Sabar Sebuah Keindahan Sikap dari Implementasi Pendidikan Agama Islam (Bagian 2)

Oleh : Moh. Rasul Mauludi Jadi makna sabar sangat sederhana sekali, namun begitu sukar untuk diterapkan dalam keseharian manusia. Kesukar...

Oleh : Moh. Rasul Mauludi

Jadi makna sabar sangat sederhana sekali, namun begitu sukar untuk diterapkan dalam keseharian manusia. Kesukaran ini bukanlah alasan untuk tidak memiliki sifat dan sikap sabar dalam segala hal aktivitas manusia.  

b.    Sifat Sabar Keindahan Sikap

Dalam sejarah Islam, banyak dikisahkan tentang keindahan sikap yang berupa kesabaran. Kisah-kisah itu lebih banyak menekankan bagaimana kehidupan manusia penuh kesabaran. Kisah para Nabi, para Sahabat, para Ulama dan sebagainya. Kisah perjalanan hidup mereka diwarnai dengan sikap sabar tanpa batas, mereka mengerahkan kesabarannya dengan segala do’a, usaha, dan kemampuan sekaligus nyawa yang ditopang dengan keyakinan penuh kepada Allah SWT, mereka mampu meraih ridha dan Surga Allah SWT.

Dari sejarah agung para hamba Allah itu, kita bisa memastikan bahwa sabar dan kesabaran benar-benar indah dan damai dalam kehidupan manusia. Coba bayangkan bila terus ada upaya dan kemampuan untuk sabar menahan segala bentuk hawa nafsu dan pemikiran-pemikiran sesat, maka sangatlah nyata dan terwujud kehidupaan yang benar-benar islami.

 Sekecil apapun gerak-gerik manusia tanpa didukung dengan kesabaran, maka yang terjadi adalah seperti perahu  terombang-ambing ombak tak tentu arah. Hidup penuh keterpaksaan dan dipaksakan. Oleh karena itu, sejatinya keindahan sikap manusia terletak pada sampai dimana kesabarannya untuk terus taat kepada Tuhannya dan sampai dimana kesabarannya untuk terus menjauhi larangan Tuhannya.

c.    Membudayakan Sabar

Manusia memiliki karakter yang berbeda satu sama lainnya. Sabarpun menjadi karakter pada manusia sehingga tidak semua manusia memiliki karakter sabar atau penyabar.

KH. MA. Sahal Mahfud mengatakan, manusia dibekali dengan tiga potensi, yaitu akal pikiran, nafsu dan perasaan. Dengan bekal itu manusia mampu menjalankan kekhalifahan untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain, kelompok maupun orang perorangan.

Membudayakan hal-hal yang baik pada diri manusia memang sulit, sama sulitnya dengan mengajak manusia pada kebaikan-kebaikan hakiki yang dianjurkan oleh agama dan norma masyarakat. Akan tetapi kesulitan bukan alasan terberat yang melatarbelakangi ketidakmampuan manusia dalam berusaha mewujudkan kebaikan dan membuka kesadaran.

Sabar yang menjadi kesabaran merupakan hal yang paling mudah untuk mewujudkan harapan yang terkungkung dan terputus oleh pengaruh lingkungan. Dikatakan mudah, karena manusia hanya butuh sabar dalam segala urusannya. Hanya karena sabar tidak dibiasakan dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga sering manusia menggerutu, tidak terima, menyesal, dendam, dan sebagainya.

Dengan proses dimulai dari diri pribadi masing-masing sedikit demi sedikit akan menjadi proses pada kelompok yang lebih besar yaitu masyarakat. Jadi membudayakan sabar sama dengan membudayakan kebaikan-kebaikan sikap yang lainnya.

Hanya dengan cara membudayakan bersama, sabar bisa masuk pada semua karakter manusia yang berbeda. Hanya dengan cara membudayakan pula, sabar bisa menjadi pengendalian manusia terhadap nafsu-nafsu kemungkaran yang membabi buta menyerang manusia.

Dari uraian diatas, untuk menjadikan sifat sabar menjadi keindahan sikap, dibutuhkan peran pendidikan agama Islam yang benar-benar mengena dan menyentuh pada semua elemen manusia, yaitu tokoh masyarakat (para ulama, kyai, ustadz), aparat pemerintah (semua instansi termasuk para guru pendidikan) dan masyarakat (bangsa).

Dalam berbagai macam baik bentuk, model dan metode pendidikan agama Islam yang ada dalam lembaga pendidikan, semua tujuan, aplikasi, dan implementasinya ditekankan pada nilai-nilai kebaikan (keindahan sikap) termasuk sifat sabar dan kesabaran. Dan apabila sabar dijadikan pondasi dalam segala aktivitas dan kreatifitas, maka akan memperkokoh keyakinan dan kesadaran manusia terhadap keindahan sikap.

Melihat perkembangan saat ini, sepertinya pendidikan agama Islam kehilangan ruh pada masyarakatnya sendiri. Penyebabnya kemungkinan besar para tokoh masyarakat, aparat pemerintah dan masyarakat sendiri tidak mampu menjadi contoh baik dan teladan baik. Padahal setiap individu bisa menjadi contoh dan teladan kepada siapa saja serta tidak harus menunggu orang lain yang harus memulainya terlebihya dahulu. Seperti sejarah yang mengisahkan para teladan kebaikan yang dimulai dari individu-individu.

Melihat cakupan pendidikan agama Islam yang sudah komplit dan sempurna dari berbagai sisi perencanaan hingga pencapaian target, sangat optimis sekali dalam mewujudkan kehidupan yang penuh rahmat dan sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma masarakat. Namun entah kenapa, sampai saat ini pendidikan agama Islam belum mampu memberi perubahan pada munculnya  dekadensi moral.

Karenanya hanya dengan melalui pendidikan baik formal ataupun non formal peradaban manusia bisa diarahkan pada nilai-nilai kehidupan yang baik sesuai aturan dan pedoman bangsa. Dengan catatan para pendidik mempunyai kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya mengajarkan kebaikan yang dimulai dari diri pribadi.

Peranan penting yang harus digeluti oleh sang pendidik dalam pendidikan adalah mengawasi proses perubahan dan mengevaluasinya agar membuahkan hasil yang baik hingga tidak terjadi pembesaran disatu sisi dan kekurangan disisi yang lain. (Majdi Al Hilali : 118).

Mari budayakan SABAR dalam keseharian dan kehidupan kita selamanya.
S : enyum manis
A : khlak karimah
B : aik hati
A : mal ibadah
R : api dan bersih

Dengan kepanjangan yang sangat sederhana diatas, kita semua mencoba  untuk terus berusaha lebih baik dari sebelumnya. Berusaha lebih memahami bahwa keindahan sifat dan sikap kita adalah keindahan dunia manusia.

Daftar Referensi:

1.    Idrus H. Alkaf, “Mengungkap Rahasia Hakikat Sabar dan Syukur” CV. Karya Utama,  Surabaya.
2.    KH. MA. Sahal Mahfud, “Nuansa Fiqih Sosial” 1994, LKis Yogyakarta.
3.    Muh. Hanif Dhakiri, “Paulo Freire, Islam dan Pembebasan”, 2000, Djambatan dan Pena, Jakarta.
4.    Majdi Al Hilali, “Manajemen SQi Sukses Qur’ani”, 2004, PT. Pustaka Rizki Utama, Semarang.


POSTING PILIHAN

Related

Asah Literasi 1370676008739920556

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item