Friend

Cerita: Naja Maharani Prajna Paramyta (ilustrasi: dreamscopeapp.com) Pagi ini awan tak lagi mendung seperti beberapa hari terakhir....

Cerita: Naja Maharani Prajna Paramyta

(ilustrasi: dreamscopeapp.com)
Pagi ini awan tak lagi mendung seperti beberapa hari terakhir. Tak jarang hujan jatuh begitu tiba-tiba. Hingga membuat seorang siswi bernama Kirana harus merasakan gerimis yang membuat baju seragamnya sedikit basah ketika sampai disekolah.

Namun untuk hari ini, meski awan tidak mendung atau hujan tidak turun, hawa dinginnya pagi masih terasa menembus kulit. Dengan merapatkan sweter yang digunakannya, Kirana sedikit berlari menuju sekolah agar cepat sampai dan rasa dingin yang terasa menusuk itu cepat berkurang.

Kini Kirana berada di tahun akhir Sekolah Menengah Atas. Berada di tahun akhir sekolah tentu adalah hal yang begitu luar biasa untuknya. Belajar dengan keras dan mengerjakan banyak tugas adalah sebuah tantangan untuknya.

Ada banyak hal yang akan Ia rindukan ketika lulus nanti. Salah satunya adalah suasana sekolah serta kenangan selama tiga tahun bersekolah. Hal itu akan menjadi hal yang melekat dalam pikiran sebagai kenang yang takkan terlupakan. Terutama seorang sahabatnya, Hana Silfia. Kereka– Kirana dan Hana –mendapat sebuah julukan dari teman-temannya. Kembar tak seiras. Itu lah sebutan bagi mereka. Itu karena mereka selalu bersama dan nyaris tak pernah bertengkar.

 “Hey!! Kirana!” panggil Hana berteriak

Sesampainya di sekolah. Tampak sahabatnya, Hana telah menunggu Kirana di depan kelas dengan wajah sumringan.   

“Oh….Hai, Hana!” jawab Kirana.

Sesaat sesudah Kirana menjawab sapaannya, Hana langsung menggandeng tangannya dengan antusias. Hana tampak begitu berbeda hari ini dan Kirana dapat merasakannya. Kirana tau Hana tidak akan sebahagia ini menyambut pagi yang dingin kecuali jika ia memiliki hal istimewa untuk dikataknan.

“Ingin kekantin? Aku yang teraktir, ayo!” ucap Hana dengan nada bersemangat sambil merangkul tangan Kirana.
 “Kau aneh. Apa terjadi sesuatu?” Kirana melepaskan rangkulan tangan Hana dengan lembut lalu menatapnya heran.

Hanya mencoba memastikan jika sahabatnya baik-baik saja. Ia hanya merasa aneh melihat Hana begitu sumringan, dan dapat dipastikan Kirana akan mendapat sebuah berita besar setelah ini.

“Hehe.. kentara sekali, ya?” tanya hana nyengir tanpa dosa.

Kirana mengangguk. Sudah sangat jelas dan Hana tak dapat menyembunyikannya dari Kirana.

Kemudian dengan cepat, Hana menarik Kirana kedalam kelas. Mendorongnya pelan untuk segera duduk dibangku mereka, lalu membisikkan sesuatu kepada Kirana dengan begitu semangat.

Terkejut.

Apa yang Hana bisikka membuat Kirana ternganga. Tak percaya sambil menatap Hana lamat. Kirana hanya tidak percaya, namun bukan berarti Kirana tidak ikut bahagia. Mereka sahabat sejak kecil, kebahagiaan Hana adalah kebahagiaan  Kirana juga.

“Kau tidak berbohong, bukan?” tanya Kirana mencoba memastikan bahwa apa yang ia dengar adalah hal yang benar.
“Aku tidak berbohong, Ran! Kau pasti tidak percaya, bukan? Sama sepertiku. Ini seperti mimpi, mimpi yang nyata.” Jawab Hana meyakinkan.

Hening.

Cukup lama mereka terdiam dan pada menit ke lima tawa mereka pecah yang membuat beberapa teman kalas menoleh memandang mereka aneh. Hal itu membuat mereka menghentikan tawa bersamaan dengan cepat.
    “Baiklah. Selamat untuk kencan pertamamu ini! Satu lagi, katakana pada kekasihmu jika dia berani menyakitimu maka dia harus berhadapan denganku.”  ucap Kirana menggoda Hana.

Dan yang mereka lakukan sekarang adalah Tersenyum lalu berpelukan. Pelukan hangat seorang sahabat.

“terimakasih.” Ucap Hana gengan hangat.

Ucapan terimakasih itu Kirana terima setelah pelukan mereka lepas.

“Iya, tentu saja. Tapi ingat, kita berada ditahun akhir sekolah. Masih banyak yang harus kita persiapkan.” kata Kirana kembali mengingatkan.
“Iya, aku tau.”  mengangguk mengerti

Hal-hal sederhana inilah yang membuat masa sekolah mereka menjadi berwarna. Harapan mereka hanta satu . Semoga kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini akan terus melekat dan tidak akan luntur dimakan waktu.

***

Dilain kelas tampak seorang anak laki-laki sedang sibuk mencari sesuatu didalam tasnya. Hingga seorang temannya memanggil dengan sedikit bereriak.

“Olfie!” panggil Adli cukup keras.

Yang dipanggilpun merasa terkejut dan menjatuhkan sebuah kado tepat di hadapan Adli yang baru saja memanggilnya.

“Ada apa? Pagi-pagi sudah berteriak. Kau tau, kau membuatku terkejut.” Ucap Olfie kesal.

Setelah itu Olfie berniat untuk  mengambil kado yang terjatuh tadi, harus niatnya itu harus dirungkannya karena kado itu telah terlebih dahulu diambil oleh Adli.

“Ini, kado untuk siapa?” tanya Adli .

Sebuah tatapan menyelidik itu diterima Olfie. Entah apa yang membuat Adli begitu marah, namun jawaban selanjutnya dari Olfie benar-benar membuat Adli tidak percaya pada temannya sendiri.

“Untuk kekasihku” ,Jawab Olfie mantap.

Hening.

“Jadi benar apa yang mereka katakana? Bukankah kau….?” Tanya Adli kembali. Merasa tak percaya atas apa yang ia dengar.
“Itu dulu. Sekarang sudah berbeda, Adli.”

Sekarang tatapan menyelidik itu berubah sendu. Tak ada yang dapat ia lakukan, semua sudah terjadi.
“Baiklah, mari kita lihat sampai kapan kau dapat menyembunyikannya.”

***

Kriiiing ….kriiiing….
Jam sekolahpun berakhir. Para siswa berhamburan keluar. Tampak didepan kelas IX-A, Ran dan Hana baru saja keluar kelas. Mereka terlihat berjalan bersama dan masih sedikit berbicara tentang pelajaran.

“Ran, karya tulisnya gimana?” tanya Hana dengan wajah muram.

Hana merasa bingung bagaimana ia mengingatkan Kirana tentang rencana kencan yang Olfie katakana tadi sewaktu istirahat.

“Memangnya kenapa?” tanya Kirana balik dengan raut bingung.
“Besok…Aku….”
Belum sempat Hana menjawab kebingungan Kirana, sebuah panggilan mengintrupsi mereka berdua.
“Ran, Hana!” panggil Olfie berteriak dan melampaikan tangan sambil tersenyum cerah.
“Oh…ya, tunggu sebentar.” Balas Kirana tersenyum membalas lambaian tangan Olfie

Namun hal sebaliknya terjadi pada Hana, ia tampak bingung. Ia tampak terkejut dan heran atas apa yang dilakukan Olfie.

 Mengapa Olfie memanggil Kirana terlebih dahulu.   
“Ran!” panggil Hana pelan pada Kirana sambil terus memandang Kirana dan Olfie bergantian dengan lamat. Ia mulai bimbang sekarang.
“Iya iya Hana aku ingat. Tidak usah memanggilku seperti itu. Sekarang temui Olfie aku akan pulang sendiri!”
“Tapi, Ran.” Ucap hana lagi.
“Iya, ayo!” ajak kirana bersemangat.

‘Tidak Kirana, sekarang bukan itu maksutku’ Hana membatin.
   
“Kau tidak usah ambil pusing soal tugas karya tulis itu, aku akan menyelesaikannya. Semoga, besok harimu menyenangkan!”
“Baiklah, terimakasih!” jawab Hana pelan.
“Sama-sama. Baiklah, Olfie jaga temanku baik-baik. Aku duluan.” Ucap Kirana pada Olfie.
“Tunggu, Kirana! Kau tak ingin pulang bersama kami?” tanya Olfie mencegah Kirana pergi.

Tangan Olfie mencekal tangan Kirana. Entah apa yang ada dipikiran Olfie, tapi ia telah melakukan sebuah kesalahan. Suasana ceria tadi berubah menjadi canggung. Olfie yang tersadar pun langsung melepas cekalan tangannya pada Kirana namun hal itu tak dapat mengubah kecanggungan yang terjadi diantara mereka bertiga.
“Sepertinya aku harus segera pulang.” Kirana berucap dengan canggung.

Dalam situasi seperti itu, Kirana merasa lebih baik jika ia melarikan diri. Kirana merasa begitu bingung, iya tidak merasa memiliki salah apapun. Namun mengapa ia merasa begitu bersalah pada sahabatnya.

Saat hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba seseorang menghadang jalannya. Adli berdiri disana dengan menatap tajam pada Olfie.
“Tidak ingin mengakuinya sekarang, Olfie?” kata Adli dingin.

Suara itu begitu dingin dan menusuk. Terdapat sebuah amarah besar yang dicoba untuk ditahan dalam kalimat itu. Semua dapat merasakannya, kecuali Olfie.

“Apa yang kau lakukan disini? Ingin menjadi pahlawan sekarang?” tanya Olfie marah.

Senyum sinis itu tercetak jelas sekarang. Olfie benar benar hilang akal. Ia tak lagi peduli.

“Kau bahkan tak dapat menyembunyikannya hingga matahari terbenam” ucap Adli semakin menyulut amarah Olfie.

Jangan tanya bagaimana kondisi kedua gadis disana. Mereka sama-sama shok. Tak ada yang mereka mengerti dari semua ini. Terlebih Hana, dia tidak mengerti dan tak ingin untuk mengerti. Dia tidak percaya dan ia tak ingin percaya.

“Diam kau, Adli!” Olfie berucap geram.
“Katakan yang sejujurnya, Olfie!” Ucap Adli memaksa.
“Baiklah, dengarkan ini baik-baik….Aku tidak mencintaimu Hana tapi Kirana. Kalian puas?” ucap Olfie menunjuk Kirana.

Tanpa Hana sadari air mata itu lolos begitu saja. Hatinya hancur saat ini. Hal yang tak pernah ingin ia dengar harus ia dengar sekarang. Kenyataan yang berusaha tak ia pedulikan telah memaksanya untuk sadar. Ia benci apa yang terjadi saat ini. Ia benci semuanya.
“Apa? Tapi, Olfie kau menyatakan perasaanmu waktu itu padaku!” ucap Hana bergetar.
Bersama sekeping hati rapuh Hana mencoba menyuarakan harapannya.
Namun.
“Kau pikir aku mengatakannya dengan bersungguh-sungguh. Sadarlah Hana, kau hanyalah jembatan untukku menuju Kirana.” Ucap Olfie tajam.

Harapan itu patah. Olfie mematahkannya dengan sangat mudah.

“Aku membencimu Olfie. Aku pergi”
Hujan mulai turun mengiringi kepergian Hana. Namun jangan lupakan Kirana. Ia juga sakit, hatinya pun juga hancur tak kala Hana pergi dengan menatapnya benci. Adli pun juga pergi. Menyisakan mereka berdua. Dibawah rinai hujan yang akan selalu Kirana ingat dan benci.

Kirana merasa ini tidaklah benar ia harus pergi menyusul Hana. Sahabatnya itu tak boleh membencinya. Namun sebelum genap tiga langkah ia pergi, sebuah tangan kembali mencekal pergelangan tangannya.

“Kirana, kau sudah mendengarnya bukan? Bisakah kau menerimaku? Aku mencintaimu kirana!” ucap Olfie pada Kirana.

Ia muak. Kirana muak dengan kata cinta. Cinta telah membuat ia kehilangan cinta sahabatnya. Hana meninggalkannya. Meninggalkannya dengat tatapan benci yang menyayat atinya.

“lepaskanaku, Olfie!” bentak Kirana.
“Kirana, aku mencintaimu. Sungguh!” ucap Olfie memelas.

“Cukup Olfie, aku muak mendengar kata cintamu itu. Gara-gara kau, aku kehilangan sahabatku. Sekarang yang terpenting adalah sahabatku, Hana. Kami bersahabat sejak kecil dan kau merusak hubungan kami seperti ini. Tidak itu tidak akan terjadi”
“Ran!” mencoba mencegat Kirana.
“Cukup, aku membencimu!”ucap kirana pelan sambil menghempaskan tangan Olfie kasar.

Namun ketika berbalik, Kirana mendapat sebuah pelukan hangat dibawah hujan yang dingin. Pelukan dari seorang sahabat yang begitu ia takutkan akan benar-benar pergi.

Satu yang mereka percaya sejak saat itu. Sebuah pelajaran berharga dari sebuah persahabatan. Cinta persahabatan begitu kuat.

Seseorang yang kehilangan cinta tidak akan pernah tau seberapa sakit seseorang kehilangan sahabatnya.


END.

Naja Maharani Prajna Paramyta, adalah siswa kelas  IX-1, SMP Negeri 1 Dasuk, Sumenep
POSTING PILIHAN

Related

Kolom Aja 5671949789242326716

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item