Seniman Kutu Loncat, Hama Kesenian?


Oleh Syaf Anton Wr


Kutu loncat adalah sejenis serangga yang memiliki kemampuan merusak tanaman, khususnya pada tanaman padi. Jenis serangga ini termasuk hama penyakit yang dikatagorikan hama. Dalam dunia pertanian, jenis serangga ini sangat dimusuhi kaum petani, karena memang dalam operasinya menghancurkan hasil pertanian, dan secara otomatis menghancurkan harapan kaum tani.

Kutu loncat, bisa dianalogikan sebagai penghancur nilai-nilai karena sasaran “kejahatannya” selain pupus daun padi muda sampai pada isi padi itu sendiri. Kebernasan padi yang menjadi tumpuan hidup kaum tani, pada akhirnya akan menghambat proses pertumbuhan tanaman padi selanjutnya. Kutu loncat, sebagai perusak proses kehidupan tanaman, tampaknya memang harus dibasmi dan dihancurkan.

Lalu apa hubungannya dengan dunia kesenian?. Kesenian sebagai wilayah kreatifitas, tentu sangat dibutuhkan kebernasan nilai. Kebernasan yang pada gilirannya menjadi kualitas, yaitu embrio yang memberikan penjelajahan nilai-nilai terhadap manusia. Apalah arti seni tanpa nilai, kecuali memang sekedar sebagai proyek dagang, tanpa mengharap nilai itu sendiri. Pada akhirnya dalam proses penjelajahan, kerap terjadi benturan antara nilai kesenian, seniman dan kebutuhan material. Dalam kondisi semacam ini, banyak diantara seniman harus mengambil inisiatif akhir diantara satu bahkan ketiganya. Ketika kebutuhan material sebagai tujuan utama, apapun yang dilakukan – selama menunjang kreatifitasnya -, jalan akhir yang ditempuh bisa menjadi “kutu loncat”

Dalam tataran kebutuhan material, kesenian tampaknya paling “miskin” dibanding kebutuhan kehidupan lainnya. Ketergantungan kesenian di luar kesenian sangat rawan menawarkan kemungkinan para seniman mengambil jalan pintas dan praktis. Ketika seniman memiliki kapasitas cukup dalam konsep kesenian, bukan berarti tugas seniman sebagai kreator selesai sampai disini.

Persoalan tersebut akan muncul, ketika seniman dihadapkan; bagaimana menindak lanjuti konsep keseniannya sehingga dalam eksplorasi seni nantinya bisa tercapai?. Dari sinilah seniman mulai ditantang dan diuji eksistensi dan konsistensinya, bagaimana sang seniman mampu membangun idealisme sebagai wilayah keberpihakan pada suatu kondisi yang substantial. Dalam kondisi semacam ini, seniman akan dihadapkan oleh dua dunia yang berbeda, yaitu dunia estetis, sebagai dunia kreatifitas dan dunia kapitalistis, dunia yang memiliki dimensi kuat dalam proses pengejawantahan kreatifitas.

Seni, sebagai dunia estetis memiliki citra, ciri, dan selera yang otonom. Hal ini sangat mungkin menawarkan paradigma, nilai kemanusiaan, serta nilai filosofis yang pada akhirnya memberikan pencerahan terhadap fenomena peradaban manusia. Keotonoman seni juga memungkinkan memiliki titik jelajah tanpa batas ruang dan waktu, dan selalu memberikan kemungkinan-kemungkinan yang baru. Sedang kebutuhan-kebutuhan plus yang menjadi ciri dari pembangunan material telah menjadi tanda dari sifat modernisme dengan lahirnya budaya industrialism, yang juga bersentuhan kuat dengan budaya masyarakat.

bersambung ke: Kelompok Kesenian dan Problematikanya

Suatu kenyataan, kebudayaan industri dalam perkembangannya selalu berafiliasi dengan kepentingan politisi dan kepentingan pasar. Pada akhirnya apa yang dihasilkan oleh kebudayaan industri adalah bentuk kesenian yang citra dan selera estetisnya selalu direkayasa berdasarkan kepentingan-kepentingan politik dan kepentingan ekonomi. Karena pengaruh kepentingan politik dan kepentingan ekonomi, maka dapat dipastikan, kesenian akan kehilangan otonominya. Dengan kata lain, kebudayaan industri yang mengarah pada kepentingan ekonomi telah melibas keotonoman dunia kesenian. Dan itu berarti pendangkalan nilai karya seni.

Lenyapnya otonomi kesenian semakin tampak jelas ketika ideologi pasar semakin dominan dalam usaha-usaha merekaya seni sebagai konsumsi massa. Dunia kesenian direkayasa sedemikian rupa sehingga menjelma menjadi “sekedar” kebutuhan untuk memenuhi selera pasar, tanpa mempertimbangkan nilai estetis yang menjadi pengalaman estetis, religius, filosofis dan transcendental. Bahkan kecenderungan yang selama ini berkembang, kesenian akan dianggap berhasil bila dihadiri oleh kalangan pejabat atau institusi penentu kebijakan dunia birokrasi dan politisi.

Lalu apa hubungan dengan kutu loncat?. Indikasi lemahnya kebutuhan plus dari kalangan seniman, akibatnya ia akan mengambil jalan pintas, dengan memandang “yang penting kreasi saya tersalurkan”, meski kenyataannya produk yang dihasilkan justru makin membelenggu dirinya dalam suatu realitas yang sebenarnya sangat bertentangan dengan “dunia dalam” nya. Tapi apa lacur, kebutuhan plus – yang juga menjadi harapan merambah untuk kepentingan dapur – akan menjadi jalan keluar sebagai alternatif terakhir.

Sinyalemen ini bukan berarti persoalan akan selesai. Persoalan seniman yang pada dasarnya terlahir sebagai manusia, dalam proses kehidupannya tetap bergantung pada kehidupan sosial; kehidupan sosial dalam lingkaran antar seniman yang kemudian disebut komunitas seniman, maupun kehidupan sosial sekitar kehidupan dirinya, yang memungkinkan menciptakan “dunia baru” dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam wilayah “dunia baru” inilah, seniman (baca; oknum seniman) mulai berinteraksi dengan siapa saja, dengan cara apa saja, meski harus mengorbankan nilai-nilai estetisnya.

Beberapa kasuistis terjadinya konflik antar seniman maupun konflik antar kelompok kesenian, persoalan kebutuhan plus kerap menjadi pemicu meningkatnya suhu terjadinya konflik. Indikasi ini sebagai akibat makin menumpuknya tuntutan-tuntutan seniman yang sedemikian kuat dalam pemenuhan fasilitas, sehingga kelompok kesenian yang diharapkan menjadi media dan fasilitator para seniman, tidak dapat berkutik ketika realitas kebutuhan plus menjadi salah satu sarat mutlak untuk mengimplementasikan hasil karyanya.| bersambung ke: Kelompok Kesenian dan Problematikanya

POSTING PILIHAN

Related

Utama 3656819363867395681

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item