Buku Fragmen Bulan Hijau Diluncurkan
http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/12/buku-fragmen-bulan-hijau-diluncurkan.html
D. Zawawi Imron saat berorasi budaya |
Buku kumpulan puisi “Fragmen Bulan Hijau” karya almarhum Nurul Hidayat atau En Hidayat diluncurkan pada Sabtu, malam (14/12/2019) di Pusdiklat Lt. 2 PCNU Sumenep ini disaksikan berbagai pihak.
Acara yang sebelumnya dilaksanakan doa bersama memperingati 100 hari wafatnya almarhum dipimpin KH. Safraji, Ketua MUI Sumenep, merupakan bentuk apresiasi terhadap perjuangan almarhum lewat puisi-puisinya.
Doa bersama dan peluncuran buku yang diselenggarakan oleh Lesbumi Cabang Sumenep menghadirkan sejumlah tokoh seperti penyair dan budayawan D. Zawawi Imron, penyair A. Faizi, tokoh intelektual A. Dardiri Subairi, budyawan Syaf Anton Wr, Ibnu Hajar, teman seperjuangan dalam dunia pendidikan Nanang Pangayoman dan lainnya.
D. Zawawi Imron dalam orasi budayanya banyak menguarai sekitar fenomena yang berkembangan di tengah masyarakat dan menekankan agar warga Madura tidak terjebak oleh perkembangan tersebut dengan tetap mempertahakan budaya sendiri, yakni budaya Madura.
Sedang Nanang Pangayoman dalam kesempatan testimoni mengisyaratkan tengtang profil kehidupan En Hidayat dalam sikap dan prilakunya yang banyak menjadi inspirasi oleh teman seperjuangannya.
Acara yang sebelumnya dilaksanakan doa bersama memperingati 100 hari wafatnya almarhum dipimpin KH. Safraji, Ketua MUI Sumenep, merupakan bentuk apresiasi terhadap perjuangan almarhum lewat puisi-puisinya.
Doa bersama dan peluncuran buku yang diselenggarakan oleh Lesbumi Cabang Sumenep menghadirkan sejumlah tokoh seperti penyair dan budayawan D. Zawawi Imron, penyair A. Faizi, tokoh intelektual A. Dardiri Subairi, budyawan Syaf Anton Wr, Ibnu Hajar, teman seperjuangan dalam dunia pendidikan Nanang Pangayoman dan lainnya.
D. Zawawi Imron dalam orasi budayanya banyak menguarai sekitar fenomena yang berkembangan di tengah masyarakat dan menekankan agar warga Madura tidak terjebak oleh perkembangan tersebut dengan tetap mempertahakan budaya sendiri, yakni budaya Madura.
Sedang Nanang Pangayoman dalam kesempatan testimoni mengisyaratkan tengtang profil kehidupan En Hidayat dalam sikap dan prilakunya yang banyak menjadi inspirasi oleh teman seperjuangannya.
![]() |
A. Faizi memaparkan sekitar puisi karya En Hidayat |
Penyair sandal jepit dari Annuqayah Sumenep, M. Faizi memaparkan sekitar puisi-puisi karya En Hidayat. “Awal saya kenal beliau bukan sebagai penyair, dan saya baru tahu bila almarhum jauh sebelumnya banyak menulis puisi”.
Menurutnya puisi yang terkumpul dalam buku “Fragmen Bulan Hijau” terdapat berbagai ragam tema, mulai dari tema percintaan, sosial, kritik terhadap kekuasaan, dan justru yang paling dominan banyak melontarkan tema-tema kematian.
*****
Nuruh Hidayat, juga dikenal dengan nama En Hidayat, atau Oyong, adalah sosok berpenampilan kalem, sederhana dan rendah hati. Ia lahir di Sumenep tanggal 17 Juni 1972. Ia banyak menulis puisi meski tidak mau disebut sebagai penyair, selain itu juga menulis cerpen, dan artikel. Tulisannya banyak dipublikasikan di sejumlah media cetak dan online, seperti koran Radar Madura, tabloit Konkonan, Majalah MPA dan media lainnya.
Buku puisinya terbit dalam antologi puisi bersama seperti “Mardika” (19960, “Gerimis Altar” (1997), “Nyelbi’ E Temor Kara” (1997), “Kampung Indonesia Pasca Kerusuhan” (2000). Selain itu juga menulis dengan bahasa daerah (Madura).
Dalam organisasi ia pernah aktif di Forum Bias, Forum Ziarah Fikir, Forum Indonesia Pinggiran, Teater Hastasa IAIN Sunan Ampel dan lain-lain.
Dalam kelembagaan Nahdlatul Ulama (NU), ia sebagai Pengurus Lesbumi NU (dulu LSB) (1993-1998), Wakil Bendahara (2000-2005), Bendahara Umum (2005-2010), Wakil Ketua, dengan tugas membidangi pembina Lesbumi dan LTN (Lembaga Ta'lif Wan Nasyr) Cabang Sumenep. Sebagai guru ASN (PNS) ia pernah mengajar di SMPN Talango kemudian menjabat sebagai pengawas SMP di Sumenep.
En Hidayat wafat pada hari Senin, 26 Agustus 2019
Menurutnya puisi yang terkumpul dalam buku “Fragmen Bulan Hijau” terdapat berbagai ragam tema, mulai dari tema percintaan, sosial, kritik terhadap kekuasaan, dan justru yang paling dominan banyak melontarkan tema-tema kematian.
*****
Nuruh Hidayat, juga dikenal dengan nama En Hidayat, atau Oyong, adalah sosok berpenampilan kalem, sederhana dan rendah hati. Ia lahir di Sumenep tanggal 17 Juni 1972. Ia banyak menulis puisi meski tidak mau disebut sebagai penyair, selain itu juga menulis cerpen, dan artikel. Tulisannya banyak dipublikasikan di sejumlah media cetak dan online, seperti koran Radar Madura, tabloit Konkonan, Majalah MPA dan media lainnya.
Buku puisinya terbit dalam antologi puisi bersama seperti “Mardika” (19960, “Gerimis Altar” (1997), “Nyelbi’ E Temor Kara” (1997), “Kampung Indonesia Pasca Kerusuhan” (2000). Selain itu juga menulis dengan bahasa daerah (Madura).
Dalam organisasi ia pernah aktif di Forum Bias, Forum Ziarah Fikir, Forum Indonesia Pinggiran, Teater Hastasa IAIN Sunan Ampel dan lain-lain.
Dalam kelembagaan Nahdlatul Ulama (NU), ia sebagai Pengurus Lesbumi NU (dulu LSB) (1993-1998), Wakil Bendahara (2000-2005), Bendahara Umum (2005-2010), Wakil Ketua, dengan tugas membidangi pembina Lesbumi dan LTN (Lembaga Ta'lif Wan Nasyr) Cabang Sumenep. Sebagai guru ASN (PNS) ia pernah mengajar di SMPN Talango kemudian menjabat sebagai pengawas SMP di Sumenep.
En Hidayat wafat pada hari Senin, 26 Agustus 2019
Penulis: syaf
POSTING PILIHAN