Saja-sajak Azizatul Qoyyimah
Azizatul Qoyyimah Azizatul Qoyyimah, Mahasiswi IDIA Al amien Prenduan Fakultas Ushuluddin Prodi Ilmu Al quran dan Tafsir (IQT), lahir ...
http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/11/saja-sajak-azizatul-qoyyimah.html
![]() |
Azizatul Qoyyimah |
Persembahan ;
Kepada-Mu
Menggema sautan suara di antara gelombang ombak
Menanggalkan satu kisah yang mulai menjadi sejarah
Disaksikan burung camar yang sedang bercinta
Mata nanar menatap air laut yang mulai surut
Pelan akan hilang, mata kasih yang beradu pandang
Pergilah..
Dalam remang, nyala lilinpun tidak bersahabat
Tanda tidak akan ada lagi puisi tentangMu
Sepakat kita menutup hati
Bermukim di tempat yang jauh dari luka, dan tangisan air mata.
Batang-batang, 2019
Sejarah Ibrahim
Jejak langkahmu berliku di atas gumparan tanah
Dengan tangan bejat syetan
Melontarkan kerikil-kerikil hitam
Namun kau tepis itu dengan niat ikhlasmu
Demi mewujudkan mimpimu
Menggapai ridho tuhan
Dengan lafadz bismilllah kau meyakini itu
Walau teriris perih di relung hatimu
Tekad bulatmu tak bisa ditipu
Lantas Nur Allah menderang di atas sayap jihadmu
Malaikat datang mewujudkan mimpimu
Karena patuhmu kepada sang khalik
Sayup lantunan takbir bergema
Allahu Akbar......
Allahu Akbar......
Adagium Rasa
Aku terlalu dini masuk dalam perangkapmu
Hingga aku bisa menafsirkan adagium rasa
Dalam topeng palsumu
Sampai kau memancapkan celurit serpihan
Kata untuk ku santap
Perih luka dalam seantero tubuhku melambang,
Aku ingin meminta pertanggung jawaban
Dari bekas luka itu
Aku ingin kau tau bahwa ini aku
Agar aku tidak larut dalam klimaks luka
Akupun bosan akan penyaksian
Yang tak kunjung kau rekam
Jejak demi jejak ku telusuri
Walau aral terbentang berliku
Lantas kau mampu mengalahkan keangkuhanmu
Aku
Bukan lagi melati kecil yang ku petik
Melainkan mawar merah yang ku pilih
Bukan lagi kepompong yang ku tangkap
Melainkan kupu-kupu yang hinggap
Aku bukan hanya pecinta dua ciptaan itu
Tapi aku adalah pemimmpi yang ingin sepertinya
Kalau dulu aku diam seperti mawar yang kuncup dan layu
Lihatlah sekarang .... !
Kalau dulu aku bergantung seperti kepompong yang bergelantungan
Lihatlah sekarang ... !
Aku adalah kupu-kupu yang terbang
20-07-16
Nyala Lilinku
Panggilan yang indah, bergeming menggetarkan raga
Bercuap dalam alunan suara
Mengingat hari istemewa
Bulan yang berputar pada porosnya
Berhenti di titik kegelapan memancarkan cahayanya
Hingga fajar datang menjelma
Memori kisah yang terulang kembali
Di titik kalender yang sama
Menyongsong semangat yang membara
Berjuta perhatian ku dapatkan dari mereka
Memikat hati sang perasa
Bersyukur atas karunianya
Yang menjemput masa nan indah
Ramadhan Akan Berakhir
Terpaku menatap rembulan yang begitu malap
Malam ikut berduka tanpa cahayanya yg gemerlap
Lorong ,jalan jalan kecil menjadi gelap
Semua yang jelas menjadi kasat untuk dilihat
Aku masuk mecari titik kalender
Ternyata ia begitu tua untuk menetap
Angka 1 sampai 28 begitu singkat
Tanda ramadhan akan segera pamit menyisakan bekas…
Batang batang, 01 Juni 2019
19.00
Manuskrip _ Air _ Mata
Malam ikut berduka tanpa cahayanya yg gemerlap
Lorong ,jalan jalan kecil menjadi gelap
Semua yang jelas menjadi kasat untuk dilihat
Aku masuk mecari titik kalender
Ternyata ia begitu tua untuk menetap
Angka 1 sampai 28 begitu singkat
Tanda ramadhan akan segera pamit menyisakan bekas…
Batang batang, 01 Juni 2019
19.00
Manuskrip _ Air _ Mata
I/
Lepas melepas pangkuan sang pahlawan
Dipagi hari menjelang siang
Terlihat air mata begitu menggenang
Di mata bening putih berkilau
Nasehatmu begitu tulus terucap “bu..”
“Kembalilah dengan menang nak! Katamu”.
II/
Saban waktu aku mengingat
Kecupan hangat yang membekas
Mengutuk perasaan, rindu
Yang berkepanjangan.
III/
Akhirnya perkenan aku, bu…
Melukis wajahmu dengan potret kasih
Sayang.
Hilang
Perasa penikmat madu dalam candu
Sepi memikat terasa pekat
Malam berdendang bersama gugus awan
Di hembusan angin yang mana ia menitipkan salam?
Panen rasa
Bungkam dalam diam menyayat hati lebur dalam pilu
Se ia sekata tertoreh dalam lembaran kusam
Pelan kuusap ku dekap ku cium penuh makna
Dan ia masih dengan rasa yang sama.
Kian menjelma seperti wayang yang menari depan mata
Dihantui sajak kasih yang berkisah
Mengeja cerita sastra penuh dusta