Sajak-Sajak Abdullah Mamber
http://www.rumahliterasisumenep.org/2020/01/sajak-sajak-abdullah-mamber.html
![]() |
Abdullah Member |
Abdullah Mamber atau akrab disapa Pak Dul lahir 17 April 1983 di Banuaju Barat, Batang Batang, Sumenep, Madura. Menyelesaikan sekolah dasar di tanah kelahiran, kemudian hijrah ke Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk Guluk, Sumenep sampai selesai program S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (kini INSTIKA).
Selepas Annuqayah, dia mengembara ke Bandung dan aktif di Jendela Seni bersama Faisal Er. Di sana, dia memperdalam seni peran, dan ilmu kehidupan sebagai pengembara. Namun pengembaraannya hanya terhitung bulan, dia akhirnya pulang kampung karena tak tahan pada panggilan tanah kelahiran.
Karya-karyanya sudah pernah dimuat sejumlah media, sampai buku puisi bersama. Kini dia sedang mempersiapkan buku puisi tunggal pertamanya dengan judul yang masih dirahasiakan. Pintu silaturahmi: ra_mamber@yahoo.com.
Mahia 1
1/
Sepercik dari setetes sukma
Sepi ruang di sunyi waktu
Nanti menanti ruh rindu
Menjadi sebiji benih
Tanam tumbuh di tanah jiwa
Daun pucuknya julur menjuntai
Menggapai gapai
‘Tiap kemilau,
Tidak selalu silau’
2/
Di lubuk kelam
Segala waktu adalah malam
Yang pergi pasti kembali
Dalam makna dan arti
2016
Tanpa Aku
Kebenaran tanpa Aku
Hampa ruang hampa waktu
Kesalahan tanpa Aku
Tiada jiwa tiada ruh
Cinta candu mencari Aku
Dengan tandu rindu
Dalam raga ragu
Hanya menemu nisan batu
2016
Mahia 2
Ruhku pantai
Tuju rindu ombak dan gelombang
Tempat kesiur angin bersenandung
Sampan harapan tepikan jangkar
Nelayan melabuhkan muatan
Ikan-ikan kehidupan
2016
Mahia 3
Nafsu merajahi sejarah
Atas nama kemanusiaan
Manusia saling menjarah
Ruh disingkirkan dari kenyataan
Menjadi dunia
Menjadi aku
2016
Sambung Nyawa
Semakin kau bunuh
Aku semakin hidup
Darah nyawaku
Bercampur garammu
2016
Selepas Annuqayah, dia mengembara ke Bandung dan aktif di Jendela Seni bersama Faisal Er. Di sana, dia memperdalam seni peran, dan ilmu kehidupan sebagai pengembara. Namun pengembaraannya hanya terhitung bulan, dia akhirnya pulang kampung karena tak tahan pada panggilan tanah kelahiran.
Karya-karyanya sudah pernah dimuat sejumlah media, sampai buku puisi bersama. Kini dia sedang mempersiapkan buku puisi tunggal pertamanya dengan judul yang masih dirahasiakan. Pintu silaturahmi: ra_mamber@yahoo.com.
Mahia 1
1/
Sepercik dari setetes sukma
Sepi ruang di sunyi waktu
Nanti menanti ruh rindu
Menjadi sebiji benih
Tanam tumbuh di tanah jiwa
Daun pucuknya julur menjuntai
Menggapai gapai
‘Tiap kemilau,
Tidak selalu silau’
2/
Di lubuk kelam
Segala waktu adalah malam
Yang pergi pasti kembali
Dalam makna dan arti
2016
Tanpa Aku
Kebenaran tanpa Aku
Hampa ruang hampa waktu
Kesalahan tanpa Aku
Tiada jiwa tiada ruh
Cinta candu mencari Aku
Dengan tandu rindu
Dalam raga ragu
Hanya menemu nisan batu
2016
Mahia 2
Ruhku pantai
Tuju rindu ombak dan gelombang
Tempat kesiur angin bersenandung
Sampan harapan tepikan jangkar
Nelayan melabuhkan muatan
Ikan-ikan kehidupan
2016
Mahia 3
Nafsu merajahi sejarah
Atas nama kemanusiaan
Manusia saling menjarah
Ruh disingkirkan dari kenyataan
Menjadi dunia
Menjadi aku
2016
Sambung Nyawa
Semakin kau bunuh
Aku semakin hidup
Darah nyawaku
Bercampur garammu
2016
Ibu
Tanpa restumu
Kaki ini meniti
Sehelai bulu
Sepi
2016
Falsafah Padi
Menadah berkah tahun baru
Hujan keramat menguyupkan daunan doa
Batang permohon dibasahi airmata langit yang malam
Padi menguning
Di sawah pagi hari musin panen
Runduk tawaduk ke tanah sunyi
Menunggu mata arit yang tajam
Menjadi beras
Putih karena kebersamaan
2016
Kesaksian Reformasi
1/
Di gaduh riuh pekikan politik
Hutanku terbakar hutanku dibakar
Negaraku berkubur ke abu arangnya
Tertimbun bermasa masa
Hajat makhluk sejagat
Berbanding hayat cacing seperut
2/
Pada desas desus isu politis
Sungaiku sepi ikan, lautku sepi lokan
Di parit yang mampat
Negaraku adalah jentik nyamuk yang ganas
Mereka melumpuhkan anak cucu kami
Bahkan yang belum terlahirkan
2016
Zawiyah
Daging tulang ku tumpuk dalam bentuk
jiwa hati hijrah meninggalkan sejarah
ziarah dari kesunyiaan ke keabadian
Aku melupakan merahnya darah
nir akan cecap rasa
melumpuhkan otak atik
Kaki tangan ku pagut geraknya
dengan tali temali kebakaan
meninggalkan ragawi
yang memenjarakan ruhani
Aku dan diriku
berhadap-hadapan satu sama lain
Yang kenyataan yang hayalan
Aku mengembalikan ruhku
kepada yang Maha Ruh
2016
Garam Kalianget
Kau talangan menambak asin samudera
Mengeraminya dengan panas matahari kemarau
Mengkristalkan butir-butir garam ingatan
Cinta kasih lautmu pada daratan
2016
Keintiman Penyair dan Kata
Penyair dan kata
Sedekat urat leher dan tuhannya
Darah sumsum tulang daging
Otak hati jiwa raga, puisi
Kata punya cita citra
Dunia dalam hakikat terpendam
Ada dalam kesadaran ruh
Sublim ke yang ilahiyah
Penyair memaknai
Dalam cinta dan metafora
Menangkap sinar kenyataan
Ilham suci yang dinajiskan
2016
Maha Sunyi
Semyummu di atas senyumku
Pada senyummu senyumku bersunyi
2016
Menagih Janji
Biarpu panen gagal
Jagung layu mati pupus
Padi rubuh di kaki hama
Kacang tanah tak berbiji
Pohon kelapa tanpa buah
Siwalan juga menetas cuka
Aku menantimu
Di tanggal yang kau tinggalkan
2016
Mangle
Tiga kalung bunga kefanaan
Tanda lepas pisah ruh dan badan
Yang tersandera hidup kehidupan
Tiga kalung bunga kefanaan
Menandai mula sirat keabadian
Ke hadirat kedamaian
Tiga kalung bunga kefanaan
Menjadi pilar ingatan
Tiga janji tuhan
2016
Ruh Cahaya
Hujan malam ini
Tiba deras memeluk bumi
Basah becek;
air yang mengalir menggerus tanah
Ke parit ke sungai,
tapi tak keruhkan jernih lautku
Tak tawarkan asin samudraku
Hujan malam ini
Selimut dingin yang menggigilkan tubuh
Tidak ruh yang hangat di buaianku
Biar hujan mengguyur
Ruhku tak tersentuh basah
Ruhku bukan tanah tapi cahaya
Pendarnya melampaui matahari
2016
POSTING PILIHAN
Tanpa restumu
Kaki ini meniti
Sehelai bulu
Sepi
2016
Falsafah Padi
Menadah berkah tahun baru
Hujan keramat menguyupkan daunan doa
Batang permohon dibasahi airmata langit yang malam
Padi menguning
Di sawah pagi hari musin panen
Runduk tawaduk ke tanah sunyi
Menunggu mata arit yang tajam
Menjadi beras
Putih karena kebersamaan
2016
Kesaksian Reformasi
1/
Di gaduh riuh pekikan politik
Hutanku terbakar hutanku dibakar
Negaraku berkubur ke abu arangnya
Tertimbun bermasa masa
Hajat makhluk sejagat
Berbanding hayat cacing seperut
2/
Pada desas desus isu politis
Sungaiku sepi ikan, lautku sepi lokan
Di parit yang mampat
Negaraku adalah jentik nyamuk yang ganas
Mereka melumpuhkan anak cucu kami
Bahkan yang belum terlahirkan
2016
Zawiyah
Daging tulang ku tumpuk dalam bentuk
jiwa hati hijrah meninggalkan sejarah
ziarah dari kesunyiaan ke keabadian
Aku melupakan merahnya darah
nir akan cecap rasa
melumpuhkan otak atik
Kaki tangan ku pagut geraknya
dengan tali temali kebakaan
meninggalkan ragawi
yang memenjarakan ruhani
Aku dan diriku
berhadap-hadapan satu sama lain
Yang kenyataan yang hayalan
Aku mengembalikan ruhku
kepada yang Maha Ruh
2016
Garam Kalianget
Kau talangan menambak asin samudera
Mengeraminya dengan panas matahari kemarau
Mengkristalkan butir-butir garam ingatan
Cinta kasih lautmu pada daratan
2016
Keintiman Penyair dan Kata
Penyair dan kata
Sedekat urat leher dan tuhannya
Darah sumsum tulang daging
Otak hati jiwa raga, puisi
Kata punya cita citra
Dunia dalam hakikat terpendam
Ada dalam kesadaran ruh
Sublim ke yang ilahiyah
Penyair memaknai
Dalam cinta dan metafora
Menangkap sinar kenyataan
Ilham suci yang dinajiskan
2016
Maha Sunyi
Semyummu di atas senyumku
Pada senyummu senyumku bersunyi
2016
Menagih Janji
Biarpu panen gagal
Jagung layu mati pupus
Padi rubuh di kaki hama
Kacang tanah tak berbiji
Pohon kelapa tanpa buah
Siwalan juga menetas cuka
Aku menantimu
Di tanggal yang kau tinggalkan
2016
Mangle
Tiga kalung bunga kefanaan
Tanda lepas pisah ruh dan badan
Yang tersandera hidup kehidupan
Tiga kalung bunga kefanaan
Menandai mula sirat keabadian
Ke hadirat kedamaian
Tiga kalung bunga kefanaan
Menjadi pilar ingatan
Tiga janji tuhan
2016
Ruh Cahaya
Hujan malam ini
Tiba deras memeluk bumi
Basah becek;
air yang mengalir menggerus tanah
Ke parit ke sungai,
tapi tak keruhkan jernih lautku
Tak tawarkan asin samudraku
Hujan malam ini
Selimut dingin yang menggigilkan tubuh
Tidak ruh yang hangat di buaianku
Biar hujan mengguyur
Ruhku tak tersentuh basah
Ruhku bukan tanah tapi cahaya
Pendarnya melampaui matahari
2016