Jadikan Menulis sebagai Passion

Tampak Kepala BBJT Mustakim, Ketua MGMP SMP Sumenep, Jamad (tengah) “Apakah menulis bisa dijadikan sebagai profesi?” tanya salah s...


Tampak Kepala BBJT Mustakim, Ketua MGMP SMP Sumenep, Jamad (tengah)

“Apakah menulis bisa dijadikan sebagai profesi?” tanya salah satu guru pada penyaji.

Pertanyaan ini terlontar ketika anggota Musyarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (MGMP BI) SMP Sumenep melakukan  kunjungan ke Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) di Sidoarjo, 

Kunjungan yang bertajuk  Falisitasi Layanan Kebahasaan dan Kesasteraan  Bagi Guru Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Sumenep di Balai Bahasa Jawa Timur, diikuti para gutu SMP Sumenep,  Selasa, 15 Mei 2018

Kepala BBJT Mustakim dalam sambutannya merasa prihatin terhadap kurangnya penghargaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

"Banyak nama perumahan mewah yang menggunakan bahasa asing sedangkan perumahan sederhana menggunakan bahasa Indonesia", ujar Mustakim. Padahal,  menurutnya, jika menggunakan bahasa Indonesia sejak awal tidak akan mengurangi kemewahannya.

Pria yang menjabat kepala BBJT sejak awal 2018 ini menyarankan agar guru menjadi garda terdepan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mashuri, cerpenis asal Lamongan tampil menyajikan materi drkitar  Kiat-kiat menulis cerita di media massa. Ketika baru beberapa menit memulai presentasinya, seorang peserta mengajukan pertanyaan di atas.

Penanya mengisahkan kehidupan temannya yang menjadi penulis. Si penulis ini menjadi kehidupan dengan tertatih. Ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari tulisan yang dikirimkan ke media atau dari buku yang diterbitkan. Bahkan untuk menyambung hidupnya, ia menjual buku koleksinya.

Mashuri menanggapi pertanyaan ini dengan memaparkan fakta media cetak yang saat ini sedang berjalan terengah-engah. Media cetak saat ini berjuang hidup di tengah gempuran media online yang bersebaran. Banyak media yang pernah menjadi raja kini ringkih, berjalan terseok hingga terkubur dalam ketatnya persaingan.


Jika medianya saja nasibnya setragis itu, maka bagaimana lagi dengan penulisnya? Menulis di media pada hari ini tidak sama dengan dua puluh tahun lalu saat tidak ada jaringan internet. Setiap tulisan yang dimuat di media pada masa itu akan menjelma menjadi lembaran rupiah. Hari ini tulisan kerap kali hanya dihibur dengan file pdf dari media sebagai bukti tulisannya dimuat. Bahkan tak jarang media yang tidak ada memberi pemberitahuan apapun kepada penulisnya.

 “Menulis jangan dilakukan sebagai sumber penghasilan, tapi sebagai kegemaran,” tegas Mashuri .Menulis dengan niat berbagi bukan dijadikan sebagai profesi. “Jadi menulis seharusnya menjadi passion”

Dalam bukunya, Khoiri memberikan pertanyaan “Menulis: Profesi all out atau sampingan?”

Menurut Khoiri, menjadikan menulis sebagai profesi itu bisa terjadi dan banyak peluang mewujudkannya. Hanya saja, tidak mudah untuk meraihnya, butuh persiapan mental dan semangat tinggi. Yang lebih aman bila menjadikan menulis sebagai usaha sampingan. Profesi lain tetap jalan, menulispun dilakukan.

Penulis : Taufiku
Editor   : Syaf Anton Wr

Baca juga:  MGMP BI SMP Sumenep, Ngaji Fiksi di BBJT 

POSTING PILIHAN

Related

Utama 7328109395278177132

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item