Sajak-sajak Shofa Thoyyib
http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/11/sajak-sajak-shofa-thoyyib.html
![]() |
Shofa Thoyyib |
*****
Hikayat Dedaunan
Pada sebuah jalan,
Seringkali kau halang dengan tangan
Terik mentari di celah dedaunan
Adalah kiranya,
Tak kau tangkap,
Tertutup bayang,
Halangi mata.
Padahal, baru saja
Sepasang burung ramah menyapa
Jangan kau menunggu teduh
sekedarlah singgah
dan coba menengadah
Berpaling pun kau resah
Karena, dari sanalah
Kisah kita berkiprah
Tak Seperti Ini, Semestinya!
*Dari Hikayat Dedaunan
Betapa!
Perjumpaan mencipta rasa
Bersama segenap suka cita
Berupa sebuah cerita
Dari rangkaian banyak sua
Mengalir, begitu saja
Namun, apalah dikata
Bila terpuruk pada akhirnya
Tak sepatutnya
Kisah ini bermula
Tak seperti ini, semestinya.
Di Penghujung Malam
Bersama lampu yang temaram
Ku melebur masa kelam
Kendati mata belum terpejam
Bersikeras,
Menata diri
Menikmati ujung malam
Sekedar bersandar.
Maksud hati ingin luapkan
Separuh jiwa yang menghilang
Sembari bergumam,
“Adakah jiwa yang sendu,
Yang lantas lebih merindu?”
Menjelma Duri
Adalah kisah yang kau tanggalkan
bersama rasa yang tertahan
dengan segenap kepedihan
dan kian berkepanjangan.
Tak layaknya sebuah mawar,
yang sengaja engkau hantar
tuk mengkiaskan,
duri-duri yang tertancapkan,
"Begitukah, harusnya kau
kuceritakan?"
Sepasang Merpati
Dikata dalam belantara sebuah hutan
Terdapat sepasang burung beriringan
Menelisik celah-celah rerimbunan
menegakan sayap-sayap yang berkepakan
Dalam guratan warna lukisan
Memajaskan beberapa ocehan
Antara engkau, aku dan kebisuan
Sahut menyahut angin malam, terik siang, dan celah rerimbunan
Menjamahi sepanjang hutan kekosongan
Sejauh ini, masih bersamaan, beriringan bahkan bersinggahan
Rupanya, beberapa akhir ini
Sering kali kau singgahi
Ranah lama yang enggan engkau kunjungi
Bukankah ranah itu telah kau tutupi?
Lalu untuk apa?
Seakan-akan semua hutan itu tuli
Tak mendengar, cuplikan kisah dari lukisan sepasang merpati
Dan pada akhirnya, kitapun memahami
Bahwa merpati, tak pantas engkau jamahi.
Kebahagiaan Di Akhir Perjalanan
Berbahagialah,
karna dunia terlalu fana untuk ditangisi
Jangan Goyah,
Meski langkah, melebihi larik puisi
Yang ditorehkan penyair sufi
“’Hidup itu penuh tujuan, Namun tujuan bukan hanya untuk hidup”
Dan takdir, tak setenang air sungai yang mengalir
Sebab hidup adalah perihal mnyebrangi
Hendak memilih untuk tenggelam
Atau kembali pada pencipta semesta Alam
Ibarat Kerinduan
Dikatakanlah sebuah pepatah yang kau lafalkan
tegas memupus ulu harapan
saat jarak berjauhan
untuk rindu yang kian berkepanjangan
Seringkali kutautkan dengan segala kepasrahan
Entah mengiyakan, atau malah menidakkan
Padahal, dalam diri bergejolak tak tertahan
Kunjungilah jarang-jarang
agar rindumu enggan menghilang
sebab rindu takkan renggang
Meski waktu amat panjang
Begitulah, selama ini yang tengiang
Sajak Sekawan
Kawan,
Aku lelah menulis sajak
Dalam sesak menyeruak
Letih penat tak berjejak
Hanya diam yang menguak
Walau sejenak
Berhamburan kata-kata tak bertonggak
Namun diam, bukan semata untuk tegak
Kawan,
Biarkan bahagia menyelinap
Diantara kita, tak ada kata yang tak terungkap
Kawan,
Biarkan sedih menghampiri
Bersama kita menjadi indah untuk berbagi
Kawan,
Jangan biarkan caci maki
Bermunculan dalam diri
Karna kita tahu pasti
Perihal apa yang ditangisi
Kawan,
Selama lekat nama kenangan
Selama sajak tersampaikan
Kisah kita, akan dikenang oleh zaman
Mendekati Tuhan
Tuhan,
Izinkan aku memuja-Mu berlebihan
Atas nama kuasa-Mu segala pujian
Menafikan segala yang kau ciptakan
Memenuhi palung hati yang beriman
Tuhan,
Hampiriku dalam langgam kebisuan
Saat rapuh dan terpuruk bersamaan
Dalam sadar ku bersandar dan menahan
Keinginan tuk berpaling dan keluhan
Penyesalan meringankan keadaan
Takkan lagi kukorbankan keyakinan
Hanya demi kepasrahan. Tanpa ada kepastian
POSTING PILIHAN