Sajak-Sajak Le Avilla S. Herianto

Le Avila honesty since fist time i know flowers light of the sun light of the moon and stars the gold all of them say about who you a...

Le Avila

honesty since fist time i know
flowers
light of the sun
light of the moon and stars
the gold
all of them say about who you are
but so hard to be sure
what did happen before we meet
I thought just dream

so hard to find you
long trip and distance
I do with one reason : love
when I really see your face
sure the angel has been coming for me with smile
I hug you, angel
we are to be one
all of flowers to became smell of you
sun moon and stars in my heart bright again
my soul full spirit cause you
all of my tired restored
thank God sent me the angel in my life
deep faith for you
and thanks giving to angel
the one who present in my heart
love you so much

(Batangas-Philippine, 2009)



Love In Naga City


you have to know
since I’ve been meeting
I like you
can't be explained why
but I can  feel
with the time I fall in love
I know this is impossible situation
however you will never forget
here
 a foreigner always loving you

I will bring this feeling
like I bring my heart
feel it
like I feel this love
forever until the last second tick
(Philipinness, 18-12-2008)


Di Balik Dinding Itu Ada Rahasia

di balik dinding-dinding itu
ada warna-warna
ada endapan suara-suara
mengendapkan kenangan maha indah
tak ada yang tahu
hanya seorang yang telah lama meninggalkannya
tak ada yang ‘kan menengok-nengoknya lagi
karena tak ada yang berani terluka
tak ada yang ‘kan membuka-bukanya lagi
selain terkelupas
                            sendiri
                                              oleh
                                                          takdir
di balik dinding-dinding itu
ada rahasia-rahasia
yang menyimpan gerak-gerak
yang menyimpan getar-getar lembut
menguatkan pori-porinya semakin kukuh
tak ada yang menyentuhnya
hanya seorang yang setia menikmati sakit maha indah
tak ada yang kan menyentuhnya lagi
karena tak ada yang mampu merobohkannya
selain rubuh
                      sendiri
                                  oleh
                                              takdir
(Malang, Mei 1999)



Elegi Untuk Mata-Mata Yang Kutinggalkan


Kutahan tumpahan air mata di rongga dada
Kutahan arus kesedihan di ujung tenggorokan
Agar tangis tidak menjadi luka
Sedih di mata-mata itu tak sanggup kutatap
Semakin dalam kutatap
Semakin dalam pula luka menggurat
Rasa kehilangan yang memekat
Merusak warna langit hati
Kepergian ini untuk perjumpaan yang sarat rindu
Kepergian ini membawa lukisan kenangan
Kenangan yang berlimpahan kemesraan
Tak akan kutukar

Antara kita ada ikatan hati
Yang dibungkus oleh hari-hari
Ikatan yang tak mungkin diputuskan oleh sejuta kerusakan
Ikatan yang bila berada di hadapan Tuhan
Akan disambut dengan senyuman ketentraman
Perjumpaan yang pernah terjadi takkan pernah berakhir

Bila kepergian ini diartikan jarak
Maka nantikan sebuah perjumpaan dengan luapan lautan
Dengan gelombang-gelombang rindu yang memuncakkan kedamaian
Luka dan air mata yang pernah menyayat hari dan hati
menjadi sapuan angin yang menumbuhkan harapan

Wahai mata-mata yang menyimpan kesedihan sesaat
Tapi menyinarkan semangat hidup yang kuat
Bila suatu hari tiba masa perjumpaan itu
Pastikan aku melihat mata-mata yang pernah aku tinggalkan
Mengerling lincah diikuti sebaris senyum yang tiada henti
Yang tumbuhnya dari dasar hati

Aku akan minta hadiah berupa kemenanganmu
Aku akan selalu memberimu doa
Semoga Tuhan menyayangimu selalu
Sehingga tak ada satu pun permintaanmu kepada-Nya
Yang tak Dia kabulkan.
(Malang, 29 April 2007)


Hujan

Hujan lebat tapi kekeringan merambat
Hati
Mata pun tak meneteskan apa-apa
Selain hampa
Duh Gusti pencipta butir-butir air
Hujanilah kegersangan ‘ini’
Biar perpecahan bumi-manusiaku
tak terjadi apalagi hancur
berpasir-pasir
Aku berlindung pada-Mu
Dari kematian yang mengerikan
Dari tak utuhnya tubuhku dalam kubur
Dari ditolaknya ruhku dari-Mu
Aminku memanjati hujan ini
menuju-Mu
(Malang, 8 Februari 2009)


Kerinduan

Bulan sabit mengintip dari celah pelampung
Angin menusuk-nusuk kulit
Laut hitam menyimpan kerinduan
Cahaya cinta membuat sinar di mata
Seraut wajah menampak nyata
Ombak yang bergelora membawa diri
Lari menjauhi rembulan
Meninggalkan negeri yang jauh
Dengan rindu yang tak habis-habis
Pergi untuk menemukan cintanya
Yang hampir busuk merindu
(Banyuwangi, 26 Juni 2006)

Kau Jantungku

jantung ini cuma bisa berdetak
mengirama
tapi sejak mengenalmu
jantung ini berani menyebut namamu
bahkan memanggil-manggil
sejak mengenalmu
jantung ini telah berani merindu
bahkan telah berani mencinta
aku tak kuasa menahannya
kubiarkan mengalir
karena kalau kubendung
ia akan menyerang jantungku dan menghentikannya berdetak

(Paliat, Februari 2007)


Harmoni

Apakah akan jadi segelas kopi
Jika biji kopi, air, gula, gelas, sendok, dan api
Tidak harmonis?
Tidak bukan

Apakah akan jadi sepiring nasi
Jika beras, air, api berdiri sendiri dengan angkuh?
Tidak bukan

Apakah akan turun hujan
Jika matahari, air, angin, dan awan mementingkan diri sendiri?
Tidak bukan

Apakah akan jadi bangunan rumah
Jika kayu, tanah, kaca, paku, semen, kapur, batu, besi sama-sama menyombongkan diri?
Tidak bukan

Apakah kita akan jadi manusia
Jika hasrat hewani, malaikat, dan tumbuhan dalam diri kita saling membunuh?
Tidak bukan
(Surabaya, 14 Januari 2014)


Sejak Mengenalmu

jantung ini cuma bisa berdetak
menghasilkan irama
tapi sejak mengenalmu
jantung ini berani menyebut namamu
bahkan memanggil-manggil

sejak mengenalmu
jantung ini telah berani merindu
bahkan telah berani mencinta
aku tak kuasa menahannya
kubiarkan mengalir
karena kalau kubendung
ia akan menyerang jantungku
menghentikannya berdetak
(Malang, 070312)


Beri Aku Cahaya

daun-daun akan segera ditinggalkan warna
warna pun kembali ke pusat cahaya
ranting yang menopang daun juga dahan batang dan akar
yang saling mendukung tegaknya tumbuh
akan diminta kembali kepada tanah

bulan pun dimakan oleh waktu
akan meninggalkan masa-masa purnama
akhirnya lenyap dari pandangan berganti bulan baru dan muda

ya allah sisakan hijau daun untuk kunikmati
sisakan keindahan purnama untuk kesyukuranku pada malam yang berrselimut
engkau pemilik warna dan penggenggam purnama

atau

beri saja aku cahaya
(Sumenep, 290212)


Yang Terindah : Mati Dalam Tatapanmu

tatapanmu lembut
lebih-lebih kepada bayi hati
hingga seluruh gerak dalam tubuhku merasa bersalah
dalam arah tatapanmu aku senang bermanja seperti bocah
kadang pergi jauh
kadang di pangkuanmu dengan rasa aman
bila tatapanmu engkau tarik
siapa lagi yang akan perrhatikan tingkahku yang nakal
dan memanggilku dengan teguran
bila tatapanmu engkau tarik
siapa lagi yang akan mengusap air mata dan memberiku mainan
bila tatapanmu saja sudah kau tarik
tentu tidak ada lagi tempat berharap
bila tatapanmu saja sudah kau tarik
bagaimana bisa aku memandang
bila tatapanmu saja sudah kau tarik
ke mana akan kuhadapkan wajahku
bila tatapanmu saja sudah kau tarik
bukankah aku menjadi bangkai
wahai pemilik tatapan maha lembut
bila sampai mati pun hanya tatapan itu
anugerah terbesarmu bagiku
sungguh nikmat dapat menutup mata dalam tatapanmu  yang terindah

(Sumenep, 190311)


Yang

yang datang saat sepi
yang menyinari saat  gelap
yang mendampingi saat menangis
yang mengulur tangan saat tenggelam
yang menghapus air mata saat derai
yang mengobati saat luka
yang memapah saat lumpuh
yang menengok saat sakit
yang menjaga saat sehat
yang merangkul saat takut
yang memeluk saat cemas
yang mengingatkan saat lupa
yang menegur saat khilaf
yang membangunkan saat lelap
yang mengantar saat berangkat
yang menyambut saat datang
yang merasakan saat sedih
yang menyenangkan saat bertemu
yang mengenang saat berdoa
kau-lah yang datang

(Surabaya, Juni 2009)
 

S. Herianto, lahir di Sumenep, 7 Maret 1974 dan sekarang tinggal di Kota Malang. Sehari-hari bekerja sebagai guru sekolah dasar. Sangat hobi menulis dan fotografi. Aktif sebagai pengurus Rumah Literasi Sumenep hingga sekarang.
Hobi menulis dimulai sejak sekolah menengah atas. Beberapa cerpen dimuat di media cetak Ceria Remaja, Aneka YES, Anita, dan Malang Pos. Salah satu cerpen dimuat dalam antologi cerpen pendek “Graffiti Imaji,” YMS, Jakarta, tahun 2002. Serta satu antologi cerpen hasil kolaborasi berjudul “Ritual Senja,” Al Fath, Sumenep, 2014, Salah satu cerpen dimuat dalam Antologi Cerpen “Fantasi Kami,” Sahabat PMP, 2017, Penyunting Buku Cerita Rakyat Sumenep: “Mutiara Yang Terserak,” Rumah Literasi Sumenep, 2018; dan Buku Cerita Anak Inspiratif: “Iva & Pinky,” Abida Mahra, 2018; antologi cerpen Me and My Student, Diva Pres, 2018; dan Kitab Pentigraf II, 2018.



POSTING PILIHAN

Related

Puisi Pilihan 2819718683764605874

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item