Sajak-Sajak Amiyatul Padilah Palembang
http://www.rumahliterasisumenep.org/2020/01/sajak-sajak-amiyatul-padilah-palembang.html

*****
Hijrah cinta
Rindu ini benar-benar menyapaku
Hilang deru keras ocehan sayu
Lantaran tergores secuil jarum yang utuh
Menyepi sendiri, hal yang patut ku junjung tinggi
Bersama bintang-bintang di malam hari
Segelas kopi menambah energi
Tuk menguasai sanubari yang baru pergi
Rusak...sudah terkelupas
Oleh benda tajam yag tak punya hati
Setitik tinta yang ditinggali
Tuk memulai menata hari-hari lagi.
Putus Sekejap
Tersadar saat bangun pagiku
Melewati sepertiga malam tanpa singgah di sautan ayam,
yang menandakan fajar.
Terbuka mata bersama pelukan hangat,
dari bantal yang masih melakat.
Saat ku tanya pada dinding yang berhias detikan jam,
ternyata yang ku fikirkan hanya angan-angan.
Mimpi membuatku terperangah kacau
Sebab putus dari tuhan walau hanya sekejap sangat menyedihkan.
Takkan lagi ku ulangi mimpi yang tak berkasih,
kan ku kejar mimpi yang jadi motivasi pagi.
Curhat Bisu
Berjalan tiada yang dapat menebak
Teka-teki silang tiada satupun yang mengerti
Diam seribu bahasa
Mengadu seakan percuma
Telinga menerima, akan tetapi cahaya terlaly menyala.
Perantau Tak Bermuka
Aku tahu tentang duniaku dan duniamu
Bagaimanapun aku mengubah takdir,
Tetap saja, langkah kita tak dapat lagi sama.
Catatan kita tetap ada pada titik utama.
Tahukah..?
Jalanku sudah di ujung tombak
Menggenggam hebat dan berteriak riuh
Muka berkeluh ngeluh
Menatap belas tanpa yang tahu.
Tuhan Berbisik
Sekilas menyerang pada roh tabu
Berbisik sedu pada telingaku
Mengusap lembut pada dasar hatiku
Menyentuh pada dinding kebangkitanku.
Senyum Palsu
Hadir dalam tawa kehancuran
Menyelimuti bersama benang tipis.
Dia bercerita tentang warnanya.
Bersanding tempat ceria
Ku hirup udara ,
Mendengar lukaku yang tak pernah ada titik hentinya
Murka,
Senyum palsu terlalu menoreh tinta mengiris jiwa
Menghantam pada permukaan yang tak ternoda.
Numpang Hati
Berat dalam menampung jiwa keluh
Berapa kali berharap, berapa kali juga terdusta.
Pernah...Menyinggahkan pada satu hati.
Lalu apa daya, janji tak dapat berubah ceri.
Hadirmu, aku takut.
Cintamu, aku lelah,
Janjimu, aku kecewa.
Tak seharusnya aku menahan gelora
Bahkan tak seharusnya aku berprasangka
Masa laluku terlalu menggores tinta,
Untuk mencoba menampung satu hati lagi, rasanya aku menyerah.
Berguru Pada Rindu
Raflesia telah membuktikan keunikannya
Gunung merapi telah membuktikan kekuatannya
Walau begitu,
Caraku untuk membuktikan rinduku tetap kelabu.
Kau menyuruhku berguru pada rindu,
dengan alasan agar aku dapat mengungkapkan rinduku.
Tapi satu hal yang harus kau tahu,
rindu tak seharusnya berguru.
Rindu keramat cukup hanya hati yang tahu.
Bekal Palsu
Jagalah hati sebelum berujung mati
Jagalah cinta sebelum ada yang bertitah
Genggamlah harapan sebelum tercampakkan
Waktu hanya tuhan yang tahu
Bereluh kesah cukuplah tuhan tempat nomor satu
Tak perlu membawa segudang cerita baru
Jika cerita lama belum dapat kau sembuh.
Pergilah...Bawalah bekalmu.
Ku disini tidak mengharapkan itu.
Sebab bekal yang tak tau apa itu, begitu menyeramkanku.
‘Prenduan Sumenep Madura’
Bunda
Wahai wanita ba’ permata
Biasanya daku artikan bunda
Bunda
Jauh ku menapaki langkah
Lelah rasanya menaungi samudra
terkadang, lelahku jadi Lillah
Berkat mustajabnya do’a yang tak pernah berdusta
Bunda
Kupejamkan mata
Menelusuri rambai-rambai tak bertahta
Wajahmu sebagai penolong tak bersuara
Bunda
Ingin ku hadiahkan permata indah
Serta bahagia yang tak pernah berakhir sensara
Bunda
Katamu harta hanya pada dunia fana
Kau tak pernah menginginkan skenario fatamorgana
Bunda
Aku takjub
Bunda
Jangan kau tangisi rindu yang masih berbahagia
cukup selipkan do’a-do’a,
sebagai obat mujarabnya.
Serpihan dari Tuhan
Berdiri...menikmati angin siang
Ditemani belaian cahaya rumpang
Dan disertai lambaian awan-awan
Luasnya nikmat-Mu tak dapat kuhitungkan
Tak dapat kuucapkan
Dan tak dapat ku lupakan
Angin yang menyapaku dengan romantis
Kata-katanya sangat romantis
Membuat hatiku teriris secara sistematis
Ucapan selamat tinggal-Nya menggoreskan hatiku
Menyita seluruh pikiranku
Sehingga dapat kuukir fenomena baru
Bahwa skenario-nya tiada yang tahu
POSTING PILIHAN
Rindu ini benar-benar menyapaku
Hilang deru keras ocehan sayu
Lantaran tergores secuil jarum yang utuh
Menyepi sendiri, hal yang patut ku junjung tinggi
Bersama bintang-bintang di malam hari
Segelas kopi menambah energi
Tuk menguasai sanubari yang baru pergi
Rusak...sudah terkelupas
Oleh benda tajam yag tak punya hati
Setitik tinta yang ditinggali
Tuk memulai menata hari-hari lagi.
Putus Sekejap
Tersadar saat bangun pagiku
Melewati sepertiga malam tanpa singgah di sautan ayam,
yang menandakan fajar.
Terbuka mata bersama pelukan hangat,
dari bantal yang masih melakat.
Saat ku tanya pada dinding yang berhias detikan jam,
ternyata yang ku fikirkan hanya angan-angan.
Mimpi membuatku terperangah kacau
Sebab putus dari tuhan walau hanya sekejap sangat menyedihkan.
Takkan lagi ku ulangi mimpi yang tak berkasih,
kan ku kejar mimpi yang jadi motivasi pagi.
Curhat Bisu
Berjalan tiada yang dapat menebak
Teka-teki silang tiada satupun yang mengerti
Diam seribu bahasa
Mengadu seakan percuma
Telinga menerima, akan tetapi cahaya terlaly menyala.
Perantau Tak Bermuka
Aku tahu tentang duniaku dan duniamu
Bagaimanapun aku mengubah takdir,
Tetap saja, langkah kita tak dapat lagi sama.
Catatan kita tetap ada pada titik utama.
Tahukah..?
Jalanku sudah di ujung tombak
Menggenggam hebat dan berteriak riuh
Muka berkeluh ngeluh
Menatap belas tanpa yang tahu.
Tuhan Berbisik
Sekilas menyerang pada roh tabu
Berbisik sedu pada telingaku
Mengusap lembut pada dasar hatiku
Menyentuh pada dinding kebangkitanku.
Senyum Palsu
Hadir dalam tawa kehancuran
Menyelimuti bersama benang tipis.
Dia bercerita tentang warnanya.
Bersanding tempat ceria
Ku hirup udara ,
Mendengar lukaku yang tak pernah ada titik hentinya
Murka,
Senyum palsu terlalu menoreh tinta mengiris jiwa
Menghantam pada permukaan yang tak ternoda.
Numpang Hati
Berat dalam menampung jiwa keluh
Berapa kali berharap, berapa kali juga terdusta.
Pernah...Menyinggahkan pada satu hati.
Lalu apa daya, janji tak dapat berubah ceri.
Hadirmu, aku takut.
Cintamu, aku lelah,
Janjimu, aku kecewa.
Tak seharusnya aku menahan gelora
Bahkan tak seharusnya aku berprasangka
Masa laluku terlalu menggores tinta,
Untuk mencoba menampung satu hati lagi, rasanya aku menyerah.
Berguru Pada Rindu
Raflesia telah membuktikan keunikannya
Gunung merapi telah membuktikan kekuatannya
Walau begitu,
Caraku untuk membuktikan rinduku tetap kelabu.
Kau menyuruhku berguru pada rindu,
dengan alasan agar aku dapat mengungkapkan rinduku.
Tapi satu hal yang harus kau tahu,
rindu tak seharusnya berguru.
Rindu keramat cukup hanya hati yang tahu.
Bekal Palsu
Jagalah hati sebelum berujung mati
Jagalah cinta sebelum ada yang bertitah
Genggamlah harapan sebelum tercampakkan
Waktu hanya tuhan yang tahu
Bereluh kesah cukuplah tuhan tempat nomor satu
Tak perlu membawa segudang cerita baru
Jika cerita lama belum dapat kau sembuh.
Pergilah...Bawalah bekalmu.
Ku disini tidak mengharapkan itu.
Sebab bekal yang tak tau apa itu, begitu menyeramkanku.
‘Prenduan Sumenep Madura’
Bunda
Wahai wanita ba’ permata
Biasanya daku artikan bunda
Bunda
Jauh ku menapaki langkah
Lelah rasanya menaungi samudra
terkadang, lelahku jadi Lillah
Berkat mustajabnya do’a yang tak pernah berdusta
Bunda
Kupejamkan mata
Menelusuri rambai-rambai tak bertahta
Wajahmu sebagai penolong tak bersuara
Bunda
Ingin ku hadiahkan permata indah
Serta bahagia yang tak pernah berakhir sensara
Bunda
Katamu harta hanya pada dunia fana
Kau tak pernah menginginkan skenario fatamorgana
Bunda
Aku takjub
Bunda
Jangan kau tangisi rindu yang masih berbahagia
cukup selipkan do’a-do’a,
sebagai obat mujarabnya.
Serpihan dari Tuhan
Berdiri...menikmati angin siang
Ditemani belaian cahaya rumpang
Dan disertai lambaian awan-awan
Luasnya nikmat-Mu tak dapat kuhitungkan
Tak dapat kuucapkan
Dan tak dapat ku lupakan
Angin yang menyapaku dengan romantis
Kata-katanya sangat romantis
Membuat hatiku teriris secara sistematis
Ucapan selamat tinggal-Nya menggoreskan hatiku
Menyita seluruh pikiranku
Sehingga dapat kuukir fenomena baru
Bahwa skenario-nya tiada yang tahu