hari ada yang tak terkatakan dalam bentuk kata-kata, mungkin suatu hari, air itu akan menjadi bening kristal yang jatuh pelan-pelan dan lalu sujud sehingga cukup kesadaran saja yang terus menjadi tua dan kata-kata terus tunduk kepada penciptanya.

Mungkin juga itu tak cuma terjadi pada Hudan saja, padaku nanti, pada kita nanti, atau kepada penjahat manapun bisa tiba-tiba bergetar dan merasakan ketakjuban yang luar biasa kepada hasil ciptaanNya, dan kata-kata pun pada saat itu cuma tertegun dalam sebentuk doa.

“Tuhan yang pengasih lagi penyayang, Terima kasih telah banyak menganugerahi banyak hal, semoga orang-orang yang baik ini terus berlimpahan kesehatan, dimakmurkan semua urusan dunianya, dikabulkan semua harapan dan doa-doanya...Aamiin.

Selamat Ulang Tahun, Tuan Haji Hudan Hidayat. Maaf saya masih mengingat Ulang tahunmu, seharusnya saya melupakan itu agar dirimu senantiasa dan selalu merasa muda dalam bahasa.\

Sumber tulisan dan foto: akun FB Fendi Kaconk
POSTING PILIHAN

Related

Utama 3918450838466926743

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item