Sabar Sebuah Keindahan Sikap dari Implementasi Pendidikan Agama Islam (Bagian 1)

Oleh : Moh. Rasul Mauludi Perkembangan zaman modern menuntut manusia untuk selalu sabar dalam berbuat, bertindak, berfikir, bermasyarakat...

Oleh : Moh. Rasul Mauludi

Perkembangan zaman modern menuntut manusia untuk selalu sabar dalam berbuat, bertindak, berfikir, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak bisa dipungkiri perubahan demi peruahan dalam peradaban manusia selalu penuh dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan norma-norma di masyarakat.

Saat ini pun kita semua merasakan dan menyaksikan betapa dahsyatnya kerusakan-kerusakan dimuka bumi dan dekadensi moral yang begitu jauh dari akhlaqul karimah. Dan untuk meminimalisir fenomena ini sangatlah dibutuhkan sabar sebagai aplikasi dan implementasi dari pendidikan agama Islam.

Penerapan dalam meminimalisir itu hanya sangat efektif melalui pendidikan agama islam yang diajarkan melalui keluarga, lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan.

Kata  “Sabar” secara maknawi yang berasal dari bahasa arab Shobaro mempunyai arti tabah, menahan, mencegah, menanggung. (Atabik Ali, 1420 : 1165). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Sabar ; 1  diartikan tahan menghadapi cabaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati); tabah: ia menerima sakitnya dengan --; hidup ini dihadapinya dengan--; 2 tenang; tidak tergesa-gesa; tidak terburu nafsu: segala usahanya dijalankannya dengan--;. (Depdiknas, 2002 : 971).

Sabar dalam kehidupan peradaban manusia sangatlah mudah diucapkan dan diterapkan atau di implementasikan terhadap tingkah laku manusia. Namun sangat sulit juga untuk dibudayakan dan dijadikan kebiasaan sehari-hari dalam ruang dan waktu manusia. Disinilah peranan pendidikan agama Islam sangat penting dalam memberi pengaruh untuk bisa menjadi budaya dan tradisi terhadap kehidupan manusia yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegera.

KH. MA. Sahal Mahfud mengatakan Pendidikan Islam seutuhnya yang menyangkut Iman (aspek ‘aqidah), Islam (aspek syari’ah), dan Ihsan (aspek akhlak, etika dan tasawuf) akan berarti melibatkan semua aspek rohani dan jasmani bagi kehidupan manusia sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial.

Hanif Dhakiri mengutip dari Ahmadi, mengatakan pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai proses pendewasaan yang terkandung didalamnya menyangkut tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya. (insan kamil) (Ahmadi, 1992 : 16).

Memotret kehidupan bangsa dan negara kita saat ini kita akan merasa miris dan penuh dengan ketidakmengertian. Mengapa tingkah laku manusia baik itu aparat maupun rakyat saling hantam dalam pola-pola yang tidak baik dan saling tidak jujur dengan kesalahan-kesalahan sendiri ataupun kelompok.

Fenomena alam dan manusia di Indonesia semakin jauh kedalam jurang tragis dan menyedihkan. Kriminalitas yang sangat tinggi dan sering terjadi pada manusia menunjukkan tingkat kesabaran yang sangat rendah pada diri manusia. Begitu juga musibah dan bencana yang bertubi-tubi menunjukkan manusia kurang hati-hati menjaga dan melestarikan alam sekitar. Kurang hati-hati disini dalam arti kurang sabar dalam hal pengelolaan sumber daya alam, yang ada keserakahan dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Disinilah kita harus mengkaji ulang dan merenungkan dimanakah letak kekurangan dan kelemahan serta bagaimana antisipasi yang harus kita lakukan. Dalam hal ini akan diurai kembali pemahaman sabar yang kita ketahui sudah dimana-mana di jelaskan, baik berbagai media dan berbagai sosialisasi pendidikan maupun lainnya diluar pendidikan.

Dan kita mencoba mengurai kembali pemahaman sabar dari apa yang sudah diuraikan oleh guru kita semua yaitu Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin yang sangat terkenal dan dikatakan sebagai rujukan ketiga setelah Al-Qur’an dan Al-Hadits.

a.    Memaknai Sabar

Dalam surat Al-Anfal ayat 46 yang Allah berfirman yang artinya “Dan  bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” Kemudian Hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Attirmidzi yang artinya “Sikap sabar terhadap  apa yang tidak kamu sukai itu terkandung kebaikan yang banyak.” Dengan dalil tersebut sudah cukup untuk menjadi bahan renungan, evaluasi dan instropeksi diri bagi kita semua.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa sabar adalah keteguhan motif agama dalam melawan hawa nafsu. Keteguhan motif agama ini merupakan sebuah hal yang dibuahkan oleh makrifat (pengetahuan) tentang bahaya hawa nafsu dalam menghalangi terwujudnya sarana-sarana kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Beliau juga mengatakan bahwa seorang hamba mengalami dua kondisi didalam hidupnya, yaitu saat lalai dan saat berfikir, serta saat bersantai-santai dan saat bersungguh-sungguh. Dari dua kondisi tersebut sebenarnya manusia hanya tinggal memilih mana yang lebih baik untuk diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.

Hawa nafsu memang satu-satunya musuh terbesar manusia dalam berbuat apa saja. Apabila sabar menahan hawa nafsu yang mengarah pada keburukan, maka ia telah menyelamatkan dirinya dari kehancuran hidup.

Dalam berbangsa dan bernegara, sabar tidak pernah memandang status manusia itu sendiri. Dari semua status sosial manusia sifat dan sikap sabar sangat dibutuhkan. Apabila semua saling sabar dalam segala urusan dengan artian tidak mengedepankan emosi, ambisi, hawa nafsu dan sebagainya, maka dapat dipastikan terjadi kehidupan yang harmonis dan kondusif serta damai.

Jadi makna sabar yang sesungguhnya dalam kehidupan manusia tidak hanya menahan hawa nafsu, akan tetapi bagaimana membudayakan dan membiasakan senyum selalu menghias sesama manusia, sopan santun dengan etika selalu mengiringi pergaulan, dan mampu mencegah hal-hal yang kadang sulit bagi kita untuk menerimanya demi menjaga keharmonisan berbangsa dan bernegara. Dan yang terpenting lagi bagaimana kita semua untuk selalu menanamkan kejujuran dalam diri manusia baik jujur terhadap diri sendiri ataupun pada orang lain. Karena jujur sebagian dari iman dan iman sebagian dari separuh sabar, separuhnya lagi adalah syukur.

Tidak mudah meningkatkan iman dengan sekejap atau hanya dengan mengandalkan ibadah saja, tetapi butuh proses dan proses butuh sabar dan kesabaran. Sama halnya dengan kehidupan dan penghidupan manusia yang butuh proses lama untuk terwujudnya kebahagiaan dan kedamaian. Hanya dengan sabar dalam segala usaha dan upaya semua bisa diwujudkan.

bersambung: Sabar Sebuah Keindahan Sikap dari Implementasi Pendidikan Agama Islam (Bagian 2)



POSTING PILIHAN

Related

Asah Literasi 4225611134990276518

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Indeks

Memuat…

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >


 

Jadwal Sholat

item