Pendidikan Literasi Budaya di Indonesia

Dialog mahasiswa dengan nara sumber
Mengingat pentingnya peranan literasi budaya, pemerintah perlu mengembangkan suatu pola atau sistem dalam menerapkan literasi budaya di dunia pendidikan. Salah satu kebijakan pemerintah dalam kasus ini adalah dengan penerapan kurikulum 2013. Kurikulum ini merupakan kurikulum pengganti KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diyakini mampu memajukan pendidikan di Indonesia. Dalam kurikulum 2013, aspek literasi budaya sudah mulai diperkenalkan dengan aspek-aspek lainnya, yaitu pendidikan karakter dan pengembangan budaya (Rokhmawan & Firmansyah: 2017).

Isu-isu penting yang diusung dalam pendidikan saat ini memang lebih banyak diisi dengan konten pendidikan karakter dan budaya. Kondisi ini bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Sebelumnya, pendidikan berbasis budaya juga telah digaungkan oleh para pakar pendidikan dunia, khususnya para pakar aliran esensialisme. Teori pendidikan ini merupakan pemahaman bahwa sebuah pendidikan harus dilandasi oleh hal-hal yang bersifat fundamental, salah satunya adalah landasan budaya lama yang telah teruji keberadaannya (Helaluddin: 2018).
Tulisan bersambung:
  1. Literasi Budaya dalam Pembelajaran BI di Perguruan Tinggi
  2. Budaya Literasi dan Literasi Budaya
  3. Pendidikan Literasi Budaya di Indonesia
  4. Desain Literasi Budaya dalam Pembelajaran BI
 Pada dasarnya pendidikan berbasis budaya ataupun pendidikan multikultural di selolah/kampus dapat dilakukan dalam beberapa aspek. Beberapa aspek tersebut adalah: (1) integrasi konten, (2) proses merekonstruksi pengetahuan, (3) penyesuaian metode pembelajaran di kelas, (4) pengurangan terhadap prasangka, dan (5) penguatan budaya sekolah dan struktur sosial (Banks dikutip Rosmawaty: 2015).

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan bukunya yang berjudul Materi PEndukung Literasi Budaya dan Kewargaan (2017) ada beberapa strategi yang digunakan dalam memperkuat literasi budaya di sekolah. Strategi-strategi tersebut adalah: (1) kegiatan bengkel kreatif berbahasa daerah, (2) residensial, (3) pengenalan ketahanan nasional, (4) pelatihan guru dan tenaga kependidikan, (5) pelatihan pembuatan permainan edukatif, dan (6) forum diskusi bagi warga sekolah.

Literasi budaya dikaitkan erat dengan pembelajaran bahasa. Bahkan, beberapa ahli berpendapat bahwa mengajarkan sebuah bahasa berarti juga mengajarkan kebudayaan juga, khususnya dalam pembelajaran bahasa asing. Lebih lanjut, Kucer dikutip Barrette and Paesani (2018) mengungkapkan bahwa definisi literasi budaya mencakup juga tentang pemahaman bentuk bahasa dan konvensinya, bagiamana menyampaikan sebuah makna, bagaimana membuat kesimpuan/inferensi, berpikir secara kritis, merefleksikan pada suatu pembelajaran, dan kepedulian secara sosial-budaya tentang situasi sebenarnya pada bahasa dan komunikasi.

Selain melalui pembelajaran bahasa, literasi budaya juga dapat diintegrasikan dalam pembelajaran Mata Pelajaran Seni dan Budaya. Sebuah studi terkait hal ini dilakukan oleh Desyandri (2018) yang menyatakan bahwa menumbuhkembangkan literasi budaya kepada siswa-siswa agar tidak tercerabut dari budaya lokal Minang dapat dilakukan melalui pembelajaran Seni di sekolah dasar. Siswa diajarkan tentang nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam lagu-lagu Minang. Dengan nilai-nilai kearifan lokal tersebut diharapkan siswa akan semakin mengenali budaya lokalnya sebagai bentuk perwujudan pendidikan literasi budaya di sekolah.

Berdasarkan pentingnya literasi budaya tersebut, maka perlu ditingkatkan kompetensi pendidik dalam meperkenalkan keberagaman budaya dalam proses pendidikan di sekolah. Sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, seorang pendidik, baik guru dan dosen harus memiliki berbagai keterampilan dalam mengajarkan pada peserta didiknya mencapai kompetensi abad ke-21. Dengan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, seorang pengajar harus memperkenalkan tentang krativitas, berpikir kritis, mengatasi masalah, membuat keputusan yang tepat, komunikasi dan kolaborasi dalam bekerja, literasi informasi, dan lain-lain kepada peserta didik (Auzina: 2018). 

Pada level perguruan tinggi, literasi budaya juga sangat diperlukan dalam rangka membentuk lulusan untuk hidup dan bekerja di lingkungan yang transkultural dan transdisipliner. Seperti yang telah kita ketahui, saat ini telah memasuki era dimana para mahasiswa harus terlibat langsung dalam interaksi dan kolaborasi antar-budaya dan multi-budaya. Menurut García Ochoa dkk. (2016) institusi pendidikan tinggi harus menyiapkan lulusan dengan keterampilan mobilitas dan fleksibilitas untuk mampu bekerja secara efisien di lingkungan transkultural dan transdisipliner. Beberapa istilah dengan nuasa berbeda tentang ulasan tersebut antara lain (1) kompetensi global atau global competency, (2) cosmopolitansm, (3) global citizen, dan (4) cosmopolitan capital.

Tulisan bersambung:
  1. Literasi Budaya dalam Pembelajaran BI di Perguruan Tinggi
  2. Budaya Literasi dan Literasi Budaya
  3. Pendidikan Literasi Budaya di Indonesia
  4. Desain Literasi Budaya dalam Pembelajaran BI

POSTING PILIHAN

Related

Utama 3195590659800514802

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item